PAB10

1983 Words
Tiga hari kemudian… “Aaaahh aku sangat lelah… Ini benar melelahkan,” keluh Kaysha seraya menghempaskan tubuhnya di single sofa. “Ya sudah istirahat saja sana. Maafkan aku yah sudah merepotkanmu, sehingga membuatmu lelah seperti ini,” timpal Yhang merasa malu. Urusan pekerjaanya yang begitu banyak masalah ini dan merepotkan seseorang wanita yang ia cintai. Ya, Yhang sedari dulu memang jatuh cinta pada Kaysha, saat Kaysha tengah menjalin kasih dengan penyanyi rap asal Korea Selatan Jay Liem. Namun Yhang sadar diri, di mana ia tau cintanya Kaysha itu lebih besar dari apapun sehingga wanita cantik itu tidak pernah sama sekali menduakan cintanya. Dia tipe wanita yang setia. Satu ya satu, tidak pernah mencabangkan hatinya. Kaysha bangun dari duduknya, ia menghampiri pria cantik yang murah senyum itu. “Kenapa berkata seperti itu?” Kaysha duduk di samping Yhang. Ia tersenyum lebar dengan mata yang berbinar senang menatap wajah cantik Yhang. Mereka kadang seperti sepasang kekasih yang selalu mesra di mana pun berada. Namun ya seperti itulah keduanya. Tidak ada hubungan apapun, hanya sebatas teman. Kaysha selalu membuat Yhang baper. Kaysha membaringkan tubuhnya di sofa panjang di mana Yhang duduk. Ia menyandarkan kepalanya di atas pangkaun Yhang dan manja pada pria cantik tersebut. “Kita teman, aku sama sekali tidak pernah di repotkan oleh mu.” Yhang tersenyum lebar. “Benarkah?” Kaysha mengangguk. “Tapi tubuh mu lelah, setiap harinya selalu bergadang mengerjakan masalah proyek ini?” “Apa kau tidak boleh membantumu?” “Tentu boleh.” Yhang menundukan pandanganya ke bawah menatap Kaysha dengan berbinar senang. Tangan kekar yang begitu lembut itu membelai rambut panjang Kaysha. “Tapi tidak semestinya kamu harus bergadang selama tiga hari dan sibuk ke sana kemari.” “Tidak apa, agar semua beres pokok permasalahanya. Besok tinggal kamu panggil orang yang bersangkutan dan bertindak sesuai hukum.” Yhang mengangguk. Pemandangan indah di ruangan keluarga tersebut seraya seperti seorang kekasih yang tengah bermesaraan dan tidak menganggap tiga manusia yang duduk di bawah lantai beralas karpet lembut tengah menatap layar laptop masing-masing dengan beberapa dokumen yang harus mereka kerjakan. Melihat pemandangan yang tak pernah asing itu, tak membuat mereka bertiga aneh karena mereka memang selalu seperti itu. “Kalau selesai semua urusan ini bagaimana kalau kita berlibur?” “Boleh asal semua sudah selesai dan beres. Baru kita berlibur." “Ck! Kenapa sih kalian nggak jadian saja. Dah pantes noh Kay si Barbie pengganti si Jay. Kalian cocok.” “Apaan sih Jc, sirik aja,” keluh Kaysha. “Sory bukan aku sirik lihat kalian so sweet gitu di depan kita. Apa kalian berdua tidak ngehargai kita-kita manusia yang mengontrak di muka bumi ini harus menyaksikan ke romantisan kalian berdua. "Ya kalau kalian berdua sepasang kekasing? Lah ini?” omel Jc lama-lama empet rasanya melihat Kaysha dan Yhang. “Ya sudah ah. Aku mau rebahan di kamar, tugasku sudah selesai ya. Tinggal kalian yang beresih. Aku mau mandi dulu, bye semua. Bye Yhang…” “Bye… ya sudah kalau gitu aku juga mau siapin makan malam untuk kita semua,” ujar Yhang ikut bangun dari duduknya. Sejam kemudian... Yhang menghembuskan napas dalam, melihat kedua wanita yang berada di samping kana dan juga kirinya sibuk dengan ponselnya. Entah dengan siapa mereka sedang bertukar pesan, namun Yhang tak suka di waktu makan mereka sibuk dengan ponselnya mengabaikan makanan lezat yang ada di hadapanya. “Bisa nggak sih itu ponsel kalian simpen dulu. Habisin dulu ini makan baru kalian pegang lagi tuh handphone,” lirih Yhang dengan nada tinggi. Kaysha dan Jc pun lekas menyimpan ponselnya dan melanjutkan makan. Kalau Yhang sudah bersuara seperti itu, keduanya pun takut dan kembali menikmati makan malamnya dengan kedua netra mereka masih bersitatap. Ting! Keys, New Message. “Siap. Mala mini aku mau tanding dengan joki ternama di Los Angeles.” Jc mengerlingkan sebelah matanya seraya jawaban dari pesan yang terakhir Kaysha balas ajakan dirinya untuk kembali ka beskem Raymond. Malam ini ada lawan yang tangguh untuk di basmi di mana kedua wanita itu menggila balapan liar. Jc adalah teman Kaysha di zaman mereka masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Keduanya sedari dulu tertarik dengan berbau otomotif hingga kedua hobi mereka yang sama pun membuat persahabatan keduanya sampai seperti sekarang. Hoby balap liar seperti sekarang ini sudah mereka gila semenjak duduk di bangku sekolah menengah pertama hingga kini keduanya tumbuh dewasa bersama-sama dan kini menjadi wanita karir dengan gaji yang fantasis besar. Mereka mampun membeli mobil sport kesayangannya hingga keduanya sesekali melepaskan penat dengan cara kembali ke balapan liar. Kaysha mengenal Raymond Kim salah satu joki ternama di Korea Selatan yang dulu pernah menjadi lawan Kaysha hingga keduanya menjadi sahabat dekat. Namun sayang seribu sayang hoby Kaysha yang balap liar itu membuat seseorang ketakutan setengah mati. Hingga seseorang itu mengancam Kaysha untuk tidak pernah balapan liar lagi. Seseorang itu adalah Kim Woo yang menentang dengan hoby Kaysha dan sudah satu mobil spot kesayangan Kaysha menjadi korban Woo, di mana pria itu membakar habis hingga tak bersisa bila Kaysha kembali melakukan hoby liarnya tersebut. Woo tidak peduli, adik kesayanganya itu akan marah, murka padanya hingga memakinya. Pria bermata sipit itu tidak peduli karena Woo mengalami trauma dengan mobil sport. Bila Kaysha masih melanggar seperti sekarang ini, dia akan habis-habisan mendapat amukan dari Woo hingga menyita kembali mobil mereka berdua. “Apa kau yakin Yhang sudah tidur?” bisik Kaysha. “Sssstt… aman. Aku sudah kasih dia obat tidur,” jawab Jc dengan cengiran. Kaysha mendelik. “Jangan keseringan kamu kasih obat tidur. Bahaya!” “Ssssttt, yang penting aman. Let’s go,” ajak Jc untuk lekas keluar dari penthousenya. Itulah jahat Jc demi menghalalkan keinginanya dan rencananya untuk balapan liar. Bila kedua wanita di seberang sana tengah melancarkan aksinya namun berbeda dengan Woo di Seatlle sana tengah duduk di sebuah café ternama Bersama dengan Jamie dengan dua cangkir cofe. Maksud tujuan Woo mengajak sahabatanya itu untuk dating ke sini karena ingin membantu sahabatnya agar tidak terus memikirkan adik kesayanganya, Kasysha. Woo tau sikap dingin Jamie dan cueknya Jamie saat ini sudah di pastikan akan pria itu tengah ngambek padanya karena ia tidak kunjung memberitahukan di mana keberadaan adiknya itu. Woo sendiri pun bingung harus bagaimana. Posisi dirinya saat ini terjempit antara sahabat dan juga adik kesayanganya. Woo sudah berjanji pada Kaysha tidak akan memberitahukan pada Jamie di mana dia berada. “Sebenarnya ada apa kau mengajakku datang ke café ini hanya untuk diam diam-an seperti itu?” Woo mendengus lirih, netranya padangi Jamie. “Apa kau tidak akan memberitahukan keberadaan Kaysha?” sambung Jamie. “Jujur aku bingung, Jam?” Jamie mengeryit kening, memadangi wajah serius sahabatnya itu. “Bingung kenapa? Kau pasti tau bukan di mana wanita itu berada?” Woo mengangguk, dengan helaan napas dalam. Di arahkannya padangannya ke samping jendela tempat keduanya berada dengan pemandangan banyak orang yang berlalu lalang karena posisi café dekat dengan jalan. Kedua mata Woo membulat sempurna, ia tersentak kaget hanya melihat sebuat mobil sport yang baru saja melintas ke arahnya dan sialnya lagi. Mobil sport tersebut hendak terpakir di depan jendela di mana ia duduk. Nafasnya Woo mendadak memburu, pandanganya terfokus lurus ke depan. Woo panik, kedua tangannya mengepal kecang. Bayangan bayangan seseorang di dalam mobil spot itu menabrak hingga terguling berulang-ulang. Pria paruh baya berusia lebih dari setengah abad yang duduk tidak jauh dari tua nya pun langsung mendekat, ia tau dengan trauma yang dialami oleh tuannya itu. “Woo, hai… kau kenapa?” seru Jamie terkejut saat wajah Woo terlihat ketakutan. Pria paruh baya bernama Pak Song pun memerintahkan anak buahnya untuk meminta pemilik mobil sport tersebut tidak terparkir di dekat Woo berada. “Tuan…” “Yank…” lirih Woo. “Tenang tuan, tolong di minum dulu. Nona Yank baik-baik saja,” lirih Pak Song menenangkan Woo yang menatap dirinya dengan pandangan kosong. Woo menerima sebotol air mineral, ia pun lekas meminumnya bersamaan Jamie nampak bingung akan apa yang terjadi pada sahabatanya itu. Seumur dirinya kenal dengan pria kelahiran Seoul Korea itu, ia baru melihat pria itu ketakutan hanya melihat mobil spot. Padahal Jamie tau kalua dulu Woo pun mempunyai mobil sport yang seperti mobil yang kini sudah pergi dari hadapannya tersebut. “Kamu tidak apa-apa kan Woo?” “Hmmm…” Woo kembali ke alam sadarnya, ia menatap sejenak Jamie yang nampak panik pula dengan dirinya. “Sory Jam…” Woo menundukan pandangannya, ia kini lebih baik. “Serius kau baik-baik saja?” “Hmmm…” “Kenapa hanya melihat mobil sport saja kamu namppak ketakutan hah? Sebenarnya ada apa yang terjadi padamu Woo? Mengingat aku tau kamu pun mempunyai mobil sport seperti tadi?!” “Aku trauma.” Jamie mengerutkan kedua alisnya? “Trauma?” Woo mengangguk, sembari menghela napas dalam. Ia pandangi Pak Song dan meminta pria itu untuk mendekat padanya. “Tolong kamu chek bocah bandel itu. Apakah dia kambuh lagi penyakitnya?” Pak Song mengangguk ia pun lekas menghubungi anak buahnya di mana tuan nya selalu meminta anak buahnya mengikuti kemana bocah yang tuan nya itu maksud. “Maksud kamu siapa bocah itu?” “Hanya seseorang.” Ya hanya kata tadi yang semakin membuat Jamie penasaran. Tidak lama Pak Song datang dan membisikan sesuatu di telinga Woo. Jamie melihat hal itu, dan kesalnya pria yang terkenal dingin dan juga sikapnya yang arrogant. Pria itu sama sekali tidak pernah takut dengan hal apapun. Tapi ini? Jamie biasa melihat dengan jelas ekspresi wajah Woo terlihat marah ketika mendengarkan informasi yang entah apa. Benar benar membuat Jamie yang duduk saling behadapan itu semakin penasaran. *** “Hai, sudahlah jangan terus memasang wajah yang tak enak seperti itu!” ujarnya ketika pria itu masuk ke dalam ruangan Jamie. Jamie tersenyum sinis, netranya pandangi wajah sahabatnya yang kini nampak lebih tenang. Woo terlihat baik-baik saja ketika ia melihat sendiri dua hari lalu wajah tegang seorang Kim Woo. Pria itu kini terlihat tersenyum mengejek padanya dan juga bengis. “Semangatlah. Sudah jangan kau pikirkan si Kaysha terus,” sambung Woo seraya duduk di single sofa tanpa Jamie menyuruhnya masuk. Jamie membuang napas bersamaan bangun dari duduknya di kursi kebesaran. Ia menghampiri Woo dan duduk di sofa Panjang yang saling berhadapan. “Jujur aku menyesal. Aku menyesal dengan apa yang sudah aku lakukan. Seharusnya aku tidak berbuat seperti itu.” “Sebenarnya apa yang kau sudah perbuat pada Kaysha?” “Aku menciumnya,” jawab Jamie cepat. Woo terkekeh mendengarkan. “Pantas kau di tinggalkan!” “Bukannya itu biasa?” “Mungkin bagimu biasa, tapi tidak dengan Kaysha,” timpal Woo. “Apa dia tidak pernah berciuman dengan kekasihnya?” Woo lagi lagi menghembuskan napas berat. “Kecuali dengan pacarnya dia mau. Kalau dengan pria lain yang tidak ada hubungannya dia tidak akan mau!” Jamie diam menatap. “Dia wanita beda dari yang lain! Sebaiknya kamu lupakan dia dan carilah wanita lain,” usul Woo. “Ck! Kalau aku sudah biasa. Aku tidak akan sefrustrasi seperti ini!” Woo tersenyum miring. “Katakanlah di mana dia berada Woo. Please,” pinta Jamie memohon pada sahabatnya itu. Sebenarnya Woo pun kasihan pada sahabatnya yang memang wajahnya selalu kusut dan juga frustrasi. Apa lagi sebelum Woo masuk ke dalam ruangan Jamie. Ia bertemu dengan Cris. Wanita sekretarisnya itu pun mengatakan kalau sudah beberapa hari ini bos nya itu uring-uringan tidak jelas dan kadang marah. “Apa orang suruhanmu itu sampai sekarang ini belum menemukannya?” “Ck! Kalau orangku sudah mengetahui posisinya aku tidak akan memohon padamu, Kim Woo!” Jamie memang pengusahan suskes di kota ini dan anak buah pria itu pun banyak di mana mana. Bagi seorang pembisnis number satu di Seatlle itu pasti akan mudah untuk mencari seseorang yang ia cari itu. Tetapi pria itu kalah selangkah dengan Kaysha yang selalu pandangi melarikan diri. Jangan Jamie, ia sendiri pun kadang ketar ketir bila anak buahnya tidak memberitahukan atau melapor kepadanya setiap adiknya itu berada. Woo menarik sudut bibirnya ke samping, wajah tampanya itu menatap dengan tatapan meremehkan. “Kau tidak akan memberitahuku?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD