LEMBAR 23

533 Words
Ariska teeburu - buru pulang ke kosannya karena Iqsa mengatakan jika dia berada di kosannya sejak siang taadi. Namun saat dia sampai, tidak ada orang yang ada di sana. Ariska juga dengan sengaja meletakkan ponselnya di dalam tas sesaat dia sedang melukis bersama Haikal.  Lalu kemudian saat selesai, Ariska mendapatkan beberapa panggilan tidak terjawab. Pesan tidak terbaca dan pada akhirnya Ariska sampai menampilkan Iqsa di teras kosannya. Ariska tersenyum walaupun senyuman di bibir Ariska terkesan getir karena lelah.  "Aku minta maaf, Sa. Aku tadi ngelukis dulu. Aku kira kamu ga bakal ke sini." Kata Ariska kemudian mendekati Iqsa yang sudah ada di teras. Terduduk di kursi yang di sediakan di sana kemudian Ariska duduk di depannya.  "Tumben banget telat pulang." Kata Iqsa, "sama siapa tadi ngelukis ?"   Ariska menghela nafas kemudian mengambil air dalam kemasan gelas yang disediakan di atas meja dan meneguknya sampi abis.  "Iya. Tadinya ga ada kerjaan. Jadi ngelukis di kampus aja. Lumayan catnya punya kampus ga perlu beli." Kata Ariska kemudian terkekeh.  Iqsa mengangguk, "sama siapa ?"  Ariska diam. Jika dia menjawabnha jujur kemungkinan akan terjadi perselisihan antara Iqsa dan Ariska saat itu juga. Jika menjawab bohong tidak enak juga. Ariska sering kali berbohong pada Iqsa. Tapi, jika saja Iqsa tidak seposesif ini, Ariska akan terbuka tentang siapapun yang dekat dengannya walau sekedar teman.  "Sendiri."  Lalu, Ariska menjawab seperti itu. Ariska menghindari dulu perdebatan saat ini. Ariska sebisa mungkin menghindari perselisihan karena minggu depan akan ada ujian tengah semester. Tentu saja Ariska tidak mau terganggu hanya karena masalah ini. Maka dari itu, Ariska berbohong. Lagi.  "Ada apa ke sini ?" Tanya Ariska pada Iqsa yang memang tidak biasa untuk datang dan menungguinya.  "Kamu udah nerima info kalo lukisan kamu bakal di beli sama orang ?"  Ariska bingung kenapa Iqsa tahu. Bukankah dia tidak terlalu perduli dengan lukisan Ariska ? Seakan - akan yang membelinya adalah kenalan dari Iqsa sendiri.  Anggukan Ariska pelan membuat Iqsa tersenyum kecil, "lo udah tentuin harga ?"  Boro - boro kepikirn harga, Ariska sendiri tidak terlalu mengerti cara menghitung harga untuk sebuah lukisan. Aariska hanya tahu jika pelukisnya terkenal maka harga dari pelukis tersebut akan mahal juga. Maka dari itu, Ariska tidak seterkenal itu dan tentu saja mungkin tidak akan terlalu mahal.  "Ga tau. Bingung sendiri." Kata Ariska menggaruk tekuknya bingung.  "Pikirin baik - baik."  Ariska menganguk, "emang kamu kenal sama pembelinya ?"  Iqsa kembali tersenyum kecil, "kamu inget ga ada yang nawarin kerjaan ke kamu pas udah liat lukisan kamu ?"  Ariska mengangguk lagi, "inget."  "Dia direktur aku di kantor."  Sesaat, Ariska ingin sekali berteriak. Kaget tentu saja. Sebenarnyaa, Ariska sudah pernah berfikir jika nama dari perusahaan itu tidak asing. Ternyata Ariska selama ini benar - benar tidak memperhatikan Iqsa sampai - sampai ia lupa diperusahaan apa pacarnya ini bekerja.  "Jadi, kalo kami nerima kerjaan itu kamu bakal sekantor sama aku." Kata Iqsa pelan.  Ariska mengangguk kemudian tersenyum, lalu senyumannya mendadak hilang.  "Kenapa ?" Tanya Iqsa mengerutkan keningnya.  "Sebelum aku ketemu direktur, aku sempet baca kontrak kerjanya," kata Ariska pelan, "di kontrak itu disebutknaa jika tidak boleh ada hubungan asmara di antara seluruh karyawan kantor itu."  Iqsa diam. Dia memang tahu. Namun dia tidak pernah ambil pusing. Urusan nanti saja.  "Terus kita gimana ?" 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD