bc

Kemelut Arundapati

book_age16+
545
FOLLOW
6.3K
READ
adventure
revenge
tragedy
twisted
lucky dog
swordsman/swordswoman
realistic earth
like
intro-logo
Blurb

Innovel Writing Contest I the Next Big Name

Cerita ini hanya fiktif belaka. Cerita kolosal tentang pencarian jati diri seorang pemuda bernama Arsakha, yang melakukan perjalanan menuju kerajaan Arundapati.

Hidup sederhana dan apa adanya di dalam hutan selama 20 tahun, bersama seorang pendekar wanita bernama Nyi Rontek, membuat Arsakha menganggap Nyi Rontek adalah Ibunya. Karena nyi Rontek terlihat awet muda. Padahal Nyi Rontek hanya seorang pertapa yang berumur ratusan tahun. Arsakha yang terkejut mengetahui kenyataannya, memutuskan untuk berkelana mencari jati dirinya.

Liku-liku kehidupan ia arungi. Kerasnya kehidupan harus dia jalani. Berbekal sebuah keris pusaka dan gelang berukir burung garuda, Arsakha tak gentar menghadapi lawan yang menghalanginya demi mencari jati dirinya. Siapakah dia yang sebenarnya? Akankah Arsakha mampu mengungkap jati dirinya?

Cover vector by Riandra_27

Font and effect by PicsArt Gold

chap-preview
Free preview
1. Awan Gelap Bagai Firasat
Cerita ini hanya fiktif belaka, Kerajaan yang ada dalam kisah ini pun hanya fiktif belaka. Untuk memudahkan pembaca mendapat gambaran situasi dalam cerita, maka cerita ini disetting pada zaman kejayaan kerajaan Majapahit. *** Awan gelap tiba-tiba menyelimuti wilayah kerajaan Arundapati. Burung-burung beterbangan kembali ke sarang sebelum waktunya. Angin berembus membawa hawa dingin yang menyelusup tajam ke dalam sanubari yang mampu membekukan tulang-belulang. Seakan menjadi suatu pertanda buruk yang akan menimpa Arundapati. Seorang pria gagah sedang mengepalkan telapak tangannya sembari menyipitkan matanya melirik tajam ke satu arah. Dialah Raja Ganendra Wilantika, raja yang berjaya di kerajaan Arundapati. Namun, sikapnya benar-benar tidak mencerminkan seorang pemimpin yang mengayomi rakyat. Raja Ganendra sangat semena-mena kepada rakyat yang tidak bisa membayar upeti. Bahkan ia tidak memiliki empati, serakah, dan arogan. Raja Ganendra merasa sangat gusar. Hatinya dipenuhi kemarahan dan rasa penuh dendam. Itulah yang menyebabkan dirinya menjadi raja yang sangat kejam. Namun, di luar sana, kabar yang beredar hanya kebaikan yang secuil, yang seakan sengaja dibesar-besarkan dari sikap seorang Ganendra Wilantika. Siang itu, Raja Ganendra merasa sangat emosional. Ketika salah satu punggawa kerajaan memberikan kabar bahwa salah satu selirnya akan segera melahirkan. “Yang Mulia, Selir Puspa Kencana akan segera melahirkan.” Sang punggawa memberikan informasi dengan tergopoh-gopoh. “Dia akan melahirkan bayi yang bukan keturunanku. Lenyapkan bayi itu setelah Dinda Puspa Kencana melahirkan!” perintah Raja Arundapati itu terdengar sangat kejam. “Baik, Yang Mulia!” sang punggawa kembali memberikan informasi kepada prajurit bawahannya. Semua prajurit berkumpul mengelilingi istana Selir Puspa Kencana. Di dalam istana selir itu, seorang wanita berparas ayu sedang berjuang antara hidup dan mati. Puspa Kencana sedang berjuang untuk melahirkan anak pertamanya. Kontraksi yang semakin kuat membuat Puspa Kencana meronta menahan rasa kram dan mulas yang teramat dahsyat. Rasa ingin mengejan sangat kuat. Peluh bercucuran menjadi saksi perjuangan Puspa Kencana. Rambutnya yang berantakan tak ia hiraukan. Saat itu yang ada di dalam benak seorang Puspa Kencana adalah melahirkan sang bayi dengan selamat. Lalu menyelamatkan bayi itu dari kekejaman Ganendra. Di dalam kamar itu, Puspa Kencana hanya ditemani satu dukun bayi yang membantu persalinan dan seorang dayang pribadi kepercayaan Puspa Kencana yang bernama Dayang Arum. Satu orang pengawal pribadi Puspa Kencana yang bernama Patra yang tak lain adalah kekasih dari Dayang Arum, berjaga di luar kamar Puspa Kencana. Patra melihat istana Selir Puspa Kencana dikepung oleh prajurit Raja Ganendra. Mereka mengetahui bahwa Selir Puspa Kencana sedang melahirkan. ‘Celaka! Bala tentara Yang Mulia Ganendra mengepung istana Yang Mulia Puspa Kencana. Aku yakin mereka mengincar bayi Yang Mulia Puspa Kencana.’ Patra bersiaga bersama beberapa prajuritnya. Namun jika memang terjadi pertumpahan darah demi melindungi bayi itu, tidak masalah, walau Patra dan prajuritnya kalah jumlah. Di dalam kamar, Puspa Kencana hampir menyerah karena bayi yang ia kandung belum juga bisa keluar. Namun, kegigihannya yang didukung sang dukun beranak itu, membuat Puspa Kencana kembali bersemangat. “Ayo, Yang Mulia! Berjuanglah! Sedikit lagi bayi Yang Mulia akan terlahir ke dunia ini.” Nyai Carsih menyemangati Selir Puspa Kencana. “Baik, Nyi! Demi bayi ini aku rela mengorbankan nyawaku!” Puspa Kencana terus berjuang. Hingga kepala sang bayi terlihat keluar dari jalan lahir. “Eaaaa ... Eaaaaa ....” Suara tangis bayi Puspa Kencana menggelegar bagai petir yang menyambar Arundapati. Bayi laki-laki yang gagah berani telah lahir ke dunia ini. Puspa Kencana merasa sangat terharu di antara tenaga yang terus melemah. Setelah Nyi Carsih membersihkan sang bayi. Beliau membalut tubuh bayi laki-laki itu dengan selimut yang sudah disiapkan oleh Puspa Kencana. Selimut rajutan tangan Puspa Kencana sebagai bukti kasih sayangnya kepada sang putra. “Ndoro Gusti, ini putra Anda.” Nyi Carsih memberikan bayi laki-laki itu kepada Ibunya. “Putraku ... Sayang.” Puspa Kencana mencium kening putranya. “Maafkan Ibu yang mungkin tidak bisa melihat tumbuh kembangmu, Nak! Maafkan Ibu yang tidak bisa memelukmu di kala kau terluka, ketakutan, bahkan mungkin ini pertama dan terakhir kalinya Ibu melihatmu. Dunia ini sangat indah, Nak! Seindah cinta Ibu kepadamu! Hiduplah bahagia! Jadilah pemuda yang gagah berani melawan kebatilan! Walau Ibu berharap, suatu hari nanti Sang Hyang Widi akan mempertemukan kita kembali. Ibu harus menyelamatkanmu, Nak!” Isak tangis Puspa Kencana mengharu biru. Bahkan ia harus rela berpisah dengan bayi yang baru saja dilahirkannya. “Arum! Bawalah putraku! Selamatkanlah dia! Niscaya suatu hari nanti, dia akan menjadi pemuda yang gagah berani menumpas kejahatan di muka bumi ini. Berjanjilah padaku! Selamatkanlah putraku, walau nyawamu menjadi taruhannya!” Puspa Kencana memohon kepada Dayang Arum untuk menjaga putranya. Matanya berkaca-kaca menghadapi kenyataan bahwa Raja Ganendra akan membunuh putranya. “Gusti Puspa Kencana, hamba berjanji akan menjaga putra Anda dengan seluruh jiwa raga.” Dayang Arum tak kuasa menahan air matanya. Tubuhnya bergetar ketika menerima putra Puspa Kencana. “Sayang, Maafkan Ibu! Putraku akan aku beri nama, Dewananda yang berarti karunia sang Pencipta.” Puspa Kencana menyelipkan sebuah kotak kecil di dalam selimut tebal sang bayi. Di dalamnya berisi keris pusaka milik Puspa Kencana dan sebuah gelang berukir burung garuda. “Dayang Arum! Bawalah pergi sejauh mungkin! Perintahkan Patra untuk melajukan kudanya dengan cepat. Aku sangat berharap banyak kepadamu! Keselamatan dan kebutuhan keluargamu, akan aku penuhi. Pergilah! Cepat! Sebelum bala tentara raja Ganendra mengetahui hal ini.” Puspa Kencana sangat mengkhawatirkan keselamatan putra dan dayang setianya. “Baik, Kanjeng! Saya akan mempertaruhkan nyawa saya demi keselamatan pangeran.” Dayang Arum terlihat sangat tegar. “Pergilah, Arum!” Puspa Kencana merasakan kepedihan yang amat mendalam. Hari pertama putranya lahir ke dunia. Saat itu pula mereka berpisah, demi keselamatan sang pangeran. *** Dayang Arum dan Patra kabur dari istana Arundapati menuju arah tenggara. Mereka berusaha memasuki hutan terlarang di bagian tenggara Arundapati. Mereka berpikir bahwa memasuki hutan terlarang itu adalah tempat paling aman dari kejaran bala tentara Raja Ganendra. Suara tapak kuda beradu dengan kerikil tajam di sepanjang perjalanan. Berhari-hari mereka menerjang semak belukar demi bisa melarikan diri dari kejaran prajurit Arundapati. Saat itu, ketika hari menjelang petang. Dayang Arum mendekap erat sang pangeran yang mulai menangis karena lapar. Patra semakin melajukan kudanya dengan cepat. Ia berpikir harus sampai ke hutan terlarang itu sebelum malam. Walau mereka telah melewati malam-malam panjang tanpa bintang. Namun apa yang terjadi saat itu benar-benar mencekam. Awan hitam semakin menggumpal. Seakan ingin menelan mereka yang ada di bawahnya. Sang surya senja pun enggan menampakkan dirinya seolah ingin bersembunyi karena merasakan kesedihan kisah sang pangeran yang harus dipisahkan dari dekapan hangat Ibunya. Patra terus mengajak kudanya untuk berlari menghindari kejaran bala tentara Arundapati. Namun takdir tidak bisa mereka lawan. Setelah Patra memasuki hutan terlarang tepat ketika matahari terbenam, prajurit Arundapati tetap terus mengejar mereka. “Dinda! Celaka! Prajurit Arundapati terus mengejar kita!” Patra merasa gugup. “Kakang, kita tidak punya pilihan lain! Teruslah bergerak sampai mereka kehilangan jejak kita!” Arum merasa khawatir pada sang pangeran. “Kejar sampai mati!” Suara itu membuat Patra dan Arum ketakutan. Bukan takut mempertaruhkan nyawa demi kesetiaan kepada sang junjungan. Melainkan takut kalau mereka sampai tidak bisa melindungi sang pangeran. “Kakang! Apa yang harus kita lakukan?” Arum merasa sangat khawatir. “Lari sejauh mungkin, Dinda! Hiiaaattt!” Patra memacu kuda dengan sangat cepat. Namun, sayang beribu sayang. Salah satu anak panah prajurit Arundapati, mengenai salah satu kaki kuda milik Patra. Suaranya memekik kesakitan dan kuda itu terjatuh. Jelas, Patra dan Dayang Arum pun terlempar jatuh tersungkur bersama kuda mereka. Untung saja Dayang Arum masih mendekap sang pangeran dengan aman. Walau suara tangisan sang pangeran memecahkan kesunyian hutan terlarang itu. Suara tangis dan aroma sang pangeran mengundang daya tarik para siluman yang berada di dalam hutan terlarang itu. Alas Nggaranggati adalah alas yang terkenal sangat sungil, angker, dan banyak sekali penghuni tak kasat mata di dalam sana. Namun, bagi Patra dan Arum tidak ada lagi tempat untuk melarikan diri. Sedangkan jika mereka pergi menuju Majapahit untuk meminta perlindungan, akan memakan perjalanan sangat panjang dan waktu yang sangat lama. Lantaran jarak yang teramat jauh. Ke mana pun mereka pergi, prajurit Arundapati akan terus mengejarnya sampai mendapatkan apa yang diperintahkan raja Ganendra. Mau tidak mau, siap tidak siap, Patra berusaha melawan mereka demi menghambat mereka untuk mengejar Dayang Arum. Patra sangat terampil menggunakan pedang. Namun, apalah daya. Patra yang hanya sendirian tidak sanggup melawan puluhan prajurit yang sudah sampai di alas Nggaranggati. “Lari! Lari, Arum!” Patra sudah tidak berdaya. Dia dikeroyok oleh prajurit Arundapati. “Duh, Gusti ... Kakang, maaf aku tidak bisa menolongmu! Aku harus lari sejauh mungkin bersama bayi yang tidak berdosa ini.” Arum terus berlari. Bahkan pakaian yang ia kenakan sudah compang-camping terkena ranting, duri, demi menerjang apa saja yang ada di hadapannya agar bisa pergi sejauh mungkin. Kakinya berdarah-darah. Luka lebam menjalar ke seluruh tubuhnya. Arum tetap mendekap sang pangeran kecil. Tangisan sang pangeran kembali memecah kesunyian. “Sssshhh ... Ssshhh ... pangeran, saya mohon jangan menangis! Kita harus bersembunyi!” Dayang Arum takut kalau pangeran terus menangis maka prajurit akan mudah menemukan mereka. Dayang Arum terus berlari hingga ia melihat sebuah semak yang sangat rimbun. Ia menerobos semak itu untuk bersembunyi. Kerongkongan dan bibirnya kering pecah-pecah menahan dahaga yang teramat menyiksa, demi menyelamatkan bayi yang tidak berdosa. Napas Dayang Arum semakin memburu dan sesak karena kelelahan. Ia terus mendekap dengan hangat sang pangeran kecil. Namun, suara tangis sang pangeran kembali memecah kesunyian setelah nyamuk menggigitnya. “Aduh, Gusti ... aku harus pergi dari sini.” Dayang Arum terus berlari. Hingga salah satu prajurit melihatnya. “Itu, dia!” suara itu membuat Dayang Arum semakin panik. Mereka semakin dekat ke arah Dayang Arum yang berjuang hingga titik darah penghabisan. Langkahnya terhenti bersamaan dengan embusan angin dari arah depannya. Dayang Arum dihadapkan pada sebuah pilihan sulit. Ia telah sampai di ujung tebing. Di bawahnya terlihat dengan jelas sebuah sungai yang menganak ke arah Samudera yang disebut sebagai segara Lintang.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.5K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
9.0K
bc

Romantic Ghost

read
162.5K
bc

Kembalinya Sang Legenda

read
21.8K
bc

Time Travel Wedding

read
5.4K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.9K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook