Gosip dan berulah

1471 Words
Pemuda berparas tampan dengan tinggi semampai itu terus saja menggiring bola menuju ring, berulang kali melakukan gerak tipuan saat bola di tangannya akan direbut lawan. Pemuda itu berlari dan hap! Bola masuk ke dalam keranjang dengan sempurna. Senyum tipis terbit, bangga melihat skillnya yang masih belum memudar meskipun telah lama tidak bertanding. Kesibukan kelas dua belas banyak menyita waktunya untuk bermain basket, jika biasanya pulang sekolah ia akan bertanding sampai sore. Akhir-akhir ini sebaliknya, karena ada tambahan belajar untuk persiapan ujian akhir. Pemuda itu lebih sering berkutat dengan buku-buku tebal. Erlangga Ardiwangsa, akrabnya disapa Erlang atau Angga. Jika dirumah, nama kecilnya Angga. Pemuda jangkung kelas dua belas yang beberapa minggu lalu menyematkan cincin batu rubi di jari manis Shena. Kini berstatus sebagai tunangan pun rasanya tidak ada yang berubah, mereka tetap seperti orang asing saat di sekolah. Erlangga menjaga jarak, sengaja pemuda itu melakukannya untuk menghindari gosip yang mulai menyeruak. Satu sekolah tahu jika dirinya telah bertunangan dengan putri kesayangan Keluarga Darsono itu, dan banyak gosip beredar tentang hubungan mereka. Ditambah lagi, Erlangga belum mengambil keputusan terkait hubungannya dengan Putri. "Lang!" panggil Gio. Erlangga menoleh, membuang asal bola basketnya dan berlari kecil menghampiri Gio di koridor kelas. "Sini, buruan!" Gio melambaikan tangannya dan sesekali menoleh ke belakang dengan tidak tenang. Pemuda itu mengusap kasar peluh yang membanjir di lehernya, cuaca sangat terik hari ini, ditambah lagi ia baru saja berlari guna mencari keberadaan Erlangga. "Apaan?" tanya Erlangga setelah sampai. "Sini deh!" "Kenapa?" Gio membisikkan sesuatu ke telinga pemuda itu, dan selanjutnya mereka sama-sama berlari menuju ke suatu tempat. Langkah kedua pemuda itu tak terhambat karena suasana sekolah sudah sangat sepi, bel pulang berbunyi satu jam yang lalu. Erlangga berlari lebih dulu, meninggalkan Gio yang kelimpungan mengejarnya. Definisi kaki jangkung memang beda. Mereka sampai di bangunan yang tak jauh dari gudang sekolah, Erlangga berhenti berlari, pemuda itu berjalan pelan menghampiri seorang gadis yang sedang meronta-ronta. "Lepasin! Gue harus kasih pelajaran sama dia!" ujar gadis itu berapi-api. Yudis dan Bayu kompak menghela napas lelah, mereka mencekal tangan gadis itu agar tidak membabi-buta. "Lepas!! Lepas Dis, lo berdua apaan sih." "Maaf kak, maaf, aku ga bermaksud seperti yang kakak pikirkan." mohon seorang gadis yang kini tampak menyedihkan. Tatanan rambutnya awut-awutan, seragam yang berantakan, dan bekas cakaran di wajah dan tangannya. Disana juga ada dua orang siswi yang menundukkan kepala, menatap iba pada temannya tanpa bisa berbuat sesuatu. "Maaf! Ga butuh, maaf dari lo ga akan bikin nama gue yang udah jelek jadi baik lagi." "Enggak kak, bukan gitu maksud aku." gadis itu terus memohon dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir. Tubuhnya bergetar hebat karena ketakutan, dari badge yang terpasang di seragamnya. Siswi itu masih duduk di kelas sepuluh. "Terus apa maksudnya? Lo bikin berita bohong yang seolah-olah mengatakan bahwa gue pelakor." ujar Putri, "Harusnya lo ga main upload berita yanh belum jelas kebenarannya, satu sekolah sekarang berpikir kalau gue pelakor." "Maaf.....maaf...ka." "Maaf lo ga akan mengubah apapun!" sentaknya, "Sini lo! Biar gue kasih pelajaran." Cekalan tangan Bayu terlepas, dan tangan kanan Putri berhasil lolos. Plakkkk....... Tangan gadis itu mengenai tepat di pipi sang adik kelas, meninggalkan bekas memerah yang tercetak sangat jelas. Sudut bibirnya sampai berdarah, karena tadi ia juga mendapatkan tamparan yang sama kerasnya dari Putri. Bagai tidak ada ampun, Putri segera menjambak rambut adik kelasnya hingga menimbulkan kehebohan. Erlangga menghampiri pertengkaran itu dengan sorot mata tajam, meraih lengan Putri. Dan, tanpa banyak bicara ia menariknya menjauh dari beberapa orang yang masih terpaku melihat kehadirannya. Seketika kehebohan itu berhenti, ada yang bernapas lega, ada juga yang masih kebingungan. Erlangga melepaskan cekalan tangannya setelah sampai di koridor yang sepi. "Lo ga capek apa?" tanyanya penuh penekanan, pemuda itu terlihat sangat frustasi menghadapi Putri.. "Dia yang salah Lang, aku cuma membela diri." "Membela diri?" "Iya." Putri mengangguk dua kali. Napasnya masih tersengal karena menahan emosi yang ingin meledak. "Tapi dengan tindakan lo kayak tadi, lo kelewatan Put." bentak pemuda. Sementara Putri, sang kekasih, malah menatapnya sengit. Gadis itu geram, ia mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. "Kelewatan? Di bagian mana, Lang?" "Dia yang sebarin gosip miring tentang hubungan kita, dia bilang aku pelakor, selingkuhan kamu." "Satu sekolah tahu, Lang!" ujar Putri, "Mau ditaruh dimana muka aku, malu Lang!" "Kamu ga ngerti gimana rasanya jadi aku. Saat cowoknya malah tunangan sama orang lain dan malah aku yang dicap pelakor, kamu ga pernah mikirin perasaan aku Lang." Erlangga mengusap wajahnya kasar, "Put, kabar itu akan menghilang dalam sehari dua hari, ga perlu terlalu diributkan." "Kamu enak bisa ngomong gitu, kamu ga dicap pelakor, dicap selingkuhan, dicap murahan sama satu sekolah." "Mereka ga tahu apa-apa!" balas Erlangga. Putri mengangguk setuju, "Iya, mereka ga tahu apa-apa. Dan, sekarang aku mau kasih paham sama mereka." "Dengan kekerasan?" tanya Erlangga tajam, "Dengan cara lo yang tadi?" Putri terdiam, Erlangga yang ada di hadapannya ini seperti sosok lain baginya. "Lang." lirihnya. "Gue ga paham sama cara berpikir lo Put, apa dengan lo pukul mereka masalah jadi selesai, enggak!" Erlangga menatap Putri dengan tajam, beruntung koridor sedang sepi, jadi tak ada yang melihat pertengkaran hebat mereka. Keduanya sedang dilanda badai yang sangat kuat, hingga mampu meluluh-lantahkan segalanya. Hubungan yang didasari keterpaksaan ini, terasa seperti abu-abu. Putri enggan untuk memutuskan hubungan mereka, sekalipun di setiap pertengkaran, akan berujung dengan Erlangga yang meminta mengakhiri hubungan. Putri menahan mati-matian air mata yang sudah diujung pelupuk mata, "Terus gimana lagi cara aku pertahanin kamu Lang?" "Kamu bahkan ga pernah sanggup menolak semua kemauan orang tua kamu, buat pertahanin hubungan kita!" ujar Putri dengan sedih. Lagi-lagi gadis itu membawa keluarganya, Erlangga menatap tajam kekasihnya. Ekspresi wajahnya yang gusar, berubah menjadi datar dan dingin. "Jangan bawa-bawa keluargaku" tekannya. "Kenapa? Ga suka?!" tantang gadis itu. "Buktinya kamu ga nolak saat tunangan sama adik kelas jalang itu!" Putri sudah dikuasai amarah bercampur cemburu, mengingat nama Shena saja sanggup membuatnya naik pitam. "Dia Lang, dia yang ga tahu malu karena udah rebut kamu. Dia yang harusnya dicap pelakor, bukan aku. Apa karena dia anak orang kaya, jadi bisa berlaku seenaknya? Gadis murahan, jalang, ga pantes buat kamu, Lang." "Jaga bicara lo Put!" "Apa? Aku bener Lang, emang dasarnya kamu juga suka, kan sama dia. Buktinya kamu ga nolak pertunangan sialan itu, kamu emang ga berniat serius pertahanin hubungan kita." Putri mengeluarkan seluruh amarah yang selama ini gadis itu pendam, hatinya tercabik-cabik saat melihat kekasihnya malah bertunangan dengan orang lain. Meskipun ia tak menyaksikan secara langsung, tapi melihat postingan-postingan tentang pertunangan Erlangga dan Shena malam itu, membuatnya benci sebenci-bencinya pada Shena. Soal malam itu, bahkan sampai detik ini Putri tidak tahu siapa empat pemuda yang mengawasinya. Saat mereka memaksanya untuk pergi dari hotel pun, para pemuda itu hanya mengantarnya kembali ke rumah tanpa banyak bicara. Mereka terus mengawasinya hingga pagi hari, barulah mereka pergi setelah lingkungan rumahnya mulai ramai. Yang jelas dari semua itu, mereka pasti orang-orang suruhan yang diperintah untuk mengawasinya agar tidak merusak acara. Erlangga memejamkan matanya, menghela napas sedalam mungkin. "Udah, Put, gue capek." "Maksudnya?" Putri tersenyum masam, "Selalu jawaban yang sama, tiap kali kita bahas Shena selalu aja. Kamu suka, kan sama dia?!" tebak Putri. "Enggak." "Bohong!!" "Terserah!" Putri mengangguk lagi, kini air matanya sudah tidak mampu ditahan lagi. "Memang hanya aku yang mencintai kamu disini, Lang. Dan kamu sama sekali ga membalas perasaan aku." "Kamu terpaksa ya nerima aku waktu itu?!" "Mau jawaban jujur?" tanya Erlangga, "Ya iyalah, Put. Lo ngancam buat loncat dari rooftop kalo lo lupa. Gimana gue ga nerima permintaan lo daripada harus jadi penyebab kematian lo." Tak ingin memperpanjang perdebatan, Erlangga yang sudah terlanjur dikuasai emosi memilih pergi. Pemuda itu melangkah menjauh dari Putri yang hanya bisa menatap punggungnya dengan gamang. Tangan Putri terkepal kuat, pandangannya mengabur karena air mata yang mengalir tanpa henti. Ia selalu lemah saat berhadapan dengan Erlangga, rasa cintanya pada pemuda itu membuatnya makin terobsesi untuk memiliki Erlangga seutuhnya. Tapi saat takdir berkata lain seperti saat ini, yang bisa ia lakukan hanya menangis dan terus menangis. Mungkin pepatah benar, jatuh cinta adalah sebuah seni untuk melukai diri sendiri. Sesak dan hancur yang kini mendera hatinya makin sakit bagai luka yang tak diobati, Putri hanya ingin bahagia bersama orang yang ia cintai. Itu saja! Apakah sesulit itu? Putri mengusap air matanya kasar, ia terkekeh melihat keadaannya yang memilukan. "Aku ga akan tinggal diam, Lang." ujar Putri lantang, "Jangan salahi aku kalo terjadi sesuatu yang buruk sama Shena." Langkah Erlangga terhenti tepat di persimpangan koridor, pemuda itu berbalik dan menatap tajam Putri di ujung koridor. Putri tersenyum miring, sangat sesuai dengan dugaannya, "See?" "Kamu khawatir sama dia?" tanya Putri dengan nada mengejek. "Kamu takut tunanganmu itu lecet? Takut Shena kenapa kenapa? Segitu sukanya ya kamu sama cewek murahan itu." Gadis itu terkekeh, menertawakan kisah cintanya yang berada di tepi jurang kehancuran. Tak tahu lagi dengan jalan pikiran Putri, Erlangga hanya menggelengkan kepalanya. Pemuda itu tersenyum miring, "Kalo ada yang perlu dikhawatirkan, itu elo bukan Shena." tandas Erlangga sebelum benar-benar menghilang di persimpangan koridor.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD