Chapter 1
Pagi yang tenang, ditemani oleh secangkir kopi s**u hangat dan sepiring roti bakar ala Mang Broto, membuat Erzan mendesah panjang sambil tersenyum lebar. Cuaca pagi ini sangat bagus, di mana langit begitu biru, matahari masih malu-malu menampakkan diri, serta awan putih yang terlihat seperti ombak. Suasana kantin kampus pun masih terbilang sepi, hanya terdapat segelintir mahasiswa dan mahasiswi yang memang terlalu rajin datang di pagi hari.
Seperti dirinya.
Ralat, deh. Erzan datang pagi-pagi begini, hanya untuk menjernihkan pikirannya setelah semalam putus dari sang pacar. Rasanya masih terlalu sakit dan ingin sekali dia berteriak keras di sungai belakang kampus. Tapi, dia juga ogah kalau para buaya di sungai tersebut merasa terganggu dan akhirnya sepakat untuk menyantapnya hidup-hidup. Maaf-maaf saja, deh, dia masih banyak dosa soalnya.
“Jam delapan pagi dan lo udah ada di kampus. Lo kesurupan?”
Pertanyaan itu membuat Erzan melirik sekilas dan tetap fokus pada kegiatannya memindahkan cairan berwarna cokelat, hasil dari perpaduan kopi dan s**u itu, ke dalam tenggorokan. Di sana, Redhiza, sahabatnya sejak awal kuliah di kampus ini, bersedekap sambil tersenyum geli. Sosok yang paling ditakuti di kampus itu kini lebih terlihat manusiawi. Dia jadi sering tersenyum, mengobrol dan sedikit membuka diri dengan sekitar. Thanks to Prudence Lexnarita yang berhasil membuka mata dan hati Redhiza dan bersedia jadi pacar dari cowok itu, sehingga kini, Redhiza tidak lagi bersikap menakutkan dan menyeramkan di depan semua orang. (baca: The Sweet Devil)
“Duduk, Red,” kata Erzan sambil menaruh cangkirnya di atas meja. Dia menawari Redhiza roti bakar dan ditolak halus oleh sahabatnya itu. Masalah yang dihadapi oleh Redhiza dan Lexna sudah berakhir dan oknum yang menyebabkan semua masalah itu terjadi sudah ditahan oleh pihak berwajib. Yah, walaupun Erzan merasa kasihan juga, sih, karena ternyata, orang yang sudah menaruh Redhiza dan Lexna dalam bahaya adalah saudara tiri Redhiza. “Kenapa lo udah datang pagi-pagi begini?”
“Lexna ada bimbingan pagi. Jam tujuh dia udah ketemu dosen pembimbingnya, jadi, gue datang ke kampus.”
“Dia bimbingan jam tujuh dan lo baru datang jam delapan?”
“Gue kesiangan.” Redhiza menjawab santai dan terbahak. Erzan yang melihat itu langsung tersenyum dan mendesah lega dalam hati. Ikut bahagia melihat Redhiza yang sekarang. Benar-benar berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Redhiza yang dulu. “Lexna pasti bakalan ngamuk kalau ngeliat gue. Gue janji nemanin dia, soalnya.”
Baru saja Erzan ingin menimpali, terdengar suara kasak-kusuk di sekitarnya. Cowok itu mengerutkan kening dan menoleh. Pun dengan Redhiza. Keduanya bisa melihat bagaimana seorang cewek berkacamata dengan rambut panjangnya yang dikepang di dua sisi itu berlari kencang sambil sesekali melihat ke belakang.
Saling tatap, Redhiza dan Erzan pun bangkit berdiri. Keduanya menyambut kedatangan Sofia, sahabat dekat dari Lexna itu, dengan alis terangkat satu. Cewek manis berlesung pipit itu kini membungkukkan tubuh dan mencoba mengatur napasnya yang tersengal. Peluh membanjiri wajah manisnya, membuat Erzan mengerutkan kening dan menatap ke kejauhan. Tidak ada siapa-siapa di sana. Hanya ada seorang cowok berpostur tinggi, berkacamata seperti Sofia, yang mendekat ke arah... mereka?
“Sof? Lo nggak apa-apa?” tanya Redhiza bingung. Dia menatap sahabat dari pacarnya itu dengan tatapan penasaran. Kemudian, tatapan Redhiza beralih kepada Erzan. Sahabatnya itu sedang menatap tegas ke satu titik di depannya, membuat Redhiza mengerutkan kening dan ikut menatap ke arah tersebut.
Tak lama, cowok berkacamata itu berhenti tepat di depan ketiganya. Sofia yang menyadari kehadiran seseorang di belakangnya, langsung menegakkan tubuh dan menoleh. Cewek itu tersentak, kemudian melompat begitu saja ke samping Erzan, membuat cowok tersebut, juga Redhiza, menatap perilaku aneh dari Sofia itu dengan tatapan tidak mengerti.
“Sofia, gue tau kalau lo bohong,” kata si cowok berkacamata tersebut dengan nada dingin. Mendengar nada itu membuat Erzan menaikkan satu alisnya dan bersedekap. Sementara itu, Redhiza menatap si cowok berkacamata dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan tatapan menilai. Rahang tegas, setegas tatapan matanya, manik hitam legam, rambut yang rapi, pakaian modis, hidung mancung dan wajah yang harus dia akui tampan. Tipikal cowok yang pastinya berhasil memikat ribuan cewek di luar sana.
Tapi... ada hubungan apa antara cowok itu dengan Sofia, sahabat dari pacarnya.
“Ini ada apa, ya?” tanya Erzan yang sejak tadi hanya diam. Nada suaranya terkesan tegas dan tidak bersahabat. Di sampingnya, Sofia masih berusaha mengatur napasnya yang tersengal, sambil menyembunyikan sedikit tubuhnya di belakang lengan Erzan. “Ada masalah sama Sofia?”
“Tolong nggak usah ikut campur,” kata cowok berkacamata itu dengan nada dingin. Bukannya marah, Erzan justru tersenyum miring dan mendengus. Membuat Sofia menatapnya sambil mengerjap. Satu gagasan melintas begitu saja di otaknya, bahkan tanpa bisa dia saring terlebih dahulu.
“Jelas gue harus ikut campur,” balas Erzan, “karena gue—“
“Karena Erzan itu cowok gue, Yo!”
Hening.
Semua orang yang bisa mendengar ucapan Sofia kini sibuk berbisik sambil menatap tempat kejadian perkara. Redhiza berdeham pelan, kemudian mengalihkan tatapan. Terlalu kaget dengan ucapan Sofia barusan. Sementara itu, Erzan langsung menoleh ke arah Sofia yang tersenyum aneh itu, kemudian melotot mengerikan. Dia melakukan telepati dadakan dengan Sofia melalui pelototannya tersebut, menanyakan apa maksud dari ucapan aneh bin ajaib dari cewek itu.
Tak lama, terdengar suara benda terjatuh. Redhiza yang sibuk menahan tawa menoleh, pun dengan Sofia, Erzan dan si cowok berkacamata. Di sana, Lexna melongo sambil mengerjap. Berkas-berkas skripsinya jatuh begitu saja ke bawah. Mata indah Lexna itu membulat maksimal dan jari telunjuknya mengarah ke Sofia juga Erzan. “Kalian berdua... pacaran? Sejak kapan, Sof?”
“Ini—“
“Iya!” tandas Sofia langsung. Lagi-lagi, cewek itu menghentikan ucapan Erzan. Erzan yang kesal kontan menggeram dan tersentak saat Sofia merangkul lengannya dengan sangat erat. Cewek itu mendongak, bertemu mata dengan Erzan dan Erzan bisa melihat tatapan memohon dari sahabat Lexna tersebut.
Tuhan... semalam dia baru saja putus dengan pacarnya, dan sekarang, tiba-tiba saja sudah muncul masalah lain? Ini ada apa sebenarnya, sih?!
“Kio, lo udah liat sendiri, kan? Gue nggak bohong sama lo,” kata Sofia kemudian. Tatapannya beralih kepada Kio, cowok berkacamata yang mengejarnya sampai ke kantin. Cowok itu menatap datar Sofia, juga tangannya yang merangkul posesif lengan Erzan. Tak lama, tatapan itu beralih ke arah Erzan yang terlihat sedikit kesal.
Apa cowok itu benar-benar pacarnya Sofia?
“Jadi, tolong jangan kejar-kejar gue lagi. Gue akan ngelupain semua perbuatan lo ke gue, dari mulai lo mengejar gue sampai mengirim hadiah-hadiah yang nggak pernah gue minta. Itu bisa disebut sebagai penguntit, loh, Yo. Kalau gue mau, gue bisa laporin lo ke polisi.”
Erzan menatap Sofia sekilas, lalu beralih pada cowok bernama Kio itu.
Sofia dikuntit?
“Gue hargain perasaan suka lo, tapi, gue nggak bisa nerima elo. Gue udah punya pacar. Cuma Erzan yang ada di pikiran dan hati gue selama ini.” Sofia semakin mengeratkan rangkulannya pada lengan Erzan, membuat Erzan menarik napas panjang dan berdeham.
“Udah dengar, kan? Gue pacarnya Sofia.” Cowok itu memutuskan untuk mengikuti permainan Sofia. Kalau dipikir-pikir, kasihan juga, sih. Lalu, dia melepas rangkulan erat Sofia pada lengannya, dan sebagai gantinya, cowok itu merangkul erat pundak Sofia sambil tersenyum lebar. Wajahnya begitu dekat dengan pipi Sofia, membuat Sofia mengerjap dan menelan ludah.
Sialan!
“Jadi, tolong jangan dekatin atau ngejar-ngejar cewek gue lagi, karena gue nggak suka. Lo nggak akan pernah mau liat gue ngamuk, kan?”
Kio bersedekap dan menentang tatapan tegas Erzan. Cowok itu mendengus, kemudian memutar tubuh dan pergi meninggalkan kantin. Namun, baru beberapa langkah dia berjalan, Kio memutuskan untuk berhenti. Dia memutar tubuhnya lagi, menatap Sofia dan Erzan, kemudian menunjuk Erzan lurus-lurus.
Tatapannya bahkan sangat dingin dan menantang.
“Akan gue rebut paksa dia dari tangan lo, Erzan!”
Selesai berkata demikian, Kio kembali melanjutkan langkahnya. Erzan menatap punggung Kio yang menjauh itu dengan tatapan yang tidak terbaca, sementara Sofia menganga. Habis sudah ketenangan hidupnya. Selama ini, dia selalu menyembunyikan masalah Kio yang gencar mendekatinya bahkan sampai nekat mendatangi rumahnya, memberinya berbagai macam hadiah dari Lexna, sahabatnya, karena merasa bisa mengatasi hal tersebut. Tapi, beberapa hari belakangan ini, Kio sudah kelewatan.
Cowok itu sampai mendatanginya di kelas, melarangnya ke luar dan kembali menyatakan cinta, tapi dengan cara yang sanggup membuat bulu roma Sofia meremang. Untung saja saat itu, salah satu satpam kampus yang sedang patroli, datang.
“Sof, lo nyembunyiin sesuatu dari gue, ya?” tanya Lexna. Cewek itu mendekati sahabatnya bersama dengan Redhiza. Redhiza juga nampak khawatir melihat kondisi Sofia yang sedikit pucat saat ini, yang kemungkinan besar akibat ucapan Kio tadi. “Yang tadi itu siapa?”
Sofia melepaskan diri dari rangkulan Erzan dan menarik napas panjang. Mungkin, dia harus menceritakan semuanya pada Lexna sekarang. “Kio itu—“
“Ikut gue!”
Belum selesai Sofia berbicara, Erzan langsung memotong dan mencekal pergelangan tangannya. Cowok itu menarik Sofia pergi, meninggalkan Lexna yang mengerjap kaget dan Redhiza yang memiringkan kepalanya.
###
Sofia mendongak. Di depannya, Erzan berjalan mondar-mandir dengan sambil mengusap dagunya. Cowok itu nampak berpikir, terlihat dari kerutan di kening dan raut wajah serius miliknya. Hal itu membuat Sofia menghembuskan napas panjang dan menjadi merasa bersalah.
“Sori, Zan,” ucap Sofia menyesal. “Gara-gara gue, lo jadi terlibat masalah konyol begini.”
Erzan berhenti mondar-mandir dan menunduk untuk menatap Sofia yang sedang duduk sambil mengepalkan kedua tangannya di atas paha itu. Cowok itu berdecak jengkel, kemudian duduk di samping Sofia.
“Bukannya selama ini lo selalu bersikap menyebalkan dan galak di depan gue?”
Hah?
Sofia menoleh dan bertemu mata dengan Erzan. Manik Erzan begitu tegas dan serius, hingga menyebabkan Sofia mengerjap dan meringis aneh. Soalnya, cewek itu tidak pernah melihat Erzan seserius dan setegas ini. Sikap Erzan selama ini selalu berbanding terbalik dengan Redhiza. Jika Redhiza bersikap dingin dan cuek pada sekitar, maka Erzan adalah sosok yang akan menyeimbangi sikap sahabatnya tersebut.
Tapi, setelah Redhiza berubah karena keberadaan Lexna, kenapa justru sikap lama Redhiza itu berpindah ke Erzan? Apa jiwa mereka tertukar?
“Gini, gue akan bantu lo.”
“Hah?”
“Mau dibantuin, nggak?” tanya Erzan dengan nada tidak sabar dan terkesan ketus. Mendengar nada itu membuat Sofia mendengus dan mau tidak mau, dia terpaksa mendengarkan terlebih dahulu.
“Bantuin apa?”
Erzan tersenyum miring. Senyum yang entah kenapa, terlihat sangat misterius dan membuat perasaan Sofia seketika menjadi tidak tenang. Cewek itu mendumel dalam hati, menyesali ketololannya karena sudah mengakui Erzan sebagai pacarnya di depan Kio.
“Gue akan jadi pacar bohongan lo. Dengan begitu, si Kio-Kio sialan itu nggak akan mungkin berani dekatin lo, kan?”
Sofia melotot.
“Tapi, itu nggak gratis.”
What?!
“Lo harus jadi b***k gue. Itu artinya, selama gue jadi pacar bohongan lo, lo harus ngelakuin apa pun yang gue mau. Lo tenang aja, gue nggak akan minta yang macam-macam, kok. Gue masih takut masuk neraka.”
Ini... mimpi buruk, ya?
“Terima apa nggak?”
Kenapa malah jadi seperti ini, sih?!
“Kalau lo nggak mau, gue juga nggak masalah. Tapi, jangan pernah lari ke gue, kalau misalnya si Kio itu gangguin elo atau ngejar-ngejar elo lagi. Dan gue juga akan bilang ke dia kalau lo udah memberikan kesaksian palsu mengenai status gue tadi.”
Apa nggak ada cara lain, Tuhan?
“Gue sih ngeliatnya, lo nggak punya pilihan lain. Lo nggak mungkin minta bantuan Redhiza, kan? Pilihan lo cuma gue. Dan gue akan kasih lo kesempatan untuk menjawab sekarang. Satu... dua... ti—“
“Oke!”
“Apa?”
Sofia memejamkan kedua matanya dan memantapkan hati. Begitu kedua matanya terbuka, dia menatap tegas dan berani manik milik Erzan. Cowok di depannya itu diam, tidak memberikan reaksi apa pun. Bahkan, Sofia tidak bisa menebak makna dari raut wajah dan tatapan matanya saat ini.
Tapi, Sofia tidak peduli lagi. Selama dia aman dari cengkraman dan kejaran Kio, dia tidak mempermasalahkan isi perjanjiannya dengan Erzan, di mana dia harus menjadi b***k cowok sialan itu. Dia bisa bertahan. Waktunya di kampus ini tinggal enam bulan lagi, hanya tinggal mengurus skripsi, dan itu tidak memakan waktu yang lama.
Dia bisa bertahan, dia yakin itu.
Di tempatnya, Erzan menatap Sofia dengan tatapan datar. Cowok itu tidak menyangka Sofia akan menerima penawarannya. Lagi, dia memerhatikan gerak-gerik cewek di sampingnya itu. Sofia sedang mengeluarkan ponsel dan mengetik sesuatu di sana. Erzan hanya bisa menarik napas panjang dan menatap langit biru di atas sana.
Apa yang baru saja terjadi sebenarnya?
###