Pangeran pujaan

1774 Words
"Ayo, Na!" ajak Vanya, bel istirahat telah berbunyi nyaring memenuhi sekolah, gadis itu memasukkan buku tulis dan bolpoint miliknya ke dalam laci meja. "Ya." Shena mengangguk, ia segera menghampiri Vanya yang sudah berlari bersama Sonia meninggalkan kelas. Tujuan mereka langsung ke kantin utama sekolah menengah atas itu. Hari ini ada pembukaan warung baru di kantin, cireng mercon spesial menjadi menu utama yang ditonjolkan nantinya. Warung itu terletak di samping kanan gerobak bakso Mang Dadan, letak yang snagat strategis. "Ayo buruan, Na. Ntar kita kehabisan." "Ini first launching mereka loh. Katanya khusus hari ini ada harga spesial." Sonia yang paling antusis dengan warung cireng itu, gadis yang tergila-gila dengan make up itu, juga tergila-gila dengan cireng. Jajanan sederhana yang sangat unik karena garing di luar dan lembut di dalamnya. Ibu Sonia adalah seorang dokter spesialis saraf yang tersohor, jadi wajar jika Sonia tumbuh di lingkungan yang sehat dan tidak mengenal jajanan pinggir jalan seperti cireng ataupun cilok. Putri Darsono itu hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, ia mengimbangi langkah cepat Sonia dan Vanya sebisa mungkin. Ia melihat banyak murid lain yang berdatangan menuju kantin utama, meja dan kursi sudah terisi penuh, seperti biasa banyak yang mengantre untuk membeli makanan. Dari tangga lantai satu, Shena dapat melihat gerobak cireng berwarna kuning dan putih itu nyaris tertutup dengan para siswa dan siswi. Bukannya membentuk antrean memanjang, mereka justru mengerubungi warung itu hingga penjualnya saja entah siapa. Jika sudah begini, gadis berambut panjang itu paling malas untuk ikut mengantre. "Malas banget, rame gitu, beli yang lain aja." ajak Shena. "Yaelah, Na. Cupu lo, kita kan bisa nyempil di tengah." balas Vanya. "Ga mau ah." "Yaudah kalo gitu, lo tunggu sini." ujar Sonia, "Biar kita aja yang antre." "Gue ke toilet ya!" teriak Shena tapi sepertinya kedua sahabatnya itu tidak dapat mendengarnya, Vanya dan Sonia sudah menyempil di tengah-tengah kerumunan yang ramai dan berisik. Gadis itu segera mengambil langkah panjang menuju toilet sekolah yang letaknya di samping kantin, saat baru saja keluar kelas tadi ia merasakan ada yang tidak beres dengan perutnya. Sepertinya Shena harus mengosongkan tabungan dan kembali mengisi perutnya dengan cireng. Gadis itu membuka pintu penghubung menuju toilet, hal pertama yang ia lihat adalah seorang gadis sebayanya. Sedang menata rambut lurus sebahunya di depan cermin toilet, ia menyelipkan sebuah jepit rambut dengan bentuk bunga matahari kecil di atasnya. Gadis itu tampak terkejut melihat kedatangan Shena, ia segera melepas jepit rambut itu dari rambutnya. Ia tampak kikuk saat Shena melangkah mendekat, antara ingin menyapa tapi bingung harus berkata apa. Shena pun tidak berniat untuk beramah-tamah dengan kekasih Arsen itu, ia memilih untuk segera masuk ke bilik toilet dan menyelesaikan misinya. Pantas saja Shena merasa tidak asing dengan jepit rambut itu, rupanya jepit rambut itu adalah aksesoris yang dibeli sang kakak dua bulan lalu saat sedang menghadiri pembukaan toko baru sang ibu di sebuah mall di Jakarta Timur. Jepit tambut bunga matahari itu bukanlah jepit murah yang dijual bertebaran di toko. Di bagian tengah bunga matahari itu ada berlian kecil yang dikelilingi kelopak dari logam perak. Shena terkekeh pelan, rupanya Arsen sangat pandai menyembunyikan perasaannya hingga ia tak sadar jika banyak hal berubah dari pemuda itu belakangan ini. Jadi sudah dua bulan lamanya sang kakak dekat dengan Kania, atau mungkin lebih. Pintu bilik terbuka, Kania terhenyak pelan dari lamunannya, gadis itu berbalik menatap ke arah cermin dan berpura-pura merapikan seragamnya lagi. Salah satu yang paling ingin ia lakukan adalah menyapa Shena, adik dari Arsen itu sudah ia kagumi sejak lama, namun ia tak pernah bisa berteman dengannya. Yang mengagumkan dari Shena itu sangat banyak, selain wajah cantik dan body bak model. Kania sangat mengagumi otak cemerlang Shena, hingga adik kekasihnya itu selalu juara satu di paralel kelas. Kania selalu ingin mengejar Shena, tapi apalah daya jika prilivage yang ia punya tidak seberuntung sang putri Darsono. Kania membasahi bibirnya yang terasa kering, banyak kata kini tertahan di kepalanya. Kran air itu mati, seiring dengan sang pengguna yang selesai dengan kegiatan mencuci tangannya. Shena mengambil tissu untuk mengeringkan kembali kedua tangannya. Sebenarnya ia penasaran mengapa Kania tak kunjung keluar dari toilet, padahal sudah sejak tadi gadis itu disini. Ponsel Shena berdering, menampilkan panggilang telepon dari sang kakak, Arsen. Kania tak sengaja menciru lihat saat ponsel mahal itu tergeletak di sisi wastafel. "Ya?" "Di toilet." "Oke." panggilan terputus, setelahnya Shena melenggang pergi keluar toilet. Meninggalkan Kania yang merasa seolah tak terlihat oleh Shena, bahkan mendapatkan senyuman saja tidak. Kadang, Kania merasa gadis primadona sekolah itu sangat sombong dan angkuh. Kania menghela napas lesuh, gagal lagi upayanya untuk berkenalan dengan Shena. Kania menyimpan kembali jepit rambut pemberian Arsen itu dalam sakunya, jepit rambut indah hingga ia tak bisa tidur setelah mendapatkannya. Gadis itu menatap pantulan dirinya di cermin, ia memang cantik meskipun tanpa riasan apapun, tapi apa yang membuat Arsen tertarik padanya. Arsen datang bagaikan pangeran pujaan hati yang ia nanti-nantikan kehadirannya, di kehidupan Kania yang sangat keras dan menyedihkan, ia berharap ada setitik bahagia yang dibawa oleh seseorang yang tulus mencintainya. Pertemuan pertama mereka di cafe milik Brian mengantarkan keduanya pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, sengaja atau tidak tapi setelahnya Kania bisa merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya. Pada sosok pemuda berwajah dingin yang tersenyum manis ke arahnya, mengulurkan tangan membantu Kania bangkit dari kesendirian. Tak banyak yang Kania tahu dari sosok Arsen, di sekolah pun, yang ia tahu pemuda itu sangat populer dan digandrungi banyak siswi dari berbagai angkatan kelas. Mendapatkan cinta kasih dari pecahan berlian seperti Arsen, rasanya seperti mimpi. "Eh!!" pekik Kania, ia mengusap-usap dadanya karena kaget bukan main. "Kenapa kamu ada disini?" tanyanya. "Kenapa? Ga boleh?" "Bo-boleh sih." "Gue pikir lo mau ngomong sama gue karena nungguin di toilet, jadi gue tunggu balik di luar toilet." ujar gadis yang tengah bersedekap sambil bersandar di dinding itu, Shena sengaja menunggu hingga Kania keluar dari toilet. Kebetulan atau tidak, toilet sedang sepi saat itu hanya ada mereka berdua disana. Kecanggungan kembali mendera Kania setelahnya, ditatap lekat oleh Shena rasanya ingin menceburkan diri ke bilik toilet. Jika dilihat dari dekat seperti ini, Shena benar-benar mirip dengan Arsen, yaitu sama-sama berwajah dingin dan jutek. Hanya saja, wajah Shena lebih bulat dan tembam. Jika alis Arsen sangat tajam bak elang, mata cantik Shena tak kalah tajam, mata itu bagaikan pedang tak kasat mata yang menikam lawannya. "Itu....anu....itu...." Kania melirik ke kanan dan kiri seperti tengah berpikir, padahal ia hanya perlu mengutarakan apa yang mengendap dalam otaknya. "Apa?" "Aku........" "SHENA!!" panggilan melengking itu mengalihkan atensi kedua gadis itu, Sonia datang bersama Arsen dan Affan sambil membawa cireng di kedua tangannya. Shena membulatkan matanya dengan banyaknya cireng yang dibeli sahabatnya. Ketiga orang itu datang menghampirinya tepat di depan toilet, wajah tengil ketiganya membuat Shena menghela napas. Pasti setelah ini ada yang tidak menyenangkan terjadi, entah apa Shena tak mau menebak. "Na, ngapain di toilet sih, lagi jaga kotak amal?" tanya Affan. "Udah ditungguin dari tadi juga." "Ngapain nungguin gue?" tanya gadis itu balik. "Mau diajaki lomba." "Lomba apa?" "Balap cireng, eh!" Affan menepuk bibirnya pelan, "Maksudnya lomba makan cireng mercon, roarrr!!" Sonia dan Arsen mengangguk, "Ayo ikutan, ada banyak kontestannya." "Kok lo bisa sama Affan dan abng gue?" Shena lebih penasaran dengan Sonia yang mampu bersanding cukup lama melewati koridor ramai dengan kakaknya dan Affan. For Your Information, Affan itu mantan pacar Sonia yang masih ia cintai hingga saat ini. Sonia tersenyum cerah hingga gigi kelincinya terlihat jelas, ia menyenggol lengan Arsen dengan bahunya. "Iya dong, sama bebeb Arsen nih, senggol dong!" "Bacok sini!" ketus Affan. Pemuda itu memicingkan matanya, "Lo udah move on dari gue, Son? Apa perlu gue bacain chat lo minggu lalu, lo mohon-mohon buat balikan sama gue? Lupa lo?" Sonia dibuat gelagapan dengan ucapan ngelantur dari Affan, ia tidak pernah sekalipun mengirim pesan kepada pemuda itu sekalipun nomor ponselnya masih abadi di ponsel Sonia. Gadis itu menginjak kaki Affan yang dilindungi sepatu Nike Jordan series lama yang ia modifikasi dengan sentuhan warna sierra blue yang sedang sangat hits tahun ini. Sepatu mahal itu masih tak cukup untuk melindunginya kakinya, ia mengaduh sambil memegangi kaki kanannya. "Rasain tuh! Sembarang sih kalo ngomong." "Kasihan temen gue, Son." ujar Arsen. "Iya ih, sama mantan ga boleh gitu Son, pamali, balikan beneran tahu rasa lo." tambah Shena. Sonia dengan santainya merangkul lengan Arsen, setelah memindahkan semua kantung plastik berisi cirengnya ke tangan kiri. Yang dirangkul pun tampak santai, Sonia dan Affan itu berteman dengan mereka sejak masih sama-sama bersekolah di taman kanak-kanak. Jadi, hal semacam ini sudah sangat biasa tanpa menimbulkan perasaan lebih, kecuali Affan dan Sonia tentunya. Entah bagaimana mereka bisa dekat padahal sudah seperti saudara sendiri. Affan langsung menarik lengan Sonia agar gadis itu terseret menuju kantin bersamanya, dengan setengah berlari gadis itu menoleh ke belakang untuk meminta si kembar mengikutinya. Kompetisi makan cireng mercon disponsori oleh Affan, hadiahnya adalah voucher makan cireng gratis selama seminggu, sepuasnya no limit. Penjual cirang itu bernama Mbak Iin yang memiliki body aduhay, ditambah dengan baju ketat yang ia kenakan semakin membentuk tubuhnya. Lumayan,. kata Affan dan Dewa, bisa buat cuci mata saat di kantin. "Ngapain disini sih, dek?" tanya Arsen. Shena baru ingat dengan apa yang ia lakukan disini, gadis itu segera menoleh ke samping dan tidak menemukan siapapun. Padahal tadi ia sedang bersama Kania, tidak mungkin gadis itu sudat pergi karena akses satu-satunya adalah jalan tempat Shena berdiri. "Kenapa, Na?" tanya Arsen, ia ikut melihat ke arah toilet dan tidak menemukan siapapun. "Lihat apa sih, hantu?" Shena menggelang kaku, "Enggak, tadi ada....." kalimatnya terputus menyadari sepasang sepatu tengah berdiri di balik pintu toliet, dari siluet bayangannya gadis itu tampak diam sambil memilin jarinya. Sesekali bergerah gelisah mencoba memastikan apakah orang di luar sudah pergi. Tak tahu pasti apa penyebab Kania menghindar dan bersembunyi, padahal ada Arsen yang notabebe adalah kekasih hatinya. "Ayo!" ajak Arsen, pemuda itu mengulurkan tangannya kepada sang adik. "Jadi ikutan lomba makan cireng kan? Abang dukung kamu." candanya. Shena tersenyum cerah, bukan menyambut uluran tangan Arsen, gadis itu justru memeluk tubuh sang kakak dari samping. Sengaja untuk membuat para gadis nakal di sekelilingnya memekik tertahan ingin berada di posisinya sekarang, ditambah lagi kedua tangan Arsen justru membalas pelukan sang adik tak kalah erat. Arsen tahu jika Shena sedang dalam mode manja pasti ada yang ia inginkan, contohnya saja sekarang gadis itu tengah mengambil dompet di saku celana Arsen. "Seratus ya? Lupa bawa uang cash, hehe." ujar gadis itu setelah mengurai pelukannya. Arsen mengangguk, "Ambil aja, ambil sesukamu." "Yang penting habis ini aku dapat apartemen yang di Kemang." bisik Arsen di telinga sang adik, Shena langsung merubah ekspresi wajah menjadi masam, ia mencubit keras pinggang sang kakak sebelum berlari menuju kantin dengan tawa jenaka. Si sulung tersenyum miring, lihat saja nanti setelah sampai di rumah, ia akan membalasnya. Sudah banyak ide jahil yang melintas di otaknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD