BAB 1

1190 Words
Aku tidak ingat sudah berapa lama aku duduk ditepi ranjang, yang aku tahu, di luar sana matahari sudah mulai naik. Aku kembali meletakkan tongkat mataku di belakang pintu dengan fikiran yang masih tidak aku tahu akan berlabuh dimana. Pandanganku menyapu ruangan, menyingkap tirai jendela dan membukanya sedikit agar udara segar menyapu kamarku yang tak ber-ac, rumahnya sederhana. Tidak megah namun cukup untuk keluarga kecil ini tinggal, hanya satu lantai dengan 3 kamar tidur dan 1 kamar mandi di dekat dapur yang bersebelahan dengan ruang makan sekitar 6x6 meter persegi, dilengkapi cat putih s**u yang terkelupas di beberapa tempat membuat kesan tersendiri untukku. Langit tak secerah hari kemarin, tumpukan air di awan membuat langit semakin gelap. Tubuhku reflek sedikit menciut, aku mengalihkan pandanganku. Kembali mematut wajahku di depan cermin berukuran cukup besar dengan beberapa makeup tergeletak di sana yang aku tidak tahu fungsinya per wadah untuk apa. Menilik dan tak sabar memastikan se-identik apakah aku dengan Sehila? Dia bilang kita sangat mirip. Memang kita sering video call sebelumnya, tapi tetap saja rasanya berbeda jika bertemu langsung, bukan? Tidak mungkin, jangan pernah berfikiran aku dengannya kembaran yang terbuang seperti di filem sinetron yang sering kamu tonton, ini jelas berbeda. Dengan ragu lenganku mengulur meraih amplop berwarna biru tua disana. Eh, kemarin belum ada? Di bagian kanan atasnya ada sebuah nama yang 2 hari ini menghilang. Aku berjanji akan menuntut balas kepadanya karena meninggalkan aku setelah operasi lusa kemarin. Setelah operasi selesai, Sehila bahkan tidak datang. Dia hanya menggenggam tanganku sampai decit pintu operasi tertutup, fikiranku kosong saat sebuah lampu membuat terang kelopak mataku dan meredup kembali saat aku merasakan seekor semut masuk dan menggigit bagian atas lengan kiriku. Yang aku lihat hanya Bibi Tina dan Nopal yang tersenyum getir menatapku yang sudah mampu membalas tatapannya. Kami melakukan panggilan video 4 hari lalu dengan aku yang terus memakinya, sialnya dia hanya menanggapiku dengan tertawa bersama nafas yang terdengar tidak beraturan. Dia masih senang mengejekku, hm. Terdengar seperti sebuah moodboosternya. Aku memang sedikit aneh dengan pakaiannya, apalagi dengan selang infus dan wajahnya yang memucat. Dengan entangnya dia mengatakan. "Ih apaan sih woy, gue ini abis praktek buat adek-adek kelas yang comel biar mereka tertarik masuk organisasi PMR, udah mendalami kan ya? Mirip orang sakit beneran. Bhahaha." Iya, kami menertawakannya bersama karena memang dia terlihat seperti pasien rumah sakit. Payahnya aku tidak curiga sedikitpun saat dia mengatakan hal itu, padahal hatiku terus mengatakan ada yang salah disini. Nopal yang di sebelahku malam itu malah diam saja, garis wajahnya tidak berubah sama sekali. Hilih, sok iceboy banget kayak di novel novel teenfiction yang sering aku baca, padahal b****k. Lengan kananku terangkat memijat pelipis yang terasa sedikit berdenyut sekalian membenarkan posisi duduk, membuat bantal yang menumpu handphone di atas pahaku berbalik jatuh. Sehila berteriak disana, "EH, EH. MATI LAMP-" "Hey, anyohaseo." Timpalku dengan kedua jari terangkat menekan pipi kanan dan mata terpejam. Oh, jangan lupakan cengiranku yang lebar, sangat lebar hingga pipiku terasa menjepit kelopak mata dan cukup membuatnya mengomel belasan detik disana. Sudah cukup puas dengan omelannya, Sehila melipat tangannya didepan d**a. "Kirain bakal muncul poweranger warna kuning, huh!" Kami masih berbincang, saat Nopal bangkit dan menghampiri suster yang membawa nampan makanan diambang pintu. Dia melirikku sebentar, aku mengangguk dan mengakhiri telepon kami dengan sisa tawaku yang masih belum berakhir. Seingatku itu telepon terakhir, semakin kesini kita hanya saling bertukar pesan di w******p saja. Itupun mulai sering absen. "Gue gak suka ih makanan Rumah Sakit, gada rasa." Buka Nopal tanpa aku tanya sekalipun. Aku menatapnya sedikit degan ekor mataku, "Ya kan lo punya darah tinggi, pal. ya gaboleh konsumsi garam banyak-banyak. Apalagi batas maksimumnya kan cuma 6 gram, Dan lo punya darah tinggi? ya pantes makanannya anyep kek idup lu. Flat. Gada rasa." Nopal kembali menarik lenganya setelah puas menjitaki kepalaku, sakit. Anak pintar. "Lagian aneh, masi muda dah darah tinggi. Mikirin apa sih idup lo? utang bang emok atau nafkah buat sugar baby?" Dan yang aku dengar hanya helaan nafas berat Nopal tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Kayaknya ni anak emang nyeremin, sih. Aku fikir setelah menggelap, aku pun akan ikut lenyap dari dunia ini setelahnya, bersama Abi, Uma dan Kak Rahma yang meninggalkanku di kecelakaan 2 tahun lalu. Tapi ternyata tidak, Tuhan masih ingin memberiku beberapa kejutan rupanya. Perekat surat itu sudah aku buka separuh, hingga aku tiba-tiba di kejutkan dengan ketukan pintu. Sial, tubuhku bahkan sampai menegang dan menjadi gugup seketika. Sungguh, aku belum terbiasa. "i-iya, m-ma mama, aku segera ke bawah." Aku kembali menatap cermin, merapikan seragamku dan melonggarkan dasi yang terasa sedikit mencekik. Keep on smilling, jangan ada tangis hari ini:') Semoga hari nyonya Amel menyenangkan, xixi. Aku kembali tersenyum simpul saat lagi-lagi tulisan di cermin itu aku baca, seperti kertas ucapan selamat pagi di balik tirai jendela dan ucapan semangat belajar di depan rak buku. Aku harap memang hari ini akan menyenangkan, Hil. Semoga saja. Persis seperti yang pernah kamu ceritakan sebelumnya dengan antusias seperti tak membiarkan hidungmu menghirup nafas barang sebentar. Dengan tergesa-gesa, aku bergegas mengambil tas milik Sehila setelah mengusap ujung mataku yang terasa sedikit ber-air. Memakai jam tangan yang selalu ia kenakan dan mengepang rambut persis seperti dirinya, semua sudah ia persiapkan dengan baik, pakaian hingga rak yang sudah dipenuhi beberapa novel incaranku saat dia mengetahui aku suka membaca sebelumnya, beberapa belum sempat aku baca karena harganya yang cukup menguras isi celengan kodokku. Ditambah minat bacaku yang hampir lenyap karena buta sebelumnya. Terimakasih, nak. "Pagi, ma." Sapaku dengan berlari kecil menghampirinya basa-basi. Dia berlalu mengecup puncak kepalaku dengan menyodorkan sepiring nasi goreng dengan telur di atasnya. "Pagi, sayang." Anggap saja aku sedikit aneh. Karena sistem imunitas tubuhku bereaksi secara berlebihan terhadap telur, entah itu telur ayam, bebek, asin. Semua telur. Atau makanan yang mengandung telur yang sebenarnya gak bahaya bagi tubuhku sama sekali. Huft, beruntung hanya telur, bukan seluruh makanan ber protein. Marisa menatapku aneh, melirik telurku yang masih utuh tak tersentuh, dari kerutan wajahnya aku bisa menebak dia sedang bingung. Tanpa pikir panjang dan tak ingin membuatnya curiga, aku melahap telur itu ragu dengan sekali lahapan, menelan tanpa mengunyahnya dengan di dorong air. Hari pertamaku harus berjalan sukses. Tubuhku bergidik tiba-tiba setelahnya, sangat menjijikkan, fikirku setelah merasa sedikit aneh dan mengontrol ekspresiku mati-matian agar tak terlihat sedang menahan muntah. Aku masih melahap sisa nasi gorengku saat seseorang berdiri di ambang pintu, Marisa mempersilakannya masuk dan dia duduk di sebelahku begitu saja. Siapa? Fikirku menatapnya aneh. Dasi yang masih ia genggam dengan kancing baju atas yang terbuka, tersenyum menyapa kami dengan riang. Perempuan ini gila atau i***t? Terus tersenyum begitu malah membuatku takut sendiri. Gadis yang aku belum tau namanya ini masih sibuk berbincang dengan Marisa seperti halnya kawan lama tak jumpa, saat pintu salah satu ruangan di belakangku ikut terbuka, aku memutar kepalaku 90 derajat melihat ada apa. Pandanganku menatapnya aneh, dia balik menatapku lembut dan berubah dingin layaknya musuh saat Marisa memintanya makan bersama, apa lagi sih? Aku tidak faham, sekali waktu aku menanyakannya, dia hanya mengatakan Marisa itu wanita jahat dan garis keras dia memerintahku menjaga jarak dengannya. Aku hanya mengangguk, bingung juga merespon apalagi. Nopal pasti punya alasan sendiri memintaku demikian. Nanti, esok atau lusa kapanpun toh aku akan mengetahuinya juga. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD