Gelisah

1194 Words
Jumat siang pulang sekolah, Lintang terlihat gelisah di koridor utama sekolahnya. Hari ini genap dua pekan ia masuk di Sekolah Menengah Atas. Belum banyak teman yang ia kenal. Termasuk Abimanyu. Lebih tepatnya kejadian ini terjadi setahun yang lalu. Sehingga yang ada ia duduk sendiri menunggu seseorang menjemputnya. Sungguh menyebalkan dan membosankan. Tanpa ada kawan yang bisa diajak berbicara. Sejak lima belas menit lalu Lintang menatap arloji dan menyalakan ponselnya berkali-kali yang mati sendiri karena tidak ada apapun yang masuk ke benda ajaibnya itu. Berulang-ulang ia seperti menghubungi seseorang namun tidak direspon. Sementara di sudut lain ruang tunggu, seorang cowok juga tengah merasakan kegelisahan. Sama seperti yang dirasakan Lintang. Ia juga berkali-kali melirik arlojinya seolah menunggu seseorang yang penting. Cowok itu terus menatap Lintang tanpa kedip. Seolah melihat bidadari. Tatapannya benar-benar lurus tanpa difilter. Beruntung Lintang tidak memperhatikannya. Lebih tepatnya dia tidak tahu kalau diperhatikan diam-diam oleh seseorang. Fokus Lintang hanya tertuju pada seseorang yang sibuk ia hubungi via ponselnya, tetapi tidak ada respon. Gadis itu menarik napas membuang napas tanpa jeda seolah mencoba menahan semua emosi yang hendak ia luapkan dengan bebas. Begitu ada sebuah innova putih berhenti di gerbang, kegelisahan Lintang seketika pudar berganti senyuman yang lebar. “Lama banget sih lo, Sak!” gerutu Lintang pada Sakti sahabatnya sejak Sekolah Menengah Pertama. “Yaa.. kan dari rumah ke sini butuh waktu,” elak Sakti dengan senyum tanpa dosanya. Lintang hanya mencibir jawaban sahabatnya itu. “Pakai ini!” Sakti melempar sebuah jersey hijau kepada Lintang. Lintang menerimanya dengan sigap. “Kebiasaan loe, bisa sopan dikit gak sih!” omel Lintang, tetapi Sakti hanya terkekeh dengan ringannya menatap sahabatnya itu. Bagi Sakti, Lintang adalah gadis ajaib. Serasa bersahabat dengan seorang lelaki dalam wujud perempuan. Persahabatannya dengan Lintang adalah sebuah kesalahan terindah. Mereka bersahabat memang berawal dari sebuah kesalahan. Kesalahan yang menyebabkan kedua dekat dengan alasan yang tidak jelas. “Gue nitip ini!” Lintang melempar tasnya ke arah Sakti, seketika memori cowok lenyap, fokusnya kembali ke sahabatnya yang bar bar itu. “Owee... cewek bar bar!” omel Sakti seakan tidak terima dengan perlakuan Lintang padanya. Lintang hanya terkekeh sambil melangkah ke kamar mandi, tidak peduli pada teriakan Sakti yang terus memaki dan mengumpatnya. Beberapa menit kemudian Lintang sudah mengganti seragamnya dengan jersey warna hijau bergambar buaya hijau atau yang kerap disebut bajul ijo dan tulisan bonek dibelakangnya. Dipadukan dengan celana jeans belel warna biru muda yang sudah pudar dan lecek. Dari kejauhan Abimanyu yang sedari tadi memperhatikan Lintang sampai terkesiap melihat penampilan gadis yang sejak tadi ia perhatikan berubah jadi sosok lain dan terlihat bar bar. Namun, karena Abimanyu sendiri juga sedang gelisah menunggu rekannya yang tak kunjung datang, ia abaikan Lintang demi dirinya sendiri. Lintang menemui Sakti dan memasuki Innova temannya itu dengan tenang. “Loe bisa lembut dikit gak sih jadi cewek?” omel Sakti sambil mengemudikan Inovanya menjauhi gedung SMA Lintang. “Capek jadi cewek lembut seharian di sekolah,” gerutu Lintang sambil mendengus, diteguknya botol mineral yang ada di pintu mobil Sakti dengan nikmat. “Salah sendiri siapa suruh masuk situ?” ledek Sakti. “Salah sapa? Saran siapa coba aku masuk situ!” Lintang berkata dengan pedas. Sakti terkekeh mendengarnya, menyadari bahwa dirinyalah tersangkanya. Gadis bule itu memilih melanjutkan di SMA Jingga memang atas saran Sakti. Sebelumnya Lintang berniat masuk ke SMK Rajawali yang rata-rata siswanya cowok. Namun, Sakti tidak pernah rela Lintang dekat dengan cowok manapun selain dirinya. Setelah dua minggu, sedikit demi sedikit beberapa sifat bar bar Lintang berangsur berkurang. Sakti hanya bisa bersyukur melihatnya. Sakti menyarankan Lintang ke SMA Jingga bukan tanpa maksud. Salah satu alasannya karena di sana ada matpel kepribadian. “Sak, elo yakin masuk ke GBT pake innova ini?” tanya Lintang ragu. Sakti mendengar ada kecemasan dibalik pertanyaan Lintang. Cowok itu melirik sekilas ke jok sampingnya di elusnya rambut Lintang yang mulai panjang itu. “Nurut, elo gimana?” balas Sakti dengan pertanyaan pula. Lintang menatap ke arah jalanan yang ramai. Gadis itu menikmati apapun yang Sakti lakukan untuknya. “Jangan bilang kalo elo….” “Yupzzz… seperti dugaan kamu!” potong Sakti setengah berteriak. “Sak, gak sungkan apa sama keluarga Iwan kalau nitip mobil terus-terusan pas kita nribun gini. Apalagi elo pinjem motor pula ke mereka?” tanya Lintang dengan suara lembut. “Tenang aja. Aku naruh mobil juga gak gratis. Mereka aku kasi tips juga,” ucap Sakti dengan mantap. Lintang terdiam, tidak ingin mendebat sahabatnya itu. Keluarga Iwan adalah saudara jauh Sakti yang kebetulan rumahnya di sekitaran Benowo. Setiap kali mereka menonton pertandingan live Persebaya di tribun, Sakti selalu memarkir mobil di sana untuk menukarnya dengan motor milik Iwan. Sekali, dua kali bagi Lintang lumrah, tetapi jika terus-terusan Lintang jadi tidak enak hati. Bahkan Lintang sering mengingatkan Sakti kalau ke GBT bawa motor, tetapi sahabatnya itu menolak dengan alasan tidak ingin membuat dirinya tidak nyaman. Benar saja, memasuki daerah Benowo. Sakti membelokkan kendaraannya menuju rumah Iwan. Di sana Iwan sepertinya sudah menunggu kedatangan keduanya, terlihat dari caranya menyambut. Setelah berbasa basi sebentar dengan keluarga Iwan. Sakti segera bertukar kendaraan lalu melanjutkan perjalanannya menuju GBT. Titik poin utama tujuan mereka. *** Setelah melalui gerbang GOR, Sakti dan Lintang segera menempati tribun yang masih menyisakan tempat walau terkesan sempit. Maklum, mereka memakai tiket kelas ekonomi. Sengaja membeli dengan kelas tersebut agar suasana boneknya terkesan luar biasa. Bukan karena Sakti atau Lintang tidak mampu membeli tiket VIP ataupun VVIP, tetapi mereka menginginkan lebih dekat para bonek maniak di seluruh Surabaya atau bahkan luar kota. “Loo… kamu bukannya anak SMA Jingga, ya?” sapa Abimanyu berpura-pura sedikit terkejut saat menyadari yang duduk di sebelah adalah Lintang. Cewek yang tadi ia perhatikan di koridor sekolah. Lintang yang merasa terpanggil menoleh dan menatap sekilas wajah cowok yang menyapanya. “Iya. Kamu?” sahut Lintang singkat karena merasa asing dan curiga. “Aku Abimanyu anak kelas sepuluh enam,” Abimanyu mengulurkan tangannya. “Lintang,” jawab Lintang membalas uluran tangan Abimanyu setelah yakin mereka satu sekolah. “Suka nonton bola juga?” tanya Abimanyu sengaja membuyarkan konsentrasi Lintang di lapangan hijau. “Iya,” Lintang masih menjawabnya dengan singkat, apalagi lengan Sakti sudah mengapit tangannya dengan erat seolah tidak ingin sahabatnya itu berdialog dengan orang lain. “Sama sapa aja ke GBT?” tanya Abimanyu tanpa mempedulikan, sikap cowok yang di samping Lintang. “Sama Sakti aja,” jawab Lintang datar pandangannya ke arah lapangan. Jujur saja gadis itu merasa terganggu dengan kehadiran Abimanyu yang tiba-tiba sok akrab dengannya. Padahal di lapangan sedang seru-serunya pemain persebaya menggiring bola ke gawang Persela. Lebih menyebalkannya lagi, ketika terjadi gol pertama dari kaki Irfan Jaya, Abimanyu malah melontarkan pertanyaan. Terlewatlah momen indah tersebut. Sepanjang permainan, sepertinya Abimanyu sengaja banyak bertanya kepada Lintang. Sedangkan Lintang hanya menjawab singkat. “Lin, pindah!” titah Sakti menjelang babak kedua karena dia juga terus memperhatikan gerak gerik Abimanyu yang membuat Lintang tidak nyaman. Sakti berdiri sejenak memberi akses kepada Lintang untuk bergeser. Melihat hal itu Abimanyu sedikit tergelak, karena teman satu sekolahnya itu dilindungi seorang bodyguard yang lumayan keren. Sementara Sakti sudah menampakkan tatapan tidak bersahabat kepada Abimanyu sejak cowok itu mulai berakrab-akrab ria dengan Lintang. (Wah, parah elo Bi, dia bukan bodyguard Lintang tetapi sahabat sepanjang masanya) Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD