bc

Meragu

book_age0+
1.5K
FOLLOW
12.9K
READ
love-triangle
love after marriage
drama
comedy
sweet
like
intro-logo
Blurb

Sequel Back Home.

~ Runa and Ershad ~

The problem they face has passed. after the tears that flooded both of their lives, a beautiful rainbow appeared.

But someone's presence made a new storm in their lives

Can Runa and Ershad erase the doubts that exist in each of them?

♣♣♣

The somplak couple's story continues.

Are you ready to unravel tears and laughter at an unexpected time?

chap-preview
Free preview
Satu
Kecelakaan beruntun baru saja terjadi akibat mobil pengangkut sampah terguling di ruas jalan puncak.  Jalan yang berliku serta muatan yang terlalu banyak menampung sampah tersebut membuat mobil kehilangan keseimbangan. Ditambah kondisi jalan yang licin pasca terguyur air hujan semalam, menyebabkan truk  meluncur bebas dan menghantam mobil-mobil di depannya. Dua orang tewas di tempat serta beberapa orang mengalami luka. Seluruh korban saat ini berada di rumah sakit umum daerah. Berikut adalah nama-nama korban yang sudah di ketahui identitasnya…” Deretan nama-nama korban kecelakaan terpampang di layar televisi. "Irsyad," gumam Runa. Tangannya meraba sofa tempat ia duduk, mencari ponsel yang seingatnya ia simpan disana. Benda persegi panjang itu ternyata terselip disela-sela sofa, membuat Runa kesulitan mendapatkannya. Ia terus memperhatikan berita yang menayangkan deretan nama korban kecelakaan. Memastikan matanya salah melihat nama seseorang yang ia kenal. Tapi tak ada yang salah dengan matanya, nama itu tertera jelas di daftar nama-nama korban kecelakaan yang berada dalam kondisi luka berat. Runa mengalihkan pandangannya mengambil handphonenya. Jemarinya bergerak diatas layar. Ia menghubungi Irsyad dengan perasaan cemas, irama jantungnya sudah tak beraturan dan jarinya ikut lemas, untuk mencari kontak suaminya saja terasa begitu sulit. Satu dua kali panggilannya tak di jawab oleh lelaki itu. Runa semakin bingung, ia berjalan mondar mandir di depan televisi sambil menggendong Akia yang kini memasuki usia lima bulan. "Ayah, kenapa enggak di angkat sih?" Gerutunya saat panggilannya malah di jawab oleh operator wanita yang menyuruhnya menghubungi nomor suaminya  beberapa saat lagi. Ia mengikuti saran operator wanita untuk menghubungi Irsyad beberapa saat. Namun, ia tak sabar dan untuk kelima kalinya menghubungi nomor handphone Irsyad, akhirnya panggilan itu di angkat. "Halo, Run, kenapa? aku baru selesai—" "Yah, kamu dimana?" Tanya Runa yang memotong ucapan Irsyad. "Aku lagi di restoran, habis ketemu klien" sahut Irsyad. Kekehan terdengar dari seberang sana. "Kenapa? Rindu?" Godanya. "Baru aja aku lihat berita, ada kecelakaan mobil. Kamu pasti kenal sama mobil itu," ucap Runa memberikan penjelasan dengan terburu-buru tak peduli pada Irsyad yang sedang menggodanya. Sekarang bukan waktunya untuk  bercanda. "Emangnya mobil siapa?" Tanya Irsyad yang ikut khawatir saat mendengar informasi yang Runa berikan, ia takut mobil yang diceritakan oleh Runa adalah salah satu mobil keluarganya. "Gendis, Yah—" jawab Runa bersamaan dengan suara tangis Akia. "—cup sayang cup, ini Bunda disini kok, cup ya." Runa menenangkan Akia, ia menepuk-nepuk p****t bayinya dengan lembut. Tangis Akia sudah mereda, sekarang bayi itu malah memainkan jemari sang Ibu yang kerepotan menjepit ponsel diantara telinga dan bahu. Di tempat lain, Irsyad diam mematung di dalam mobil. Ia baru saja memasuki mobilnya bahkan belum sempat memasang sabuk pengaman saat Runa menelpon, tubuhnya membeku mendengar informasi yang diberikan sang istri, lelaki yang berada di basement salah satu mall itu tak tahu harus menyahut  apa. "Ayah," panggil Runa. Beberapa kali Runa memanggil suaminya namun Irsyad tak juga menjawab panggilannya. Hingga untuk kesekian kalinya dengan nada  suara yang lebih keras Runa berteriak memanggil sang suami. "I-iya, Run," jawab Irsyad masih dalam efek kaget. "Aku lihat ada nama Gendis di daftar korbannya, apa enggak sebaiknya kamu lih—" "Enggak perlu, aku bukan siapa-siapanya biar aja keluarganya yang mengurus," sahut Irsyad memotong ucapan Runa. Lelaki berkumis tipis itu mengerti maksud Runa walaupun belum tuntas dikatakan, tapi Irsyad sudah menebak kalau Runa akan memaksa dirinya untuk melihat kondisi Gendis. Dan ia tidak ingin melakukan itu, sudah cukup baginya selama ini hidup dengan tentram bersama keluarga kecilnya tanpa gangguan Gendis, Irsyad tak ingin tahu lagi bagaimana kondisi perempuan itu, bagaimana kehidupannya sekarang, ia sama sekali tak ingin mempedulikan itu semua. Fokusnya hanya pada Runa dan anak perempuannya, Akia. "Ta-pi 'kan­-“ "Udah, kamu enggak perlu mikirin dia, aku mau langsung pulang sekarang. Kamu masak apa hari ini?" Tanya Irsyad mengalihkan pembicaraan. Ia memasang sabuk pengamannya sambil tetap berbicara dengan Runa lewat earphone. "Aku baru masak udang saus padang, kamu mau apa?" Tanya Runa. "Buatkan tumis brokoli bisa?"                                            "Oke, nanti aku searching dulu resepnya," jawaban Runa membuat Irsyad tersenyum. "Setengah jam lagi aku sampai, masaknya santai aja ya, garamnya ada di wadah yang tutupnya berwarna biru bukan kuning," ucap Irsyad mengingatkan Runa yang selalu salah membedakan gula dan garam. Padahal jelas-jelas perbedaan antara keduanya begitu jelas. Entah apa yang dilakukan perempuan itu selama dua puluh enam tahun hidupnya, padahal ia biasa hidup sendiri tapi kenapa membedakan dua benda itu saja tak bisa. "Iya, tempat garam sama gulanya udah aku tulisin pakai huruf besar," ucap Runa. “Tumben pinter,” pujian beserta ledekan itu dilontarkan Irsyad membuat Runa mencebik kesal mendengarnya. “Makasih lho, Pak pujiannya,” ucap Runa dengan jengkel. Suara tawa Irsyad memenuhi mobil yang tengah melaju, dirinya membayangkan wajah cemberut istrinya. Membayangkannya saja membuat Irsyad ingin mencubit perempuan berambut pendek sebahu itu, seandainya bisa ia ingin meminjam pintu kemana saja milik tokoh kartun kucing yang tak pernah tamat sejak ia kecil agar tiba di rumah dalam sekejap. “Sama-sama… jangan lupa hadihnya ya,” sahut Irsyad. “Hadiah apa?” tanya Runa “Hadiah karena aku udah muji kamu,” jawab Irsyad di sela kekehannya. “Oh tenang aja, Yah, itu gunting rumput sudah menanti kamu—,” ucap Runa dengan suara manis “—nanti aku pitain biar lebih cantik,” sambung Runa membuat gelak tawa Irsyad semakin memenuhi mobil. *** Runa mengulurkan tangannya ke arah Akia yang begitu lelap tertidur, diusapnya kepala Akia yang masih jarang di tumbuhi rambut. Pandangannya fokus menatap anak perempuan yang tertidur begitu nyenyak di atas ranjang. Wajahnya bagaikan malaikat kecil tak berdosa yang selalu menyejukkan hati Runa. Jemari Runa beralih mengusap pipi lembut Akia dengan penuh kasih sayang. Rasa bersalah meliputi Runa tatkala dirinya menatap ke arah Akia, ia teringat ketika dirinya berniat mengakhiri hidup makhluk yang mulai tumbuh di rahimnya saat itu. Jika usahanya saat itu berhasil, tentu putri kecil berwajah cantik itu tak akan pernah ia lihat. Sungguh, ia akan menyesali perbuatannya  seumur hidup. “Maafin Bunda ya, Kak, Bunda pernah jahat sama Kakak,” ucap Runa tanpa melepas pandangan dari wajah anaknya. “Bunda sayang Kakak,” lanjut Runa yang kemudian mendaratkan sebuah ciuman di kening Akia. Runa menutup pintu kamar setelah selesai meninabobokan Akia. Ia kini menuju dapur untuk memasak pesanan suaminya. Untungnya di dalam lemari es masih ada brokoli yang tak sempat ia masak kemarin. Runa menyiapkan bahan-bahan dan memulai mengirisi sayuran, tak butuh waktu lama untuknya memasak pesanan suaminya. Ia tersenyum tipis, sedikit bersalah sudah membohongi Irsyad selama ini, seandainya ia jujur mungkin Irsyad tak perlu makan sosis atau nugget setiap harinya. Sepiring tumis brokoli tersaji di piring putih dengan corak bunga disisi-sisinya bersamaan dengan suara klakson mobil, tak lama suara pagar rumah didorong terdengar. Runa buru-buru melepas apron dan menuju pintu utama, tak perlu menunggu Irsyad memanggil, Runa sudah membukakan pintu. Runa bersandar di daun pintu senyum manisnya terukir menyambut kedatangan sang suami, Irsyad yang menghampiri Runa langsung memeluk dan memberikan satu kecupan di puncak kepala istrinya.  “Kangen,” ucap Irsyad. Lelaki yang meninggalkan sang istri sejak pagi untuk pergi bekerja itu seperti sudah bertahun-tahun tak bertemu keluarga. Ia mengeratkan tangan yang memeluk pinggang Runa. Menghirup aroma yang menguar dari rambut pendek berwarna hitam milik istrinya itu. “Lebay,” ledek Runa yang mendaratkan cubitan di pinggang Irsyad. Tubuh Irsyad bergeser, sedikit menjauh ketika menerima cubitan Runa. Cubitan kecil itu masih sama rasanya, pedas dan awet. “Sakit, Bun,” rengek Irsyad tanpa melepaskan pelukannya. “Biarin, udah ah lepasin, memangnya kita teletubies berpelukkan mulu,” ucapan Runa membuat Irsyad tergelak. Ia merenggangkan pelukannya dan mengusap puncak kepala Runa dengan tangan kirinya. “Kakak mana?” tanya Irsyad yang berjalan memasuki rumah tanpa melepaskan tangan dari pinggang istrinya membuat Runa yang berhadapan dengan dirinya terpaksa berjalan mundur. “Tidur di kamar,” jawab Runa yang melingkarkan tangan di pinggang Irsyad. “Ini mau sampai kapan pelukkan begini?” tanya Runa dengan satu alis terangkat. “Kenapa emangnya?” tanya Irsyad dengan kekehan singkat. “Pegal kaki aku, capek juga ngomong sama kamu, lehernya pegal harus diangkat gini,” jawab Runa. Tinggi badan mereka yang berbeda membuat Runa harus menengadah saat berbicara dengan Irsyad, apalagi dengan jarak sedekat sekarang ini, lehernya serasa mau patah karena terus menengadah. Irsyad melepas pelukannya sambil tersenyum. Senyuman yang terkesan meledek itu membuat Runa menghadiahkan pukul di lengan kiri Irsyad. “Sakit,” protes Irsyad,. “Kamu itu kebiasaan deh pakai  pukul-pukul kalau ngambek…kenapa sih?” tanya Irsyad sambil mengusap-usap lengannya. “Iya aku tahu aku pendek, tapi enggak usah gitu dong, Yah,” protes Runa. Bukannya menyenangkan hati istri, Irsyad malah menyiram bensin ke arah Runa. Tawanya yang terdengar begitu lepas membuat Runa semakin kesal dan menghentakkan kaki ke lantai putih di ruang tamu lalu berjalan menuju ruang tengah meninggalkan Irsyad di belakang. “Ambekan deh,” ujar Irsyad yang mengikuti langkah Runa. Bibir Runa mencebik,  saking kesalnya pada Irsyad, ia tak akan memberikan wajah manis dengan senyum lebar untuk suami yang terlihat bahagia meledek dirinya. Runa duduk diatas sofa yang menghadap ke televisi. “Enggak,”sahut Runa judes. “Bohong,” ucap Irsyad. Lelaki itu sudah berada di belakang Runa dengan tangan yang melingkari bahu sang istri. “Kamu maunya aku ngambek atau enggak?” tanya Runa dengan sinis. “Jelek ah kalau ngambek,” ledek Irsyad. “Iya emang aku jelek, pendek, hidup lagi,siapa suruh kamu nikahin aku,” ucap Runa mencela dirinya sendiri. Irsyad berdecak. Diusapnya puncak kepala Runa dan mendaratkan kecupan disana. “Ish…ish…ish… ngomongnya enggak boleh gitu, istri ayah cantik kok,” ucapnya dan itu benar-benar ia katakan dari hatinya. Bukan sebuah kepura-puraan semata untuk menyenangkan Runa saja. “Pret, ah,” ledek Runa. Irsyad kembali tertawa, kepalanya yang semula berada di atas puncak kepala Runa berpindah ke bahu Runa. Ia menghirup aroma dari tubuh Runa dalam-dalam. Kulit putih Runa yang bersentuhan dengan bulu-bulu halus di atas bibir Irsyad membuat Runa menggeliat kegelian. “Jangan ngegodain aku deh,” protes Runa. “Bukannya kamu yang ngegodain aku duluan?” tanya Irsyad membuat Runa tak mengerti. Kulit dikeningnya bahkan sampai berkerut karena tak paham dengan ucapan Irsyad barusan. "Godain apa sih?”tanya Runa. Ia memutar tubuhnya hingga keduanya berhadapan dengan pembatas punggung sofa. “Itu,” jawab Irsyad. Matanya menunjuk ke arah d**a Runa. Runa mengikuti arah pandang Irsyad, tangannya dengan cepat menutupi bagian depan bajunya yang tidak terkancing sehingga membuat belahan dadanya terekspos jelas. Semburat merah muncul menghiasi wajah putihnya. Malu. Runa belum bisa mengenyahkan sifatnya yang satu itu di hadapan Irsyad. Bahkan sudah hampir setahun lamanya mereka hidup bersama, rona merah atau sipuan malu tetap muncul diwajah Runa saat Irsyad menyentuhnya. Ia juga masih malu dan selalu menutupi aset-aset ditubuhnya dari jangkauan mata Irsyad, ia belum terbiasa. Masih merasa bahwa tak sepantasnya Irsyad melihat bagian-bagian tubuhnya. Benar-benar aneh. Runa langsung menutup bagian dadanya yang terekspos agar suaminya tak berpikir yang aneh-aneh dan berakhir dengan kegiatan yang menguras tenaganya seperti waktu itu. "Ck! Ngapain ditutupin, harusnya tadi ditutupnya  bukan sekarang. Kalau tadi bukan aku yang datang gimana?" Omel Irsyad. "Iya maaf, tadi buru-buru buka pintunya, lagian 'kan aku juga udah dengar suara mobil kamu, jadi udah tahu itu bukan orang lain," jawab Runa sambil mengancingi bajunya. "Sekarang enggak usah di kancingi, mending di buka semua sekalian," ucap Irsyad sambil melepas kancing baju Runa dari mulai bagian paling bawah. "Ish, malah di buka sih," omel Runa yang mengancingi kembali kancing yang di buka Irsyad. Irsyad tertawa, ia membuka bagian atas kancing baju Runa, lalu tangan Runa berpindah mengancinginya lagi, sedangkan Irsyad berpindah membuka kancing yang lainnya. Begitu terus sampai Runa kesal. "Ishhh, kamu tuh usil banget sih, udah ah usilnya," protes Runa dengan nada manja. Lelah bermain-main dengan kekonyolan Irsyad. "Iya...iya, habis aku bingung mau main sama Kakak, dia lagi tidur, ya sebagai kepala keluarga yang adil, mumpung anaknya tidur aku main sama ibunya aja,"  sahut Irsyad membuat Runa menggelengkan kepala tak habis pikir dengan kelakuan suaminya. “Ngaco,” sahut Runa sambil memukul pelan bahu Irsyad. “Ck! Enggak asik main sama kamu, seruan sama Kakak,” ucap Irsyad. Lelaki itu beranjak meninggalkan Runa di ruang tengah. "Sebelum dekati Kakak mandi dulu, kamu bau," perintah Runa tepat saat Irsyad menarik handle pintu kamar. "Iya, Nyonya," sahut Irsyad patuh. Irsyad berjalan masuk ke dalam kamar sambil melepas kancing-kancing kemejanya, bagian lengannya yang panjang digulung hingga sebatas siku. "Yah, kamu enggak coba  ke rumah sakit?" Tanya Runa ragu-ragu. Irsyad menarik napas panjang dan menghembuskannya singkat. Tangannya yang baru menempel di handle pintu terlepas. Ia berbalik dan berdiri di depan pintu kamar. Tubuhnya bersandar di kusen pintu dengan tangan terlipat di d**a. Matanya menatap sang istri, tak lama sebelah tangannya bergerak mengurut pangkal hidungnya. "Kan aku udah bilang, enggak usah...aku enggak ada kepentingan, Run, biar aja keluarganya yang ngurus," jawab Irsyad. "Iya, tapi kamu 'kan dulu juga dekat dengan dia, kenal sama dia, enggak ada salahnya 'kan," ucap Runa. Ia merasa Irsyad seharusnya melihat kondisi Gendis. Sebenci-bencinya Irsyad pada perempuan itu, dulu mereka hampir menikah, akan keterlaluan jika Irsyad tak melihat keadaan  Gendis. "Enggak perlu. Udah kamu enggak usah urusin dia, urusin suami kamu aja ya sekarang," ucap Irsyad dengan alis yang bergerak naik turun. Perlahan lelaki itu melangkah mendekati istrinya yang masih duduk di sofa. Dengan penuh kesiagaan Runa bergeser menjauhi Irsyad yang semakin dekat dengan dirinya. "Apaan sih," ucap Runa, tawanya terdengar saat Irsyad sudah berada di atas tubuhnya memenjarakan tubuh kecil Runa, wajah Irsyad yang tersenyum penuh arti membuat Runa tertawa geli sekaligus takut. “Kamu kayak psikopat ih, seram,” protes Runa, ia mendorong tubuh diatasnya itu dengan tenaga penuh. "Ayolah, Run," rengek Irsyad. Namun sayang tak dipedulikan Runa, ia malah mendorong tubuh Irsyad dan segera melarikan diri. "Aku hangatkan makanan dulu," ucap Runa yang berjalan menjauhi Irsyad. “Hangatkan aku dulu,” sahut Irsyad. “Makan dulu,” balas Runa yang sudah berada di dapur.  "Runa, nanti saja makannya, bakar kalori dulu baru makan," rengek Irsyad. Matanya mengikuti kemana Runa pergi dengan wajah memelas penuh permohonan. "Kamu mandi aku panaskan makanannya, habis itu kita makan bareng," suruh Runa berpura-pura tak mendengar ucapan Irsyad. "Nanti aja mandinya sekalian kotor ya, kamu enggak usah panasin makanan," ajakan Irsyad membuat Runa terkekeh geli. "Mandi dulu setelah itu kita makan, cepat," suruh Runa sambil berkacak pinggang di depan kompor. Irsyad menyerah. Sulit membujuk Runa untuk memenuhi kemauannya. Kalau sudah begini ia hanya bisa pasrah. Irsyad berjalan kekamar, ia memilih untuk menuruti perintah nyonya rumah, tapi akalnya tak berhenti, ia masih memikirkan cara lain agar Runa mau menuruti keinginannya. Senyum liciknya terukir saat menemukan ide.  Awas ya kamu, Run. bersambung....  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Prince Meet The Princess

read
181.9K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
474.9K
bc

Escape from Marriage - Kabur dari Derita Pernikahan Kontrak

read
257.1K
bc

Mengikat Mutiara

read
142.4K
bc

Long Road

read
118.3K
bc

T E A R S

read
312.8K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
76.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook