Jus jambu

1794 Words
Setelah menunggu cukup lama, Arsen dan Sonia akhirnya datang bersamaan. Kedua remaja itu tampak asik mengobrol dalam perjalanan menuju meja, satu hal yang berhasil menciptakan rasa tak nyaman di hati Kania. Gadis itu mengalihkan pandangannya, berpura-pura tidak sadar jika keduanya telah datang. Mungkin lebih tepatnya, Kania tengah menyembunyikan kedua matanya yang memanas hanya dengan melihat Arsen tampak akrab dengan orang lain. "Foods here!" ujar Sonia penuh ceria, ia membagikan semangkuk bakso dan jus jeruk kepada Shena. "Makasih, Son." "Sama-sama." Begitu pula Arsen, pemuda itu memilih duduk di hadapan Kania bersebelahan dengan Sonia dan Aldo. Arsen juga memesankan sang kekasih semangkuk bakso, bukan bakso lava tentu saja. Karena pemuda itu tahu jika Kanis tidak bisa memakan makanan pedas, ia tentu tidak mau jika sampai kekasihnya sakit. Sesaat kemudian, saat yang lainnya sibuk meracik bakso mereka dengan kecap dan saos. Mang Dadan mengantarkan dua mangkuk bakso ke meja mereka. Shena mengerutkan keningnya, "Siapa yang pesan lagi?" tanyanya. "Mang, salah meja kali." sahut Sonia, "Kita udah pas ini." Mang Dadan tersenyum, wajah senja penuh kerutan itu menggeleng. "Mang benar kok, Neng. Ini buat mas nya dua ini." jawab Mang Dadan sambil meletakkan bangkuk bakso di hadapan Aldi dan Aldo. Kedua anak itu tertawa renyah melihat ekspresi aneh yang ditunjukkan untuk mereka, mangkuk yang ada di depan mereka tadi nyatanya bukan milik mereka. Melainkan milik tiga siswi yang berhasil mereka minta untuk pindah dari meja itu dengan sedikit memaksa. Aldi dan Aldo menggeser botol saos dan kecap untuk mendekat kepada mereka, "Permisi mbak, mas, botolnya boleh pinjam ga?" tanya Aldi dengan gaya paling menyebalkan. Acara makan pun dimulai, keenamnya sibuk dengan mangkuk masing-masing sambil sesekali mengobrol. Semakin siang, kantin justru semakin ramai. Rata-rata dari mereka datang bukan hanya untuk mengisi perut, tapi juga penasaran ingin melihat kekasih baru Arsen. Terutama siswi kelas sebelas dan dua belas yang mengaku bagian dari fanbase Arsen dengan terang-terang menilai Kania. Di jam pelajaran yang belum berjalan normal seperti sekarang, sudah tidak aneh jika datang ke sekolah hanya sebagai formalitas saja. Biasanya banyak anak-anak sudah pulang sebelum pukul sebelas, tapi kali ini jam di kantin menunjukkan pukul satu siang dan para murid masih lengkap. Hari ini demo ekskul dan pembagian buku paket dan LKS dari perpustakaan sekolah, juga ada iuran pelajar yang harus mereka bayar dan iuran kelas untuk kas. Sonia yang pertama kali mengutara rasa tidak nyamannya, "Gue baru kali ini deh ke kantin dilihat banyak banget orang." Shena tersenyum sambil membelah bakso berukuran besar di mangkuknya, kuah di mangkuk itu warnanya merah pekat sama seperti milik Sonia. Memang paling menyenangkan memiliki bestie yang seleranya sama, Vanya pun juga sangat menyukai makanan pedas. "Mereka bukan lihat lo." "Mereka lihat pasangan baru yang lagi anget-angetnya." ujar Shena. "Apa kita pindah aja dari meja ini ya?" tawar Aldi. Aldo menghela napas jengah, "Mau pindah kemana, semua meja udah full, masa iya mau lesehan di lantai sih, Di." "Udahlah, cuekin aja." kesal Arsen. Ketiga adiknya langsung diam, mereka kembali fokus pada mangkuk yang semakin lama semakin hambar. Bagaimana tidak hambar jika banyak pasang mata melihat mereka saat ini, sekalipun maksudnya bukan mereka. Tapi rasa tidak nyaman itu sudah terlanjur muncul, apalagi Sonia yang hanya mengaduk-aduk kuah baksonya. "Itu pacarnya Arsen?" "Iya ih, ga banget deh. Cantikkan juga gue." "Apa sih yang dilihat Arsen dari dia, biasa aja gitu." "Yang mana? Yang mana pacarnya kapten tim basket sekolah kita?" "Yang itu tuh, yang duduk di depan Arsen." "Lah, kok biasa aja. Ga secantik Shena." Shena meletakkan sendok dan garpunya, ia mengunyah dan menelan suapan bakso terakhir yang coba ia habiskan secepat mungkin. Jika saja para siswi itu bergunjing di belakangnya, itu tidak jadi masalah, tapi ini telinganya masih bisa menangkap dengan jelas gunjingan mereka. Shena semakin kesal saat namanya diseret ke dalam gunjingan itu. Putri Darsono itu memberi kode pada Sonia lewat tatapan matanya untuk segera pergi, sangat tidak nyaman disini. Shena tahu jika Sonia sangat tidak nyaman, terbukti dari wajah masam yang ditunjukkan sahabatnya itu. Sonia paling tidak bisa berbohong, gadis itu selalu menggambarkan apa yang ia rasakan lewat ekspresi wajahnya. Sebagai sahabat terdekat, Shena dapat membaca itu dengan mudah, begitu pun sebaliknya. Jika Shena yang tidak nyaman, Sonia dapat menebak dengan akurat. "Awh!" pekik Kania, gadis itu segera bangkit saat jus berwarna merah menyiram tubuhnya. Ia mengambil selembar tissu dan mencoba membersihkan noda merah di baju seragam putihnya, itu adalah satu-satunya seragam yang ia punya, jika itu rusak karena noda. Kania tak tahu lagi harus membeli dengan apa. Shena menoleh pada Kania, ia yang hendak bangkit untuk pergi pun mengurungkan niatnya. Aldi dan Aldo ikut mengalihkan atensi mereka pada gadis kekasih Arsen itu. Jus jambu itu mengenai bagian kanan kiri pundaknya dan semakin merembes ke bawah, saat gadis itu mencoba membasuhnya dengan tissu, noda itu malah semakin merata. Air dalam jus jambu itu membuat baju putih Kania berubah jadi transparan karena tipisnya. Orang yang menyiram jus pada Kania adalah siswi berkacamata kuda dari kelas sepuluh, lebih tepatnya gadis itu tidak sengaja menyiram kekasih Arsen karena tersandung sesuatu. "Lo lagi!!" bentak Arsen keras. Suara si sulung itu sampai membuat orang-orang terdiam sejenak, mereka yang awalnya menertawakan Kania kini berangsur diam. "Lo ada masalah apa sih?!" "Minggu lalu lo hampir ketabrak mobil gue, sekarang lo nyiram pacar gue. Mau lo apa sih!" marah Arsen, pemuda itu sampai berdiri dari duduknya, ia menatap nyalang gadis yang tengah bergetar ketakutan itu. Gadis itu kembali menangis dan terpaku di tempatnya, sama seperti kejadian minggu lalu. Mai melirik ke kanan dan ke kiri, pandangannya sudah mengabur karena genangan air mata di pelupuknya. "Ma..ma...maaf kak. Aku ga sengaja, aku...aku tadi keple----" "Halah alesan, kan lo!" Mai menggeleng, ia bersungguh-sungguh dan tidak mencari alasan untuk membenarkan kesalahannya. Tapi tadi itu ia benar-benar tidak sengaja, ia sedang berjalan untuk mencari tempat yang kosong sambil membawa jus jambu kesukaanya dan sebungkus roti. Lalu tiba-tiba kakinya tersandung sesuatu dan ia jatuh, Mai sampai tersungkur menyapa ubin, dan lebih sialnya lagi jus jambu itu melayang menyiram Kania. Kini gadis itu dan dua orang yang di hadapannya tengah menjadi pusat perhatian seluruh kantin, dan ia semakin dibuat mati kutu tak dapat berkutik. "Sekarang lo tanggungjawab atas kesalahan lo." perintah Arsen. Mai mendongak, "Tanggungjawab?" lirihnya takut. "Tapi saya ga sengaja kak." Mai meraih telapak tangan Kania dan menggenggamnya erat, "Kak, aku minta maaf ya, aku tadi ga sengaja." Sedetik kemudian tautan tangan merekan terlepas karena sentakan kasar Arsen pada Mai, gadis berkacamata itu sampai terdorong ke ke belakang. Syukurlah ada meja, jadi Mai tidak terjungkat ke belakang. Gadis berkacamata itu bertumpu pada meja sambil membenarkan letak kacamatanya yang hampir jatuh. "Sekarang lo bersihin baju Kania." suruh Arsen, pemuda itu melempar kotak tissu kepada Mai. "Sampai bersih." "Kalo ga bersih, lo berurusan sama gue." Aldo berdecak keras, ia tercengang dengan tingkah Arsen barusan. Baru kali ini si sulung menunjukkan sifat aslinya di rumah kepada banyak orang di tempat umum. Keman lagi sifat pencitraan pemuda itu yang biasanya ia tunjukkan. Aldo dapat menangkap makna dari ekspresi wajah Aldi dan sang kakak perempuan. Shena menghembuskan napas sejenak, ia muak tapi ingin melihat drama ini hingga akhir. Berbeda dengan Aldi yang sudah bergidik ngeri melihat Arsen, bukan takut tapi lebih ke arah tidak suka. Memang siswi bernama Mai itu sudah mereka tandai sejak debut pertamanya yang hampir tertabrak mobil sang ayah, tapi tak pernah lebih jauh dari itu. mereka pun tak mengganggu Mai yang selalu menghindar jika bertemu anak-anak Darsono. Mai kembali mengambil tissu dengan tangan bergetar hebat, noda di baju Kania tidak mau hilang jika tidak dicuci dengan air dan sabun. "Kenapa ga mau hilang sih." guman Mai. Arsen yang mendengar itu semakin marah, pemuda yang biasanya pasif itu kini jadi tak terkendali. "Apa lo bilang?!" "Ini...ini kak...nodanya ga mau hilang kak." "Kalo gitu buka baju lo." ujar Arsen. Mai membulatkan matanya, ia memberanikan diri menatap mata setajam elang milik Arsen. Mata hitam legam yang sangat indah tapi menyeramkan di saat yang bersamaan. "Maksudnya kak?" "Masih ga ngerti juga?" "Lo buka baju, kasih baju lo buat Kania. Terus lo cuci baju Kania." Shena yang sedang meminum jus jeruknya sampai dibuat tersedak, gadis itu terbatuk. Begitu pula Aldi dan Aldo, si kembar yang sedang melahap bakso pun sampai ikut tersedak. "Wahh, ga gitu cara mainnya, bang." ujar Aldi. "Lo apaan sih, bang. Perkara baju kena jus jambu aja ga usah berlebihan lah." tambah Shena. Arsen menatap kedua adiknya, "Bukan urusan kalian." "Cuihh!" pekik Aldo, si bungsu bangkit dari duduknya guna menyadarkan Arsen. "Ini emang bukan urusan kita ya, tapi ini juga bukan urusan lo, bang. Iki urusan Mai sama pacar lo kan, lagian dia udah minta maaf juga karean ga sengaja." "Oh, jadi lo belain dia?" tunjuk Arsen pada Mai. "Suka lo sama dia?" "Maksud lo apa sih? Lagi pms lo ya, udah lah, chill aja ga usah dibawa serius amat cuma baju kan, bisa beli lagi di toko masih banyak." "Coba lo yang jadi Kania, Do." "Udah-udah!" lerai Shena, ia ikut bangkit dan meminta Aldo untuk diam dan duduk. Msalahnya si bungsu itu sangat mudah emosi jika bertemu si keras kepala seperti Arsen. Shena menatap Kania dan Mai yang tengah berkerja-sama membersihkan noda merah di baju seragam sekolah Kania, jika ia jadi gadis itu, Shena akan segera berlari ke loker guna mengambil seragam cadangannya dan berganti baju, lalu menyerahkan baju itu pada Mai untuk dicuci sebagai bentuk pertanggungjawaban. Bukan malah kebingungan membersihkannya dengan tissu yang sangat sia-sia. Saudara kembar Arsen itu mengulum bibirnya sambil merangkai kalimat yang cukup lembut untuk meluruhkan tembok emosi Arsen tanpa melukai perasaan lugu Kania. Duduk bersama saat makan tadi, Shena diam-diam mengamati dan membaca sifat gadis yang menjadi pacar kakaknya itu. Sejujurnya Shena cukup terkesan dengan Kania yang mampu memikat hati sang kakak dengan sifat lugunya. Dan bagi seorang Arshena yang bukan gadis baik, sifat lugu adalah yang paling tidak ia sukai. "Kania, sekarang lo mending pergi ke loker buat ganti baju deh. Kalo udah ganti baju, nanti kasih ke Mai biar di cuci." "Tapi..." "Tapi apa?" tanya Shena cepat. "Ini bajuku satu-satu, Shen." ujarnya lirih. Ucapan Kania barusan mengundang tawa dari beberapa murid di kantin itu, pasalnya rata-rata murid di SMA Nasional selalu menyimpan baju cadangan di loker masing-masing. Jika ada yang tidak menyimpan baju, ataupun hanya memiliki satu baju saja, sudah bisa dipastikan jika mereka akan kesulitan saat terjadi hal yang mendesak. "Yaudah kalo gitu lo ambil baju gue di loker deh, ayo!" Arsen berkacak pinggang sambil menghembuskan napas kasar. "Udah lo ga usah ikut campur, Shen." "Gue cuma mau bantuin, Sen." "Shen, lo mau bikin dia tambah malu." "Malu apa sih? Gue cuma mau pinjemin baju apa salahnya, Sen." Aldi mengusap wajahnya frustasi, jika kedua kakaknya sudah memanggil satu sama lain dengan nama, itu artinya pembicaraan ini akan sangat serius. "Bisa ga sih lo ga usah ikut campur masalah gue, lo mau rebut apa lagi dari gue?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD