Mengenyahkan pengganggu

1130 Words
Gadis berkaos putih polos itu memaksakan langkah menuju ke salah satu hotel ternama di ibukota. Langkahnya terseok-seok tanpa alas kaki, sambil berlinang air mata, Putri nekat pergi dari rumah hanya untuk menemui Erlangga. Malam ini adalah malam pertunangan sang kekasih dengan gadis lain, pilihan dari orang tua Erlangga. Putri sudah menangis sejak siang setelah ia mendengar kabar itu dari Raya, gadis itu memukul kembali dadanya guna menghilangkan sesak yang terus bersemayam di hatinya. Seminggu lebih Erlangga bersikap dingin, dan sekarang pemuda itu telah bertunangan tanpa memikirkan perasaannya. Putri mengepalkan tangan, mata sembab dan hidung memerahnya menjadi saksi betapa hancurnya gadis itu karena kehilangan orang terkasih. Mati-matian ia mendapatkan Erlangga, lalu kini pemuda itu bersanding dengan orang lain. Tidak! Ia tidak akan membiarkan ini terjadi. Putri harus masuk menemui Erlangga, jika perlu ia akan merusak acara itu saat ini. "Permisi mbak?" seorang satpam mendekati Putri dengan hati-hati, ia tentu merasa aneh karena ada gadis muda berpakaian sederhana mondar-mandir di gerbang masuk hotel bintang lima itu. Rambut acak-acakan dan mata yang berlinang air mata, satpam itu berpikir jika Putri mengidap gangguan jiwa. "Ada yang bisa saya bantu?" "Mbak?" "Permisi mbak?" Tak kunjung memdapat jawaban, satpam itu pun memberi kode kepada temannya untuk mendekat. Ia menggeleng pelan, "Orang gila kayaknya." "Gimana nih? Panggil dinsos aja gimana?" "Yaudah telepon." "Oke, oke." Satu lagi satpam di hotel itu mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Dinas Sosial, tapi belum sempat mengetik, tangannya dicekal oleh Putri. "Saya tidak gila, pak. Enak aja!" "Lho!" "Cantik gini masa ODGJ sih." kesal Putri. Kedua satpam itu pun hanya menyengir lebar, "Ya maaf mbak, saya pikirnya tadi punya gangguan jiwa. Soalnya mbaknya aneh, mondar-madir ga jelas." Putri menyeka air matanya, napasnya masih sesenggukan. "Saya....saya mau ke acara pertunangan Erlangga." "Pertunangan?" "Iya." jawab Putri. "Kok mbak bisa tahu?" tanya sang petugas keamanan. "Saya pacarnya Erlangga." Kedua satpam itu sejenak saling tatap, tentu mereka sama sekali tidak percaya dengan ucapan Putri. Erlangga Ardiwangsa adalah putra dari pemilik hotel tempat mereka bekerja, dan bagaimana mungkin seorang gadis biasa tanpa alas kaki ini mengaku sebagai kekasihnya. "Maaf ya mbak, maaf banget sebelumnya." ujar sang satpam, "Tapi, mbak nya tidak bisa masuk." "Kenapa? Pak, saya pacarnya Erlangga pak. Saya berhak masuk dong!" "Tidak bisa, mbak." "Bapak pliss, tolong pikirkan perasaan saya, saya hanya ingin minta penjelasan sama Erlangga!" mohon Putri. Satpam itu kembali menggeleng, "Tidak bisa mbak, silahkan mbak pergi dari sini karena kami tidak bisa membantu." "Saya harus bicara sama Erlangga!" Putri menerobos masuk, tapi kedua tangannya sudah lebih dulu dicekal oleh satpam. "Tidak bisa mbak!" "Lepas!!" "Saya mau ketemu Erlangga!" Putri meronta, mencoba sekuat tenaga untuk melawan, ia ingin masuk ke hotel mewah itu dan bertemu Erlangga. Putri ingin mengumumkan ke semua orang bahwa dirinya lah orang yang pantas bersanding dengan pemuda itu, bukan gadis pilihan kedua orang tuanya. Tolong ingatkan Putri untuk menghajar Shena habis-habisan karena telah lancang mengambil Erlangga darinya. "Lepas!!!" "Lepas!! Lepas, pak!!" "Saya mau ketemu Erlangga! Saya pacarnya Erlangga, pak, saya ga bohong." "Lepaskan!!" Putri berteriak marah, gadis utu sampai mengumpat berkali-kali karena bukannya bisa masuk. Ia malah semakin didorong mundur, "Maaf mbak, sebaiknya mbak pergi saja!" "Ga bisa gitu dong pak, saya cuma mau ketemu Erlan--" Tiiiiinnnnmn......... Tiiiinnnnnnn........ Putri menoleh, yang ia takutnya kembali muncul. Gadis itu menatap ketakutan pada tiga motor ninja yang baru saja memasuki gerbang hotel, ada empat pemuda berpakaian serba hitam dan mengenakan masker. Salah satu dari mereka mendekat, lagi-lagi pemuda dengan helm full face merah menyala. Ia membuka helmnya lalu berbicara dengan satpam, sayangnya Putri tak bisa melihat jelas siapa dia. "Malam, pak." sapa pemuda itu. "Ada yang bisa saya bantu?" Pemuda itu mengangguk, "Saya mau menjemput gadis ini, pak." "Maaf, anda siapa ya?" Pemuda dengan helm merah itu terkekeh, ia lalu memberi kode kepada sang petugas keamanan untuk mendekatinya. Putri tidak bisa mendengar jelas karena tangannya dicekal kuat oleh satpam yang satunya, ingin lari pun tidak bisa, mereka pasti berpikir Putri akan mencuri kesempatan untuk masuk ke hotel. Setelah percakapan panjang, kedua satpam itu pun setuju, sesuai dengan angka yang telah disepakati. Putri diserahkan ke empat pemuda tadi, gadis itu bergetar ketakutan dan air matanya sudah turun membanjiri pipi. Ingin sekadar membuka suara saja ia tidak bisa, saking takutnya. Mereka adalah penyebab ia lari ke hotel itu tanpa alas kaki. Empat pria itu sudah mengikuti Putri sejak ia masih di rumah, mereka seolah menjaga. Tapi justru menjaga agar Putri tidak keluar rumah dan bertemu Erlangga. Jika saja ia tidak nekat dan loncat dari jendela kamarnya untuk mengelabui mereka. Putri sampai terheran karena mereka cepat sekali menyadari bahwa ia melarikan diri. Terlibat adu kejar-kejaran antara Putri dan keempat pria itu, hingga berakhir di gang kecil karena motor mereka tidak bisa masuk. "Lepas!!" cicit Putri, ia.mencoba melepaskan cekalan tangan keempat pemuda tadi. Suara gadis itu tercekat, air mata tak mau mereda, dan tubuhnya terus bergetar ketakutan. Terutama saat pemuda dengan helm merah tadi menatapnya dingin. "Tugas kita belum selesai." ujar pemuda itu. "Tolong lepasin aku." Pemuda itu tersenyum di balik helmnya, "Ga semudah itu lah, santai aja, kita main-main dulu." ujar pemuda itu. Keempat pemuda itu saling terkekeh karena berhasil menangkap target. Salah sendiri gadis itu nekat keluar rumah, sudah tahu ada penjagaan berlapis masih saja coba-coba. Semua itu karena perintah dari gadis cantik yang menjadi pemeran utama malam ini, ia memerintahkan keempatnya untuk mengenyahkan semua pengganggu yang berpotensi merusak acara sakralnya, termasuk Putri. Tak sulit tentu saja, hanya tinggal mengeluarkan nominal tertentu dan semua beres. Bahkan, khusus untuk Putri, sudah diantisipasi sejak jauh-jauh hari. Shena memerintahkan mereka, lima hari sebelum pertunangan. Gadis itu menuju ke salah satu sudut sekolah yang dihuni anak-anak nakal. Shena memberikan sebuah perintah, dan mereka anak mendapat upah jika mampu bekerja dengan baik. Semua itu berjalan tanpa sepengetahuan banyak orang, terutama Erlangga dan keluarga gadis itu. "Lepas!" "Tolong lepasin aku!" "Apa yang kalian mau dariku?!!" "Lepasin!!" Sekuat apapun ia meronta, tetap tidak akan bisa lepas dengan mudah. Putri dibawa ke tempat yang sepi nan gelap, kedua tangannya ditali dan mulutnya disumpal dengan kain. Gadis itu hanya bisa menjerit kecil sambil.menangis, ketakutan akan terjadi hal buruk yang tidak diinginkan. "b******n!" umpat Putri. "Lepasin gue!!!" gadis itu dipaksa duduk dan diikat pada kursi tempatnya duduk. Tidak tahu menahu dimana dirinya berada saat ini, Putri hanya berdoa semoga keempat pemuda itu tidak melakukan hal buruk kepadanya, seperti menperkosa.contohnya. "Dengar ya, gue akan laporin kalian atas tuduhan teror dan penculikan. Jadi, jangan macem-macem sama gue." "Mending sekarang lepasin gue, dan gue akan tutup mulut." Pemuda dengan helm merah itu tersenyum tipis, "Gue ga butuh, tenang aja, setelah semuanya beres, kita bakal lepasin lo!" "Maksudnya?" "Udahlah, lo diem aja, lo ga akan paham." jawabnya, mereka berempat tidak melakukan apapun selain menjaga agar Putri tidak kabur.Pekerjaan yang mudah, tapi terlalu tidak sabar untuk menunggu upah yang nantinya akan diberikan Shena berikut dengan bonus-bonusnya. Putri Darsono itu telah menjanjikan imbalan yang tinggi untuk pekerjaan mudah ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD