LEMBAR 18

376 Words
Ariska yang meminta dan tetap berusaha untuk menyadari dirinya sendiri terhadap eprasaannya kepada Gilang tentu saja sulit menjelasakan apa yang sebenernya dirasakan. Tidak lama dan tidak pernah seperti ini sebelumnya. Hanya saja dia hari ini, sampai detik ini merasa bahwa dirinya benar - benar sangat bergantung kepada Gilang.  Entah.  Yang jelas Ariska tidak bisa memungkiri perasaannya. Ariska lelah dengan semua yang terjadi dan tentu saja Ariska sulit untuk menerima. Padahal, awalnya dia hanya merasa nyaman. Tidak merasakan apa - apa. Apalagi cinta dan rasa sayang.  Ketika sendiri rasanya Ariska benar - benar harus berfikir apa yang harus di lakukan setelah ini. Setelah perasaan ini muncul Ariska benar - benar harus mendiamkan diri. Dia harus berusaha melupakannya dan harus bisa menanggapi apa yang sekarang sedang terjadi.  Namun, lagi - lagi Aridka seperti dirinya yang salah.  Padahal dirinya tidak bisa menyalahkan diri sendiri.  Gilang yang membuatnya seperti ini.  Gilang yang tidak bisa dijauhi dan Gilang yang membuatnya nyaman.  "Sialan!" Umpat Sara.  Sara benar - benar harus bisa menangani dulu masalahnya sebelum bercerita kepada orang lain. Lagi pula, tidak ada yang bisa menyimpan rahasianya ini.  Teman Ariska hanya Raniya dan tidak mungkin Raniya sebagai media ceritanya. Dia harus bisa menyimpannya dulu sendiri.  Ariska berdiri dari duduknya kemudian duduk di kursi yang biasa ia tempati untuk melukis sesuatu. Kanvas di depannya kosong. Pandangan Ariska juga ikut kosong. Ariska lama diam dengan pikiran yang rumit dan berusaha untuk mnegosongkan pikirannya drngan hal - hal yang bahkan merupakan hobi Ariska.  Melukid adalah salah satu pencegahan agar Ariska bisa mengosongkan pikirannya sendiri. Namun, salahnya Ariska ketika dia mulai mengambil kuas dengan pikiran kosong. Goresan - goresan di kanvasnya tidak bisa ia kendalikan. Ariska mencorat - coret asal semua kanvas sehingga menjadi lukisan abstrak.  Ketukan dari pintu membuat Ariska sadar bahwa dirinya benar - benar sedang melamun ketika melukis ini.  "Ris makan." Suara itu berasal dari luar. Dan tentu saja Ariska bisa menjawab di dalam kamar "nanti deh gue beli sendiri."  Yang mengetuj pintu adalah tetangga sebelahnya, "lo lagi apa si?" Tanyanya.  "Lukis. Tanggung."  Setelah mengatakan itu, Ariska tidak mendengar lagi apapun di luar sana.  Helaan nafasnya membuat Ariska seperti melayang. Tangannya penuh cat dan dia malas untuk membersihkannya kemudian dia hanya bersandar santai di kursi kerjanya.  "Capej gue lama - lama mikrin dia."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD