PAB12

2461 Words
Ya, Raymond benar. Bila tidak ada masalah yang belum terselesaikan dengan Mafia Italia tersebut. Tidak akan orang itu mencarinya. Tapi masalah apa yang belum terselesaikan di sini? Itu yang menjadi pertanyaan Kaysha saat ini. Sebenarnya ia pun mengingat-ingat kembali akan perisitiwa apa yang membuat ia di kejar oleh mafia tersebut, karena seingat Kaysha dulu dirinya pernah di culik. “Apa orang-orangmu terluka oleh anak buah Torricellie?” tanya Kaysha dengan helaan napas. “Tidak. Mereka sama sekali tidak melukai aku dan juga anak buahku. Mereka hanya mengancam saja, itu pun sepertinya hanya sebuah ancaman untuk menggeretak kami saja.” Raymond menyesap kembali wine nya. “Maafkan aku Ray, karena aku kamu menjadi imbasnya.” Raymond tersenyum lebar sembari menatap Kaysha. “Kamu tidak salah di sini, kenapa harus meminta maaf. Mungkin dulu karena pria itu mengenalnya aku adalah temanmu. Jadi dia tentunya mencari keberadaan teman-teman yang pernah dekat denganmu.” Kaysha mengangguk paham. “Sebenarnya di sini akulah yang salah. Karena akulah yang mengajakmu pergi ke arena balap liar itu. Seandainya kamu tidak ikut balap liar dengan lawan ternyata seorang mafia, mungkin kamu tidak menjadi target pria itu.” Raymond menjeda, meski bibirnya tak henti mengulum senyum. “Dan maafkan aku yang dulu tak bias menyelamatkanmu dari puluhan orang membawamu ketika dulu kita berlibur ke Italia.” “Santai lah. Itu sudah lama juga dan kamu sudah beberapa kali juga meminta maaf padaku,” balas Kaysha. Itu lah hal yang membuat Kaysha menjadi seperti ini. “Dan masalah anak buah Torricellie, sudah jangan kamu pikirkan karena mereka tidak berbuat yang tidak-tidak. "Tapi di sini aku hanya ingin kamu berhati-hati, takutnya dia berbuat yang tidak-tidak lagi seperti waktu lima tahun yang lalu,” sambung Raymond dan itu yang saat ini menjadi pikiran pria berusia tiga puluh dua tahun. “Kamu juga jangan mencemaskan aku karena banyak orang yang menjagaku. Apa kau tidak melihat bagaimana Woo menjagaku dengan begitu ketat hingga sampai kemari?” ujar Kaysha menjukan senyuman lebar. Ray membalikan badan dan menatap di sekeliling rumahnya. Ia baru tersadar kalau saat ini terlihat ada beberapa orang yang berlalu lalang di depan pintu gerbang rumahnya dan sesekali orang itu melirik ke arahnya di mana ia dan Kaysha berdiri dan mengobrol di pagar kayu balkon rumahnya. Rumah dirinya yang terpencil di dekat laut dan selalu sepi karena tidak akan ada orang-orang yang datang ke tempat tersebut. Namun ini? Ray tak percaya kalau Kaysha bisa sejeli itu dengan orang-orang yang di utus oleh Woo untuk mengawasi wanita kesayangannya itu padahal Kaysha bukan siapa-siapa Woo. Tapi orang kaya number tiga di Korea itu begitu sangat sayangnya hingga menjaganya Kaysha sampai seperti ini? “Kenapa kamu bisa tau Kay?” “Sebenarnya aku sudah telupa dengan kebiasaan Woo. Tapi saat semalam aku baru tersadar saat Yhang mengingatkan aku akan orang-orang utusan Woo yang menjagaku. "Bila aku ada apa-apa pasti orang-orang itu akan menyelamatkanku. Jadi kamu tak usah khawatirkan akan hal itu Ray. Malah saat ini aku khawatir padamu di mana orang-orang Torricellie pasti akan datang kemari untuk bertanya lagi tentang diriku." “Doa kan saja, semoga tidak terjadi apa-apa,” ucap Raymond dengan kekehan. “Amin.” “Ohh ya. Apa kamu sudah tau kabar kalau ayah mafia itu meninggal dunia?” Kaysha mendelik, kaget. “Tidak. Kapan?” “Kalau tidak salah, kejadianya sama saat kamu di culik itu. Sudah lama sekali sih lima tahun lebih ini. Itu pun aku baru bulan-bulan lalu mendengar dari Joe kabar meninggalnya ayah dari mafia tersebut.” Kaysha mengangguk pelan, ia mengenal dengan Joe sahabat Raymond yang berasal dari Venice Italia tersebut di mana di sana lah ia bertemu dengan Mafia Italia tersebut. “Dan saat ini yang aku dengar dari Joe, setelah ayahnya meninggal dunia. Dia pindah ke Washington untuk mengurus bisnis keluarganya,” sambung Raymond. Kaysha kembali mendelik dan bergumam di dalam hati. ‘Jadi saat ini mafia itu dekat denganku dan aku tidak menyadari akan hal itu?’ “Ohh ya. Sudah lama sekali aku ingin bertanya padamu. Bagaimana kamu bisa melarikan diri dari sekapan musuh si Torricellie? "Karena pada saat itu Torricellie ternyata di serang dan terluka bersamaan dengan ayahnya yang meninggal di tempat.” Kaysha kaget. Daddanya bergemuruh seraya bayangan saat lima tahun yang lalu itu ada di depan matanya seraya mengingatkan dirinya. “Aku hanya mengingat ada seseorang yang entah siapa yang menyelamatkan ku dari sekapan itu. Seseorang yang menyerupai bayangan yang aku—” Kaysha memegang kepalanya dengan kedua tangannya. Kepalanya berdenyut nyeri bersamaan sekilas peristiwa menyentakan ingatannya. “Aaaahh….” Raymond mendekat dan memegang bahu Kaysha dengan kedua tangannya di sini kanan dan kiri. “Kamu tidak apa-apa kan? Hay kenapa?” “Sakit Ray—” “Sudah jangan kamu ingat lagi dan jangan pernah memaksakan untuk mengingat kejadian tersebut,” ucap Raymond panik. Ia tidak tau apa yang terjadi dengan sahabatnya ini, tapi sepertinya kejadian lima tahun ini seolah terlupana oleh Kaysha. Raymond membawa Kaysha untuk duduk, wanita itu masih memegang kepalanya. “Minumlah lebih dulu,” pinta Raymond memberikan sebotol air minum pada Kaysha. Kaysha menarik napas Panjang lalu menghembuskan pelahan. Ia meminum air yang Raymond berikan dengan mencoba untuk tidak lagi mengingat apa yang sebenarnya pernah terjadi padanya saat lima tahun yang lalu itu? Hening… Raymond masih duduk di samping Kaysha dengan tidak berbicara akan peristiwa lima tahun yang lalu itu meski sebenarnya Raymond masih penasaran. Kaysha meraih dompetnya dan mengambil sesuatu di dalamnya. Ia memberikan pada Raymond barangkali pria itu bisa menjelaskan kenapa foto ini ada pada Jamie Grey. Apa pria itu dulu ada di kejadian lima tahun yang lalu itu? “Apa kamu mengingat hal ini?” Raymond mengamati foto yang hanya menampakan bagian wanita tersebut. “Aku ingat.” “Ini bukannya saat kita berlibur di Italia? Di mana kita tengah melihat pertandingan F1 bukan?” Raymond mengangguk membenarkan karena posisi foto Kaysha memang sedang duduk di deretan kursi di mana mereka datang ke sana untuk menyaksikan pembalapa kesukaan mereka tengah bertanding di Italia. “Kenapa hanya ada foto dirimu saja? Bukannya di samping kanan mu itu Jay dan samping kirimu Joe?” Kaysha mengangguk karena ia masih mengingat akan kejadian tersebut. “Siapa yang diam-diam mengambil fotomu?” Kaysha menggeleng tidak tau siapa yang sudah mengambil foto dirinya secara diam-diam. “Kalau aku tau pun mungkin aku tidak akan pernah menanyakan hal ini.” “Lalu kamu mendapatkan foto mu ini dari mana?” “Jamie!” Raymond mengeryit kening dalam, lalu melirik ke arah Kaysha. “Jamie?” “Ya. James Nicholas Grey, pengusaha sukses yang terkenal di Seattle Amerika. Apa kamu mengenal pria itu? Aku menemukan foto ini di dompet pria itu?” “Apa kamu sudah bertemu dengan Jamie Grey?” tanya Raymond penasaran. “Ya.” Raymond menghembuskan napas. ‘Ternyata pria itu sudah lebih dulu menemukan Kaysha,’ batin Raymond. “Apa dia melukaimu?” “Apa pria itu ada hubungannya dengan kejadian lima tahun yang lalu?” Bukannya menjawab. Kaysha malah balik bertanya pada Raymond. Raymond mengangguk pelan. “Ya,” jawab Raymond singkat. Kaysha diam seraya berpikir sembari mengingat ingat akan apa yang dulu pernah terjadi. “Kalau kamu mengingat dengan Torricellie, lalu kenapa kamu tidak ingat dengan Jamie Grey?” “Apa pria itu pun ada di saat kejadian lima tahun yang lalu?” Kaysha semakin penasaran akan apa yang sudah terjadi pada dirinya, kenapa dia tidak mengingat dengan Jamie Grey bila pria itu dulu pernah bertemu dengannya sebelum ini. “Yang aku tau, pria itu pun mendekatimu di saat Torricellie pun mengejarmu. Entah apa hubunganmu dengan Jamie Grey. "Aku tidak tau. Apa kamu mengalami amnesia? Kenapa kamu tidak ingat dengan kejadian lima tahun yang lalu. Di mana kini kedua pria itu saat ini sudah menemukanmu lebih dulu?” “Aku sama sekali tidak ingat dengan Jamie, Ray. Sama sekali aku tidak ingat. Aku hanya mengingat Mafia yang menyebalkan. Hanya itu saja! Apa kamu bisa menceritakannya?” “Jujur aku tidak tau pastinya karena aku hanya bertemu dengan pria itu hanya sekali saat pria itu datang ke rumah Joe dan mengobrol dengannya. "Kalau kamu penasaran kenapa pria itu menyimpan fotomu dan juga ada apa hubunganmu dengan Jamie lima tahun yang lalu. Kenapa kamu tidak bertanya langsung pada orangnya?” saran Raymond pada Kaysha. “Ya kalau kamu nggak mau bertanya pada Jamie, setidaknya pada Mafia itu.” “Apa tidak ada orang yang bisa aku tanyakan dengan kejadian lima tahun yang lalu? Kenapa aku bisa berurusana dengan kedua pria yang menyebalkan itu?” Raymond mengkendikan bahunya tidak tau. “Mungkin Jc bisa membantumu untuk mengingat peristiwa apa saja yang dulu pernah terjadi di mana ada kedua pria itu,” usul Raymond, meski hanya secuil yang mungkin wanita itu mengetahuinya. Kaysha mengangguk. “Aku yakin kamu sekarang sudah lebih baik dan aku yakin kamu bisa membuat mafia kejam itu kini lebih jinak lagi. "Dulu saja kamu bisa membuat seorang putra tunggal keluarga Kim yang berengsek suka menindas menjadi pria baik. Kenapa tidak dengan mafia kejam itu?” Ray tertawa kecil seraya meledek Kaysha yang tidak tau bagaimana kejadian yang sebenarnya pada Mafia tersebut dan juga pada Jamie. Kalau masalah Woo, Kaysha masih ingat sebagaimana dulu pria itu selalu menindas dirinya dengan sikap arogansinya. Tapi lambat laun Woo bisa berubah baik ketika pria itu mendekatinya lebih dulu dan meminta dirinya menjadi temannya hingga sampai sekarang perteman mereka masih terjalin hingga keduanya sudah seperti saudara dan Woo menganggap Kaysha sebagai adiknya sendiri. Raymond jelas lebih tau perjalanan perteman Woo Bersama dengan Kaysha. Kaysha tersenyum lebar saat mengenal masa lalu saat dirinya bertemu dengan seorang putra tunggal pewaris keluarga Kim. Delapa tahun yang lalu, saat Kaysha berumur lima belas tahun. Wanita cantik dan juga cerdas kelahiran Bandung—indonesia itu, mendapatkan beasiswa di Seoul Korea Selatan. Saat itu Kaysha masuk ke salah satu universitas ternama di Seoul dan mengambil jurusan kedokteran. Namun satu universitas besar tersebut mempertemukan Kaysha dan Kim Woo di mana pria tersebut adalah salah satu anak rector. Hanya ketidak sengajaan Kaysha menumpahkan secangkir kopi di baju yang di kenakan Woo. Membuat pria dingin dan tidak punya hati itu mengubah kehidupannya sampai membuat Kaysha menjadi bulan-bulanan kejahilan Woo untuk mendepak Kaysha dari kampus tersebut. Kaysha di perlakukan bak mainannya yang sampai berbulan-bulan masih betah dan bersikeras tidak meninggalkan kampus tersebut. Membuat Woo semakin penasaran pada wanita kuat tersebut. Tingkahnya yang sombong namun tidak sebanding dengan otaknya yang dangkal dan jauh darinya. Woo lebih suka mengusili teman-temannya, menindas orang yang menentang padanya. Padahal Kaysha beda jurusan dengan Woo tapi pria itu tak henti menindasnya. Suatu hari itu Woo membuat lelucon dengan wanita tangguh itu, karena setiap aksinya Kaysha selalu bisa lolos. Woo kehabisan akal bagaimana membuat wanita itu menyerah. Dengan terang-terangan Woo melemparkan tubuh kecil tersebut ke dalam kolam renang. Lelucon itu malah membuat malapetakan bagi Woo di mana Kaysha hampir mati di kolam renang yang begitu dingin dan dia tidak bisa berenang dan alhasil, Woo sendiri pun yang menolongnya dan membawanya ke rumah sakit. Woo Hampir menangis darah saat dokter mengatakan wanita itu Koma setelah berhasil di selamatkan. Kejadian Woo yang hampir membunuh wanita tak berdosa itu. Sebulan lamanya di hantui dengan perasaan bersalah hingga tak kunjung Kaysha siuman. Namun saat Kaysha kembali siuman, wanita bernama lengkap Kaysha Feehilly itu dengan mudahnya memaafkan pria yang hampir membuatnya mati tersebut dan itu membuat Woo tidak percaya semudah itu Kaysha memaafkan perbuatanya selama ini. Melihat kebaikan Kaysha, hatinya pun ikut tergerak dan perlahan Woo sadar dan menjadi pria lebih baik sampai sekarang. “Kenapa tertawa?” “Kalau diingat lagi rasanya lucu saja.” Raymond mengangguk, ia pun tidak tau akan bertemu lagi dengan Kaysha di mana wanita itu lawan sengitnya di balapan liar dengan hadiah yang fantasis besarnya. “Kamu tidak apa?” “Aku sudah baikan.” Kaysha kembali bangun dari duduknya. Ia berdiri dan berjalan mendekati pagar kayu tersebut. Di pejamkan kedua matanya seraya menikmati hembusan angin laut yang begitu kencang. Ia memflashback kehidupannya yang begitu berat dan rumit tersebut. Namun saat ia menjalani dengan sabar dan juga ikhlas, Kaysha mampu sampai di titik seperti sekarang ini. Pemandangan hamparan laut biru dengan deburan suara ombak, netranya mengarahkan pada orang-orang yang masih betah berada di depan sana. “Oh ya kamu ke sini nak apaan? Bukannya mobil kesayanganmu di simpan di sini?” Raymond tidak melihat wanita itu datang menggunakan kendaraan saat berkunjung ke rumahnya. “Aku naik taxi ke sini. Aku kira dengan meninggalkan kendaraanku di parkiran biasa akan bisa mengelabui dari orang-orang utusan Woo itu, tapi nyatanya—” Raymond terkekeh mendengarkan hal itu. “Aku risih selalu di ikuti.” Pastinya. “Kenapa kamu tidak membawa mobil lain? Secara saat ini kamu sudah di katakana lebih dari cukup dengan prestasimu saat ini. "Kamu wanita yang cerdas dan juga mempunyai segalanya. Hidupmu mudah di mana adanya uang yang berlimpah dan tidak seperti dulu kamu harus mengorbankan nyawamu dengan balapan liar untuk mencari uang untuk biaya hidupmu di negara orang.” Sedikitnya Raymond tau bagaimana kehidupan Kaysha saat wanita itu tinggal di Seoul. Kaysha berasal dari keluarga cukup berada. Namun, kenapa wanita itu sampai nekad pergi sekolah jauh di mana wanita itu mendapatkan beasiwa dan meninggalkan keluarganya, hingga hidup melarat dan kesusahan di negara orang. Itu salah satunya karena wanita kuat itu anak dari keluarga broken home. Tidak ingin mendengarkan permasalahan kedua orang tuanya yang sering bertengkar karena sang ayah memiliki wanita lain. Ia memutuskan untuk pergi jauh dan tidak ingin mendengar apapun lagi. Hingga di saat kesusahan dengan biaya kuliah yang mahal dan juga biaya praktek yang harus Kaysha jalani. Tak membuat wanita itu meminta pada kedua orang tuanya, dia justru mencari banyak pekerjaan partime demi mencukupi kebutuhannya di negara orang. Kedua mata Kaysha basah, meski bibirnya menyunggingkan senyuman. “Sayangnya, semua yang aku miliki tidak bisa membuat ibuku kembali.” Raymond diam, ia tau dengan apa yang Kaysha bicarakan. “Meski saat ini hidupku berkecukupan. Aku tidak bahagia.” Kaysha menghapus air mata yang sejak kapan jatuh di pipinya. Ia pun tak ingin mengingat masa lalunya dan tersenyum untuk menyenyahkan meski tak segampang dengan rasa pahit dan juga luka yang begitu dalam ini. “Aku hanya ingin bisa hidup tenang seperti dulu. Tidak ada orang yang mengawasiku seperti ini yang dia lakukan padaku. Bila boleh aku jujur padamu. Aku jujur ada hati yang tak terima aku di perlakukan seperti seorang tahanan seperti ini.” “Hidupku tidak bebas seperti dulu. Hingga ingin mengendari mobil impian pun di cekal keras. Hingga mobil impianku itu yang susah payah aku mengumpukan dengan keringat bercucuran ini begitu saja di bakar dengan mudahnya.” “Kamu masih memikirkan Woo?” Kaysha mengangguk. “Aku pikir kamu memikirkan Mafia Italia itu yang tengah mencarimu. Aku tidak percaya kamu berpikiran lain dan masih teringat dengan mobilmu itu. “Astaga. Aku tidak percaya kalau kamu mencemaskan mobilmu ketahuan sama Woo lagi ketimbang nyawamu Kay?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD