Tantangan

1304 Words
Siang hari sepulang sekolah. Lintang  duduk tenang di tempat teduh, menunggu Abimanyu latihan sepak bola sampai selesai. Sesekali gadis itu merasa kesal dan mengeluarkan mantra ajaibnya karena merasa perrmainan tim Abimanyu sangat tidak sesuai dengan harapannya. Tahukan, mantra ajaib Lintang yang mana? Yang mana lagi kalau bukan kata-kata umpatan khas Arek Suroboyo. Sudah begitu cara ngomongnya medok pula. Sungguh jika kalian mendengarnya yang ada malah geli bukannya jengkel dengan cara bicara Lintang. Priit. Suara peluit dibunyikan Pak Deni selaku pelatih, meminta anak didiknya istirahat sebentar. Abimanyu berlari cepat menghampiri Lintang. Gadis itu dengan cekatan menyiapkan air putih agar bisa segera diminum kekasihnya. “Makasi, Beb.” Abimanyu menerima botol plasik merk terkenal berisi air putih berukuran satu liter dari tangan Lintang. Lintang tersenyum membalas ucapan terima kasih Abimanyu. “Bi, kenapa sih? Permainan tim kamu soak gitu?” tanya Lintang dengan kesal. “Nurut kamu, gitu?” Tatap Abimanyu dengan keheranan kepada Lintang. “Iya.” Angguk Lintang. “harusnya tuh – “ Lintang menjeda kalimatnya, gadis itu mengeluarkan alat tulis dan kertas yang biasa ia gunakan untuk corat coret hitungan matematika. Jurusan IPS bukan berarti bebas dari pelajaran killer tersebut. Walaupun dengan grade yang lebih rendah dibanding anak IPA. “Nih ya, harusnya kamu sebagai kapten bisa membagi formasi pemain lebih baik,” Lintang menggambar lapangan bola sekaligus strategi lain yang bisa digunakan Abimanyu. Yupz, posisi Abimanyu yang semula hanya sebagai sweeper. Namun, kali ini ia terpilih sebagai  kapten tim di club sepak bola menjelang pekan olah raga. “Tadi kamu pake formasi 4-2-4, kan?” Lintang menatap kekasihnya. Abimanyu mengangguk masih dengan rasa keheranannya, karena selama ini yang ia tahu Lintang hanya menyukai permainan sepak bola bukan semua tentang olah raga tersebut. “Nah, coba ubah deh pake yang 4-2-3-1,” urai Lintang. Tangan mungilnya mulai menggambarkan strategi formasi pertahanan tersebut. “Tim kalian akan lebih mudah mengontrol bola, karena ada satu pemain yang masih di belakang.” Lintang menuliskan nama-nama tim kesebelasan Abimanyu. “Nih, sepertinya mereka cocok di posisi tersebut.” Lintang menyerahkan kertas tersebut kepada Abimanyu. Abimanyu masih dalam mode bengong menatap kertas tersebut, ada rasa tidak percaya dengan semua yang diucapkan Lintang. ‘Bagaimana bisa gadis secantik ini, bisa mengatur strategi?’ gumamnya dalam hati. Hai, Abi jangan terlalu kaget. Karena hubungan kalian masih seumur tunas. Kamu belum benar-benar tahu siapa kekasih kamu. Coba jika kamu tahu siapa Lintang sebenarnya? Dipastikan kamu melongo. Suara peluit kembali terdengar. Penanda waktu break selesai.  Abimanyu kembali ke lapangan, setelah menghadiahi kecupan di kening Lintang. Gadis itu hanya nyengir diperlakukan manis Abimanyu. Kertas dari Lintang sementara ia simpan dikantong celana. Rencananya sih, setelah latihan ia diskusikan dengan Pak Deni selaku pelatih dan teman-temannya yang lain. Tim Abimanyu masih bermain dengan pola yang sama. Lintang dari tempatnya hanya bisa gedek. Diarahkannya kamera ke lapangan. Diambilnya beberapa pose gerakan saat tim Abimanyu mulai memainkan bola. *** Setelah tim Abimanyu selesai latihan, Lintang berinisiatif mendekat ke Pak Deni. Pelatih sekaligus guru PJOK-nya. “Pak Den!” sapa Lintang ramah. “Eh, Lintang. Masih di sini?” tanya Pak Deni keheranan. “Iyalah Pak. Kan, nungguin pacar,” goda Ipung tanpa filter di depan Pak Deni. Auto Pak Deni terkekeh pelan mendengarnya, sedangkan Lintang seperti salah tingkah di depan gurunya. “Udah gak pa-pa, Lin. Santuy aja,” ucap Pak Deni mendinginkan suasana otak Lintang yang sudah panas karena ucapan Ipung. “Yang penting jaga. Pacarannya jangan kebablasan,” nasehat Pak Deni yang diangguki Lintang sedangkan Abimanyu yang ada di belakang pelatihnya tersebut tersenyum melirik kea rah Lintang. “Ada apa nih? Kok nyamperin, Bapak?” tanya Pak Deni to the poin karena tidak mungkin gadis itu menemuinya jika tidak ada maksud dan tujuan. “Gini, Pak – “ Lintang menjelaskan maksudnya kepada Pak Deni. “Pak, saya beberapa kali menyaksikan latihan, tapi belum pernah melihat ada perubahan posisi. Karena menurut saya, Ipung ini memiliki kemampuan lari yang cepat, dia bisa jadi pemain belakang. Lalu – “ Lintang menyebutkan satu per satu nama tim Abimanyu lainnya. Pak Deni yang mendengarkan hanya bisa manggut-manggut, terkagum-kagum dengan kemampuan analisa Lintang. “Bagus sih, usul kamu. Nanti akan coba Bapak bicarakan dengan yang lain,” ucap pak Deni tergugu. “Jangan langsung percaya, Pak. Lintang, kan cewek mana ngerti dia urusan bola.” Suara seorang cowok yang ia tahu bernama Reza tiba-tiba memutuskan percakapannya dengan Pak Deni. “Maksud kamu, apa?” seru Lintang tidak terima karena merasa disepelakan. “Elo tuh cewek, urusan elo cukup di dapur, deh. Gak perlu sok ngurusin sepak bola yang gak elo tahu apapun,” jawab Reza dengan ketus. Rahang Lintang mengeras seketika, kedua tangannya mengepal menahan dadanya yang sesak karena terus disudutkan atas nama gender. Abimanyu yang menyadari kekasihnya kesulitan segera mendatangi dan menggenggam tangannya. Menenangkan gadis cantik yang wajahnya mulai memerah menahan amarah karena ulah salah satu anggota timnya. “Rez, aku gak suka ya, kamu memperlakukan Lintang kayak gini!” ujar Abimanyu menahan emosinya, tidak terima dengan sikap Reza yang arogan. “Bela terus.  Pacar, kan!” Reza tetap tidak mau kalah. “Pak, ini. Ada catatan dari Lintang, maaf baru saya sampaikan sekarang. Karena tadi kita sibuk latihan,” ucap Abimanyu menyesal  dan mengabaikan Reza sementara waktu. Pak Deni menerima kertas dari Abimanyu dan membaca apa yang Lintang gambarkan. “Persis seperti yang tadi dia ucapkan,” gumam Pak Deni.  “Rez, kamu tidak tahu apapun tentang Lintang. Jadi, jangan berkomentar apapun tentang Lintang,” Abimanyu menlanjutkan ancaman pada Reza. “Ini Pak.” Lintang menyodorkan beberapa gambar di kameranya. “Ini yang saya maksud. Dasar darimana dan bagaimana saya bisa menentukan posisi mereka yang tepat dimana,” urai Lintang dengan lantang di dengarkan seluruh tim Abimanyu tanpa kecuali. Tidak sedikit dari mereka yang kagum. Namun, yang mencibir juga tidak sedikit. Rata-rata mereka menyepelekan Lintang karena status gender. Padahal tidak ada yang salah antara gender dengan hobi, bagi Lintang tidak ada kaitannya. Apalagi yang namanya kesetaraan gender sekarang sudah bukan lagi hal asing. “saya tidak yakin, Pak.” Reza mengangkat tangannya saat Pak Deni tampak mengagumi dan bersiap menyetujui semua analisa Lintang. “Ini bukan saatnya yakin atau tidak yakin. Tapi saya malah baru menyadari ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari kalian yang tersorot Lintang. Formasi yang tadi ditawarkan Lintang juga tidak ada salahnya. Selain itu next kita bisa mencoba formasi-formasi yang lain saat latihan.” Pak Deni berusaha menengahi keras kepalanya Reza kepada Lintang. Sosok Reza awalanya adalah salah satu kandidat kapten tim. Namun, sifat asli Reza semakin hari semakin terlihat sangat arogan sehingga jabatan kapten tim diserahkan kepada Abimanyu dan Ipung sebagai cadangan. “Tapi saya masih belum terima. Karena ide tersebut dari cewek,” tukas Reza auto menjadikan beberapa orang yang ada di sana terbelalak kaget. “What?” pekik hampir seluruh yang hadir. “Iya, tidak pantas seorang perempuan mengurusi sepak bola. Urus saja urusan perempuan,” sahut Reza. “Heloo …, ini abad 21, Bung! Tidak semua perempuan itu cuma bisa di dapur,” bantah Lintang. “Sekali tidak, tetap tidak!” putus Reza. “Lalu seandainya aku benar-benar bisa melakukan apa yang biasa kalian lakukan, bagaimana?” tantang Lintang karena kesal. “Kalo elo bisa, gue bakal bertekuk lutut di kaki elo!” Sombong Reza. “Reza – “ pekik Pak Deni tidak percaya dengan kesombongan anak didiknya itu. Pak Deni pun sebagai guru sebetulnya penasaran, bagaimana seorang Lintang memiliki kemampuan analisa lapangan begitu telitinya. Namun, guru muda itu hanya bisa menyimpan sebagai bahan penyelidikan. Mode detektif diaktifkan oleh Pak Guru dua puluh enam tahun ini. “saya tidak takut. Katakana apa yang kamu inginkan!” tantang Lintang dengan emosi. “Beb, – “ “Lintang, – “ Pekikan Pak Deni dan Abimanyu hampir bersamaan mendengar Lintang malah menanggapi tantangan Reza. “lawan aku di ole ole, lusa!” Tatap Reza dengan tajam. “Tantangan diterima.” Lintang  membalas tajam tatapan Reza. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD