Pertunangan

1176 Words
Sebuah aula hotel mewah di pusat kota disulap sedemikian rupa menjadi tempat bak negeri dongeng namun tak meninggalkan kesan elegan dan mewah. Ornamen bernuansa putih dan lampu berwarna warm semakin menambah kesan indah, belum lagi semua dekorasi bunga dan background ruangan itu yang sangat megah. Siapa lagi pemiliknya jika bukan Shena dan Erlangga, kedua anak pengusaha itu akan melangsungkan pertunangan mereka malam ini. Para tamu undangan pun sudah banyak yang hadir, sebagian besar merupakan rekan bisnis kedua perusahaan. Erlangga dan Shena sendiri hanya mengundang teman-teman terdekat mereka saja. Shena gugup, sangat gugup, acara pertunangannya hanya tinggal menghitung waktu. Malam sudah semakin gelap, dan beberapa tamu undangan sudah hadir memenuhi aula hotel bintang lima itu. Hari ini adalah hari pertunangannya dengan putra tunggal Ardiwangsa, ia harus terlihat bahagia. Gadis itu melakukan semua ini demi kebahagiaan kedua orang tuanya, dan orang tua Angga tentu saja. Meskipun, dia sangat tahu bahwa Angga membenci pertunangan ini, tapi biarlah, karena sejujurnya gadis cantik itu menyimpan bahagia di hatinya. Ini yang Shena inginkan, mengikat pemuda itu untuk selama-lamanya. "Cuuuantikkk." puji seorang make up artis yang disewa Wulandari, ia tengah mendandani Shena di kamar khusus yang disediakan oleh hotel. Omong-omong, hotel ini adalah salah satu hotel milik keluarga sang calon tunangan. Shena tersenyum, "Makasih om tante!" "Kok om tante lagi sih, tante aja!" seorang laki-laki berusia empat puluhan tahun itu mengoreksi Shena, ia jugalah yang menjadi make up artis Shena dan keluarga malam hari ini. Shena terkekeh, bukan tanpa alasan gadis itu memanggil 'om tante' pada make up artisnya, karena pria itu memiliki fitur wajah yang lebih ke arah cantik daripada tampan, dan penampilannya juga feminim. "Gini ya kalo dandani orang cantik tuh." ujar sang make up artis. "Kenapa?" "Ga perlu usaha yang lebih, dari asalnya juga udah cantik, Shena." "Jadi, om tante puji aku cantik nih?" goda Shena sambil mengerlingkan matanya. Sang make up artis terkekeh, "Kamu mah, pd banget." "Tapi bener, kan?" "Bener sih." Sang MUA menyemprotkan setting spray ke wajah Shena secara merata, dan itu menjadi tanda bahwa serangkaian make up kali ini telah paripurna. Ia.berputar, menatap hasil kreasi tanganya dengan bangga. "Cantik banget loh, asli. Padahal sesuai request ya, bukan make up tebel karena kamu ga mau kayak ondel-ondel." Shena pun tersenyum melihat pantulan dirinya di cermin, memang tidak sia-sia semua rupiah yang ia habiskan untuk merawat wajahnya tiap minggu. "Iya, cantik banget." puji Shena pada dirinya sendiri. "Udah Shen?" tanya Wulandari di balik pintu. Wanita paruh baya itu mengenakan dress kebaya berwarna putih tulang. "Kurang sedikit bu." jawab sang MUA. "Ini tinggal pakai heels mah." balas Shena gadis itu dibantu beberapa designer Shen's Collection tengah sibuk memakai sepatu hak tingginya. "Uwahh, ini siapa Jeng? Ini anak gadis saya?" tanya Wulandari pada make up artis yang tengah merapikan gaun berwarna senada dengan sang ibu, hanya saja modelnya lebih mewah. Make up artis itu terkikik, "Ini tadi baru turun dari khayangan bu." Shena jadi malu sendiri karena dua orang yang kini tengah menatapnya berbinar, ia akui dirinya sangat cantik malam hari ini. "Ayo, tamunya udah pada dateng." ajak Wulandari pada sang putri, Shena lalu mengandeng lengan sang ibu dengan senyum cerah. "Iya, mama." Shena turun bersama sang ibu, disambut senyum hangat orang-orang yang sudah menunggu. Terutama barisan dua keluarga yang sangat antusias malam hari ini. Papan cantik bertuliskan 'Erlangga & Arshena' terhias cantik dengan ornamen bunga berwarna senada dengan tema pertunangan yang bernuansa putih dan perak. Erlangga Ardiwangsa, putra tunggal keluarga Ardiwangsa itu tampak menawan dengan kemeja motif parang dan balutan jas berwarna hitam. Tatanan rambut dan semua yang melekat padanya sangat sempurna malam ini, yang disayangkan adalah wajah datar dan dingin yang ia tampilkan. Berulang kali sang ibu mencubit Erlangga agar tersenyum dan lebih santai. Sejujurnya ada setitik raga gugup di dalam hati pemuda itu, yang coba ia tekan sekuat tenaga. "Mari kita sambut, putri kesayangan bapak Darsono yang baru saja turun dari khayangan, Arshena Putri Darsono." tepuk tangan dan decak kagum orang-orang mengiringi bergabungnya Shena dan sang ibu dalam acara itu. Gadis itu duduk berhadapan dengan Erlangga, terpaut jarak beberapa langkah karena konsep yang dibuat weeding organizer seperti itu, kedua keluarga duduk berhadapan. Erlangga melempar tatap tak biasa dan Shena kesulitan mengartikannya. Cukup lama berpandangan, sampai MC acara itu menginterupsi. "Nah, mungkin Bapak Darsono bisa bercerita nih, bagaimana sih mbak Shena saat kecil dulu." ujar MC. Penyambutan telah usai, dan saat ini hanya acara selingan sebelum masuk ke acara inti. Galih Darsono nampak gagah dan berwibawa dengan jas hitamnya, pria tua itu berdiri dan mengambil mikrofon. "Cek, cek, ehm ehm." candanya, membuat orang-orang yang menyaksikan tertawa. "Maaf, sudah lama tidak pegang mike jadi kagok saya." "Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya karena para tamu undangan sudah berkenan hadir." ucap pria paruh baya itu. "Saya mewakili keluarga saya, akan menceritakan sedikit tentang gadis kecil saya yang kini sudah beranjak dewasa." tersirat rasa haru dalam ucapan Pak Darsono. "Dulu, Shena itu suka mengompol." sontak seluruh hadirin tertawa, terutama Arsen, Aldi, dan Aldo yang tahu persis bagaimana Shena. "Bener pah!" teriak Aldi. "Shena itu baru tidak mengompol lagi kelas tiga SD, ya mah ya." Galih Darsono meminta persetujuan sang istri, dan Wulandari mengangguk sambil menahan tawa. "Dalam seminggu itu ada enam hari yaa, paling tidak tiga hari itu Shena selalu ngompol. Karena anak saya itu suka sekali minum es dan nyusu, mulai dari s**u sapi, s**u kedelai, s**u kambing, s**u formula, dan banyak lagi lah." Shena hanya bisa menahan malu dan tersenyum, "Tapi, Shena itu penyayang." "Sangat penyayang, saya berani jamin itu." Galih Darsono mengacungkan jempolnya kepada sang putri. "Karena kami punya tiga putra, dan Shena adalah satu-satunya putri kami, maka kami benar-benar memanjakan dia. Membelikan banyak mainan, memenuhi semua kebutuhannya, mengikutsertakan les dan kursus, dan banyak lagi. Jadi, nanti Erlangga jangan kaget ya kalau Shena itu manjanya luar biasa. Itu saja ya, saya bingung harus bercerita apa. Giliran mama saja yang bercerita." Wulandari terkejut saat diberikan mike oleh sang suami dengan tak terduga, namun wanita cantik itu tetap menerimanya. "Shena putri kami." Nyonya Darsono itu menjeda kalimatnya, menatap tamu undangan yang antusias mendengarkannya. "Anak gadis satu-satunya." "Shena itu sangat mudah menangis, dia pemberani tapi juga cengeng. Bahkan, dia bisa menangis hanya karena kami tak sengaja berbicara keras padanya." Shena menatap haru sang ibu, yang kini terlihat sedang menahan tangisnya. "Pernah satu waktu, kami memarahi dia karena terus menerus pulang terlambat dengan baju yang kotor. Lalu dia menangis dan lari ke kamarnya, setelah diusut ternyata setiap pulang sekolah Shena selalu pergi ke pasar atau kemana saja sambil membawa makanan kucing. Dia memberikan itu pada kucing-kucing liar itu dan bermain bersama anak-anak pengamen di pinggir jalan." "Dulu, saya melarangnya, memarahinya dan menguncinya di kamar. Padahal, Shena hanya ingin berbagi, karena putri kami ini memiliki hati yang sangat lembut. Lalu, akhirnya kami membolehkan dia pergi, tetapi hanya di hari minggu dan dalam pengawasan." Wulandari berkaca-kaca, "Sekarang tidak terasa dia sudah bertumbuh dewasa, padahal dulu dia anak centil yang suka action-action di depan cermin." "Sekarang ini masih antara percaya dan tidak percaya, Shena kecil saya mau tunangan." "Jadi, saya mohon untuk Erlangga, dari hati yang terdalam. Tolong jaga putri kecil kami dengan baik."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD