2. Surga Dunia.

1535 Words
Hasil penjumlahan satu + satu = dua. Bila ada yang menjawab tiga itu salah besar. Sama halnya dengan kapasitas cinta, hanya ada 2 hati tidak ada insan ke-3 dalam ruang cinta. -My Kayang- "Sekarang bobok yah, udah malem." Ali membantu Prilly berbaring. Ia menarik selimut untuk Prilly. "Kak Ali nggak tidur?" tanya Prilly heran. Sejak tadi ia menangkap wajah Ali yang tampak tidak tenang. "My Kayang kenapa?" Prilly kembali bangkit dan mengisyaratkan Ali untuk duduk di sampingnya. "Prill...," panggil Ali setelah lama terdiam. Alis Prilly berkerut heran. "Iya, Kak?" "Kakak mau ngomong boleh?" tanya Ali setelah menghela napas, lalu mengembuskannya perlahan. "Ngomong aja, Kak." "Memang kamu belum ngantuk? kalau udah besok aja," ucap Ali ragu. "Belum, Kak. Nggak pa-pa Kakak ngomong sekarang aja daripada di tunda-tunda nanti lupa gimana? Kak Ali kan orangnya pelupa." Prilly tampak penasaran. "Baiklah," ucap Ali akhirnya. Prilly menatap Ali seserius mungkin. "Kakak ingin bertanya, kamu sanggup gak hidup bersama Kakak selamanya, Sayang?" Entah dorongan dari mana yang membuat pertanyaan itu terlontar dari bibir Ali. "Kok nanya gitu? Tentu aku sanggup, Kak! Kakak meragu?" "Rumah tangga nggak ada yang mulus, Prill," pungkas Ali mengingatkan. "Aku paham, Kak. Terus apa yang Kakak permasalahkan?" "Kakak takut kamu tidak mau hidup sulit bersama Kakak, Prill." "Kak...." Prilly meraih tangan Ali lalu meletakkannya di pipinya. Ia menghela napas kembali sebelum akhirnya melanjutkan. "Kita ini keluarga, Aku ini istri Kakak. Kita harus bisa hadapi masalah bersama. Prilly cuma minta satu, jangan merusak pernikahan kita dengan noda perselingkuhan." "Untuk yang ini, Kakak berani sumpah sama kamu, Sayang. Nggak akan ada wanita lain kecuali kamu. Hanya kamu, hanya kamu dan kamu." Ali mengecup pelipis Prilly. "Aku ingin dinikahi Kakak bukan hanya serakah akan kebahagiaan, Kak. Aku sangat paham dalam rumah tangga akan ada liku kehidupan, yang nantinya akan kita lewati bersama." Ali sangat takjub mendengar setiap perkataan Prilly, ternyata di balik kepolosannya yang seperti anak kecil, ia juga memiliki pola pikir yang cukup dewasa. "Kamu hebat, Prill. Kakak bangga memiliki kamu yang selama ini bersikap polos, tapi bisa juga berpikir jauh kayak tadi." Ali tampak kagum. "Hehe. Iya dong, Kak. Prily dong!mangkanya Kakak kalau menilai orang tuh jangan dari satu sisi, tapi juga dari segi latar belakang diperlukan loh. Kak Ali tuh, aku selalu dianggap bocah ingusan sama Kakak. Iya, 'kan? hayo ngaku!" Pipi Prilly mengembung tiba-tiba. "Hihi maaf, Sayang. Kakak memang sering anggap kamu kayak anak kecil. Abis kamu tuh lucu, bikin Kakak selalu gemas sama tingkah kamu." Akhirnya pipi Prilly menjadi korban gemas suaminya. Tak lama Ali menuntun Prilly agar hanyut di d**a bidangnya. "Kakak minta maaf yah, tadi udah nanya kamu, seakan Kakak ragu. Kamu marah sama Kakak?" bisik Ali di samping telinga Prilly sembari mengelus rambutnya. "Kenapa harus marah, Kak? aku kan sayang Kakak. Kak Ali adalah Kayang-nya aku, hehehe." Prilly memang memiliki karakter polos, namun kepolosannyalah yang selalu membuat Ali beruntung memiliki Prilly. "Ya udah sekarang Prilly tidur, yah. Ini udah hampir tengah malam. Kamu harus istirahat." Ali melepaskan pelukannya. "Kak Ali tidur juga, 'kan?" Ali kembali membantu Prilly berbaring. "Kakak nanti nyusul. Kamu duluan aja. Sini Kakak selimutin." Ali menarik bad cover untuk membungkus tubuh mungil Prilly sebatas d**a. Sepertinya masih ada yang dipikirkan dalam benak Ali. Ia terduduk di tepi ranjang, bertolak punggung dengan Prilly. "Tugas Kakak membahagiakan kamu dan selalu menjaga kamu. Semoga apa pun masalah yang akan kita hadapi nanti, kita bisa melewatinya bareng-bareng. Kakak sayang kamu, Prill," batin Ali masih termenung. "Kak Ali, seberat apa pun masalah yang akan hadir semoga kita bisa menghadapi bersama," batin Prilly yang sedari tadi ternyata juga belum tidur. Hanya matanya saja yang tertutup rapat. "Lebih baik gue juga tidur." Ali mulai ikut merebahkan tubuhnya tepat di samping Prilly, tak lupa sebelum terjun ke alam mimpi ia mencium kening istrinya lebih dahulu. Mungkin saat ini Prilly sudah benar-benar tidur. -o0O0o- "Pagi, Kayang," sapa Prilly yang sudah menyambut Ali di meja makan. "Pagi," balas Ali tersenyum menuruni anak tangga yang terakhir. "Sarapan dulu yah, Kak. Aku udah siapin ini dari tadi subuh khusus untuk Kak Ali." Prilly menarik kursi ke belakang untuk Ali. "Makasih, Sayang. Istri Kakak rajin banget yah. Memang pagi ini kamu bikinin Kakak apa sih?" Ali segera duduk di kursi yang telah disiapkan oleh Prilly. "Lihat sendiri aja, Kak. Hehe." Prilly ikut duduk di sampingnya. "Wih kesukaan Kakak nih. Kamu tau aja Kakak lagi pengin ini." Ali mengacak pelan rambut Prilly. "Ihh, Kakak pagi-pagi udah rusak penampilan aku." Prilly menggerutu lucu sukses menjadi hiburan Ali di pagi harinya. "Abis kamunya selalu gemasin." Ali melahapkan santapan ke dalam mulutnya. "Kak Ali ganteng banget hari ini," batin Prilly. Bukannya ikut sarapan, ia malah menopang dagunya di atas meja sambil asik memandang Ali yang sedang menikmati sarapan. "Kenapa, Prill? lihatin Kakak gitu banget?" Rupanya Ali sadar bahwa dirinya sedang diperhatikan. Prilly masih menikmati dunia lamunan. Ia belum sadar Ali telah mengajaknya bicara. "Hey!" Ali melambaikan tangan di depan wajah Prilly lantas membuat Prilly terkaget. "Kenapa sih? ada yang salah dari Kakak?" Ali meraih tisu dan mengusap mulutnya yang terkena minyak. Mungkin karena itu. "Eh iya, Kak, maaf. Aku nggak pa-pa tadi cuma melamun, hehe." Kepolosan Prilly kembali terlihat. Ali selalu memaklumi Prilly yang seperti ini. "Eh, kamu kok nggak ikut sarapan sih?" tanya Ali baru sadar. "Em ... Prilly sarapannya nanti, Kak," elak Prilly. "Eits! nggak bisa. Kamu harus makan sekarang!" Ali meraih piring kosong disertai nasi dan lauknya. "Prilly nggak biasa sarapan jam segini, Kak. Menurutku ini masih terlalu pagi," tolak Prilly saat Ali memberikan piringnya. "Nggak ada, nggak ada! Kamu kebiasaan menunda sarapan. Bilangnya nanti-nanti tapi malah nggak makan. Jangan nyari penyakit, Prill," omel Ali. Ia menyendok nasi untuk Prilly. "Buka mulutnya!" Tangan Ali sudah meluncur cepat di hadapan mulut Prilly. "Tapi, Kak—" "Ini perintah!" Ali tampak memaksa. Prilly menghindar suapan Ali. "Kak, ini udah siang. Sarapan Kakak saja belum abis. Nanti Kakak telat. Prilly bisa makan sendiri, Kak." Prilly mencoba mengingatkan Ali. Tapi percuma saja ia mengoceh karena Ali akan tetap memaksanya. "Kakak nggak akan berangkat sebelum kamu selesai makan. Sudah jangan cari alasan lagi. Cepat makan, Prill. Tangan Kakak pegal." Akhirnya mau tak mau, Prilly menerima suapan Ali membuatnya tersenyum lega. "Kak Ali lanjut aja. Prilly bisa sendiri kok." Prilly mengambil alih sendoknya. Memaksakan dirinya untuk tersenyum pula. Tak lama.... "Uhuk! Uhuk!" Prilly terbatuk-batuk. "Pelan-pelan, Sayang." Ali buru-buru meraih gelas milik Prilly dan membantu untuk meneguknya. "Aku nggak biasa sarapan pagi, Kak. Perutku sakit kalau diisi saat tidak sedang lapar," jelas Prilly membuat Ali terdiam. "Maaf, Sayang. Kakak nggak maksud maksa. Kakak hanya khawatir kalau kamu tidak makan seperti yang sudah-sudah. Kakak nggak mau mag itu kembali mengganggumu hanya karena telat makan." Ali mengusap halus rambut Prilly. Ia sedikit menyesal. "Kalau Prilly sudah lapar pasti makan kok." Senyuman itu kembali terpancar, namun kali ini Prilly tidak terpaksa. "Ya sudah kamu bebas mau sarapan kapan aja, asalkan janji sama Kakak kamu jangan sampe nggak makan," pesan Ali. "Iya, Kak." Prilly mengangguk paham. "Jangan cape-cape ya di rumah. Kalau udah cape kamu istirahat aja." Ali belum berhenti mengoceh. "Siap, Kayang!" "Kakak berangkat yah." Ali segera bangkit dan meraih tas kantornya. Prilly tak merespons, ia malah memajukan bibir dan tertunduk lesu. "Itu kenapa muka ditekuk kayak uang seribu lecek gitu, hem?" Ali sedikit mengangkat dagu Prilly. "Kak Ali pasti pulang sore banget. Nggak bisa lebih cepet yah, Kak? Aku kan bosen di rumah sendiri terus, andai aku boleh ikut kerja di kantor Kakak, pasti aku nggak kesepian." Prilly menggembungkan pipinya, berharap Ali peka dan mengajak ikut ke kantornya. "Tugas kamu di rumah, Sayang. Ya sudah nanti Kakak calling Mama suruh ke sini gimana?" tawar Ali. Prilly menggeleng kuat. "Jangan, Kak. Masa Mama yang ke sini. Harusnya kita yang ke sana." "Nanti kapan-kapan kita ke sana. Kakak janji deh begitu urusan kantor selesai Kakak langsung pulang nggak akan mampir-mampir dulu," usul Ali. "Oke, Kak!! tapi Kakak janji, ya," antusias Prilly senang. "Iya, Sayang. Ya sudah Kakak pergi sekarang yah." Ali mencium kening Prilly dan hendak pergi. "Kak!" Suara itu kembali memanggilnya. "Apa lagi, Sayang?" Ali tertawa gemas. Mengapa ia itu tidak mau ditinggal sebentar saja? Prilly sedikit berlari kecil ke arah Ali. "Kak Ali gimana sih? bilang mau ke kantor. Penampilan aja masih acak-acakkan kayak gini. Kerah baju Kakak masih berantakan, terus ini dasinya masih kurang rapi, nanti kalau partner Kakak pada kabur gara-gara lihat penampilan Kakak kayak gini gimana coba?" oceh Prilly. Ali terpaku dalam diam. Ia salah menduga rupanya. "Sini ah! Prilly benerin dulu sampe rapi, baru Kakak boleh berangkat." Prilly merapikan semuanya dengan sempurna. Lagi dan lagi Ali selalu dibuat kagum. Siapa sangka, wanita tersayangnya itu bisa seteliti ini. Ia terseyum melihat apa yang dilakukan Prilly saat ini. "Makasih, Sayang." Ali kembali mengecup kening Prilly lembut. "Sebenarnya kamu membuat Kakak betah untuk tetap di rumah, Sayang." Ali membelai pipi berisi milik Prilly. "Tapi Kakak harus kerja." Rasa-rasanya kaki Ali sangat berat untuk melangkah dari surga dunianya. "Kak Ali boleh berangkat sekarang. Hati-hati di jalan, Kak." Prilly mencium punggung tangan Ali. "Inget, ya! Kakak jangan ganjen sama partner cewek! Masih ada aku di rumah," pesan Prilly dengan posesif. "Tenang, Sayang. Kakak akan jaga hati untuk kamu. Ya udah Kakak berangkat dulu, ya. Prilly hati-hati di rumah. Assalamualaikum," pamit Ali dan berlalu pergi. "Waalaikumsalam," balas Prilly menatap punggung Ali yang semakin menjauh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD