Rumor

1732 Words
Arsen tersenyum semringah menghampiri seseorang yang beberapa bulan ini mengisi hatinya, Kania. Gadis cantik gigi gingsul itu, entah bagaimana caranya bisa memikat seorang Arsenio Putra Darsono untuk bertekuk-lutut ke dalam pesonanya. Terhitung sudah hampir dua bulan mereka resmi menjadi sepasang kekasih. Awalnya hubungan mereka dirahasiakan atas permintaan dari Kania, karena gadis itu sangat takut akan mendapatkan banyak kebencian dari para pengagum Arsen. Tapi, lambat laun si sulung sendiri yang mulai terang-terangan mempublikasikan hubungan mereka. Contohnya saja snapgram Arsen minggu lalu setelah pertandingan basket melawan SMA Cendrawasih, Arsen mengambil foto seorang gadis yang sedang menunduk dan sebuah botol air mineral. Foto itu sengaja di blured, tapi semua orang juga bisa menebak siapakah wanita beruntung itu. Yang lebih mencengangkan adalah caption yang tertulis disana, yaitu 'Thank you' dan ditambah sebuah emotikon hati berwarna merah. Postingan itupun langsung viral dan menjadi perbincangan hangat seantero sekolah, tak terkecuali ketiga adik si sulung yang langsung syok melihat postingan sang kakak untuk pertama kali. "Ini, minum." gadis cantik itu memberikan sebotol air mineral untuk Arsen.  Arsen tersenyum senang, mengulurkan tangannya untuk menerima pemberian sang kekasih. Sebotol air mineral yang masih disegel tutupnya, "Makasih" jawabnya lalu membuka tutup botol itu.  "Heh?" heran Kania saat Arsen justru memberikan botol itu padanya.  "Buat kamu aja, tadi kamu habis olahraga kan." ucap Arsen lembut melihat kekasihnya masih mengenakan seragam olahraga. Cowok itu segera membimbing Kania untuk duduk di bangku koridor dekat lapangan basket.  Kania yang tidak nyaman pun membau baju olahraganya, tadi ada materi bola voli dan ia banyak mengeluarkan keringat. Kania duduk mengambil jarak. "Kenapa jauhan?" "Aku bau keringat, hehe." cengir Kania. Arsen tersenyum tipis, pemuda itu menggeser tubuhnya lebih dekat pada sang kekasih. "Eh!" pekik Kania. Hari ini ada jadwal untuk perekrutan anggota baru tim basket setelah jam istirahat, karena kegiatan belajar mengajar masih belum aktif.Arsen dan anggota yang lain dibuat terheran-heran dengan antusias siswa kelas sepuluh. Mereka sampai kewalahan memilah dan memilih siapa yang berpotensi lebih baik. Arsen dan yang lainnya berpanas-panasan di bawah terik matahari untuk menyeleksi murid-murid kelas sepuluh. Setelah perekrutan selesai, barulah pemuda itu menghampiri kekasih yang menunggu di depan koridor. Arsen membelai lembut untaian rambut Kania yang terbawa angin, menyelipkannya di belakang telinga. "Harusnya kamu ga usah nyamperin aku, kamu tunggu aja di kantin. Aku pasti samperin kamu." ucap Arsen. Tutur katanya benar-benar berbeda saat bersama Kania, begitu lembut. Pemuda itu sampai tidak percaya dengan apa yang baru saja ia katakan, jika saja itu Shena pasti Arsen akan berlaku berbeda. "Tadi, aku pikir kamu ga jadi kantin. Aku kesini samperin kamu." "Kamu udah makan?" tanya Arsen.  Dengan ragu Kania menggeleng, "Belum." uangnya sudah habis untuk iuran kelas dan buku LKS. Sisanya sudah ia gunakan untuk membeli sebotol air mineral tadi. Arsen segera bangkit dan mengulurkan tangannya. "Apa?" tanya Kania heran Arsen terkekeh kecil karena ekspresi lucu kekasihnya.  "Ayo ke kantin, aku laper." Mencari alasan, padahal pemuda itu baru saja makan semangkuk mie ayam campur bakso bersama Affan. Arsen terpaksa berbohong agar Kania ikut makan di kantin bersamanya, ia yakin kekasihnya itu pasti belum makan sejak kemarin malam. Kania adalah gadis biasa yang tinggal bersama neneknya, ayah dan ibunya berpisah, dan entahlah sekarang ada dimana. Mereka sudaj melanjutkan hidup baru mereka, tapi meninggalkan Kania sendirian bersama sang nenek. Untuk biaya sekolah, gadis itu mengandalkan beasiswa yang diberikan Shena padanya. Anak kedua keluarga Darsono itu memang selalu mendapatkan beasiswa atas prestasinya, namun karena Tuan Darsono menolak putrinya untuk membayar uang sekolah dengan beasiswa, jadilah beasiswa itu diberikan pada Kania. Untuk hidup sehari-hari, gadis muda itu bekerja paruh waktu di sebuah cafe dekat rumahnya. Mengingat sang nenek yang sakit-sakitan, dan tidak mampu bekerja lagi. Akhirnya, Kania harus berusaha mencukupi kebutuhannya sendiri dan merawat neneknya.  Pribadi yang mandiri, lembut, dan penyayang Kania lah yang berhasil membuat Arsen jatuh hati. Pertemuan pertama mereka, saat Arsen mengunjungi cafe salah satu sepupunya dan ternyata Kania bekerja disana. Bohong jika cowok itu tidak tahu-menahu latar belakang kekasihnya, hanya saja ia memilih bungkam dan berpura-pura tidak tahu.  Perjalanan menuju kantin seperti neraka bagi Kania, gadis itu belum terbiasa dengan tatapan orang-orang padanya. Saat kabar itu berhembus dengan kencang, Kania sempat takut dengan para siswi yang terang-terangan bergunjing di depannya. Sebenarnya, Arsen tahu dengan kegelisahan sang kekasih. Pemuda itu hanya berharap Kania bisa mengusir rasa takutnya dan membiasakan diri. "Mau makan apa?" tanya Arsen setelah sampai di kantin. "Apa aja deh." "Ya, apa?" tanya Arsen lagi, "Ga ada makanan terserah loh disini." candanya. "Samain aja." "Oke." Suasana kantin begitu ramai, dan semua meja sudah terisi semua. Arsen membawa Kania untuk duduk bersama dua orang pemuda kelas sepuluh. Mereka adalah Aldi dan Aldo yang sibuk dengan ponsel masing-masing. Kedua pemuda itu tengah bermain game online, setelah menghabiskan seporsi bakso dan es teh untuk masing-masing. "Duduk sama mereka gapapa kan? Mereka ga akan gigit kamu kok." tanya cowok itu lagi, melihat Kania sepertinya tak nyaman. Arsen berdecih melihat adik-adiknya sibuk meminum jus masing-masing, tapi mata mereka tetap fokus pada ponsel. "Lo maju!" sentak Aldi, sambil menepuk meja. "Sabar woy! Susah tahu ini." "Ga bisa main lo ya!" "Enak aja ga bisa main, gue buktiin skil gue lo kocar kacir nih." sombong Aldo, nyatanya hero yang ia mainkan justru tengah terkepung. Brakkk..... Aldo menggebrak meja dengan keras saat permainan itu kalah, akibat banyaknya musuh yang mengepung dirinya. Kania sampai berjingkit kaget mendengar itu, "Astaga." gumannya. "Kan, apa gue bilang juga. Lo g****k!" umpat Aldi. "Lo yang g****k ga menyelamatkan gue!" balas Aldo tak mau kalah. Kania melihat sekeliling dan semua bangku sudah penuh, hanya tersisa disini. Sekalipun tidak nyaman, tapi ia tidak punya pilihan lain. Ia juga tak mau Arsen kecewa dengan sikapnya nanti. "Iya, gapapa kok." "Beneran?" Kania mengangguk. Si sulung menatap kedua adiknya datar, jika saja ia tidak sedang pencitraan di depan Kania. Pasti Arsen sudah menjitak kepala mereka tanpa ampun, tapi ia menepuk pundak mereka dengan keras. "Yang baik dong, hey!" "Eh, ada abang ternyata. Udah lama bang?" tanya Aldo.  "Ga sadar lo kita, ada abang disini." tambah Aldi dengan ekspresi terkejut. "Tadi, ku pikir siapa." Arsen hanya memutar bola matanya malas, dan melenggang pergi.  Karena didorong rasa penasaran, kedua pemuda itu curi-curi pandang ke arah gadis kelas sebelas yang senang menunduk itu. Aldi melirik sekilas, lalu ia beralih memberikan sebuah kode-kode aneh kepada Aldo. Ingin rasanya Kania menyapa mereka, seandainya kata 'hai' yang tertahan di kepalanya bisa ia utarakan. Ada banyak hal lagi di kepalanya yang tak mampu ia sampaikan, seandainya saja ia seberani gadis lain. Kania hanya berharap Arsen segera datang mengusir canggung yang mendera mereka. Shena dan kedua temannya memasuki kantin, gadis berkucir kuda itu menoleh ke kanan dan ke kiri melihat tidak ada meja yang kosong selain meja di pojok berisi tiga orang. Gadis itu langsung duduk disana bergabung dengan penghuni lama. Vanya dan Sonia mengikuti di belakang, sebagai teman lama Shena yang sudah tahu seluk-beluk kehidupan gadis itu. Mereka cukup akrab dengan saudara-saudara Shena. "HEYYYY!" rangkul gadis itu pada Aldi. Aldi sampai terbatuk-batuk saking terkejutnya saat minum, "Mbaaaaaak!!" keluhnya.  "Hai, Di, Do!" sapa Sonia. Aldi dan Aldo tersenyum ramah ke arah sahabat sang kakak. "Shen, Son, gue mau mojok dulu ya. Ikut boyfie." pamit Vanya, lalu berlari kecil menghampiri sang kekasih tanpa menoleh lagi. Shena dan Sonia berdecih, "Mentang-mentang punya pacar dia." "Tandain aja, ntar kalo udah putus dia pasti balik lago jadi sadgirl." Shena terkekeh menanggapinya. Vanya adalah yang paling sering bergonta-ganti pacar diantar mereka, karena kepribadian gadis itu yang ceria menjadi daya tarik utama. Yang menyebalkan adalah Vanya akan menjadi menye-menye saat putus cinta, ia jadi tidak bersemangat dan sering merepotkan. "Mau makan apa Shen?" tanya Sonia.  "Samain aja Soniee." ucap Shena. Sonia segera beranjak dan mengantre di depan gerobak bakso Mang Dadan. Menu kantin favoritnya dan Shena. Bakso lava dengan banyak cabe rawit di dalam bakso yang besar. "Eh!" pekik Shena pelan melihat gadis yang tengah tertunduk itu duduk bersama mereka, ia tampak tidak nyaman tapi memaksakan diri. Shena mendengar banyak sekali spekulasi dari netijen sekolah mengenai hubungan Arsen dan Kania. Putri Darsono itu juga tidak terlalu mengenal siapa Kania, sejauh yang ia tahu Kania menerima beasiawanya dari sekolah. Dari rumor yang beredar pun, katanya Kania adalah gadis biasa yang tinggal di pinggiran Kota Jakarta yang padat penduduk. Shena belum sempat melakukan riset untuk mengetahui asal-usul Kania, nanti ia akan meminta Vanya melakukannya. Yang jelas, Shena cukup geram karena namanya dibawa-bawa dalam gossip Arsen ini dan dibanding-bandingkan dengan Kania. "Ada abang juga ya?" tanya gadis itu pada kedua adiknya.  "Hooh, bawa mbak ini juga." jawab Aldo.  Aldi mendongak mengamati Kania, "Siapa mbak dia? Yang ada di snapgram abang, kan?" tanyanya pada Shena.  Shena mengendikkan bahu, "Tanya aja sendiri", jujur Shena, ia pun tak tahu kalau Arsen berpacaran dengan Kania. Ia baru tahu karena snapgram dan mendengar gossip dari Vanya.  "Mbak namanya siapa?" tanya Aldi pada Kania, pemuda itu yang duduk tepat di samping kekasih sang kakak. Yang ditanya segera mendongak sambil tersenyum kikuk, saat matanya bertemu dengan Shena, gadis itu segera menunduk kembali. "Kania." jawab Kania pelan.  Aldo menggangguk-angguk, "Aku, Aldi." ujarnya sambil mengulurkan tangan, yang dibalas canggung oleh si gadis. "Mbak ini, pacarnya abang ya?" tanya Aldo langsung tembak, suara pemuda itu yang keras membuat orang-orang melihat ke arah mereka. Kania tergagap, "I, i, iya." ucapnya pelan. "Udah berapa lama?" kini giliran Aldi yang bertanya. Sangat penasaran dengan sosok gadis pendiam nan lugu yang berhasil menjadi kekasih Arsen. "Baru aja kok." jawab Kania. "Jadiannya kapan?" "Tanggal berapa?" "Abang romantis gak?" Kania melirik ke kanan dan kiri saat dirinya seperti sedang diinterogasi. "Kenapa mbak nunduk? Kalo diajak ngomong jangan nunduk dong mbak, kan jadi ga enak ngobrolnya." ucap Aldo. Kania mau tak mau mendongak. "Tuh kan, gapapa kan kalo ga nunduk." Shena menyenggol lengan Aldo, adiknya yang satu ini memang mulutnya pedas dan suka ceplas-ceplos seenaknya. "Jangan gitu." desis gadis itu.  "Apa yang mbak suka dari abang?" tanya Aldi lebih santai. Cowok itu terlihat lebih berpengalaman mengobrol dengan wanita daripada saudaranya. Ya, tentu saja, kan dia punya banyak kenalan wanita. Kania hanya tersenyum simpul.  "Tenang aja, Mbak Kania ga usah canggung ataupun takut sama kita, kita ini adik-adik yang baik dan rajin menabung kok." canda Aldi. Aldi menggosokkan jarinya pada dagu, seolah tengah berpikir keras antara mengutara rasa penasarannya atau tidak. "Bentar deh, kayaknya ada yang aneh ga sih?" Shena dan Aldo saling tatap, "Apa?" "Kok mbak ga pernah dibawa ke rumah ya, aku baru tahu loh kalo mbak ini pacarnya abang. Tahu ku cuma kak Gla----" Shena segera membungkam mulut Aldi dengan tangannya.  "Diiiiii!" desis Shena. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD