Gagal malam mingguan

1835 Words
Setelah melewati hari-hari penuh kesibukan sekolah, kini penghujung minggu menjadi angin segar bagi pemuda berjaket kulit hitam dengan headband berwarna senada itu. Malam minggu yang indah di gemerlap Kota Jakarta bersama motor kesayangan, tapi yang disayangkan justru jok belakang motor itu yang tak kunjung menemukan pemiliknya. Seperti jiwa muda pada umumnya yang penuh gelora, sabtu malam pukul tujuh ini pun Aldo akan mengembara di jalanan guna mencari hiburan yang pasti berakhir dengan balapan. Beberapa menit lalu dering pesan dari Roy sudah masuk ke ponsel si bungsu, isinya tentu saja perihal tantangan untuk adu cepat sampai di garis finish dari Ken, anak pengusaha tambang minyak yang songongnya bukan main.  Aldo dan Roy sudah sepakat untuk memberikan anak pengusaha minyak itu sedikit pelajaran, agar Ken berhenti bersikap songong dan memuakkan.   Mencium aroma yang wangi dari kamar sang adik, Aldi melesat masuk ke kamar Aldo yang pintunya sengaja dibiarkan terbuka, pemuda itu membanting dirinya di kasur empuk milik sang adik. Aldi dibuat menghela napas saat melihat sekeliling, kamar milik Aldo memang selalu berantakan dan bau. Tapi, Aldo sendiri selalu wangi. "Hmmm….. Bau-baunya ada yang gak malam mingguan nih." Ejek Aldo, pemuda itu masih asik menatap cermin sambil menata rambutnya. "Bau-bau, kamar lo nih bau." Ketus Aldi, tak mau merespon lebih Aldi memilih menyalakan ponselnya dan bermain game online dengan Rando. Ia mengambil posisi senyaman mungkin di kasur empuk bermotif Spiderman itu. "Ga balapan lagi?" "Libur, Do." "Jiahhh, balapan liar aja ada liburnya." Ucap Aldo tak percaya, pasalnya ia juga sering mengikuti balapan liar tapi malah selalu ada di Sabtu-Minggu. Aldi memutar bola matanya malas, "Balapan gue mah elit tau, ada jadwalnya sendiri bukan main asal aja." "Ya ya yaa, terserah." "Intinya lo ga malam mingguan, kan? Dasar jomblo." Tandas Aldo. "Apa lo bilang? Jomblo?" Aldi bangkit dari posisi rebahannya, ia menatap Aldo tak percaya. "Gue bukan jomblo, gue milih untuk mencintai diri sendiri. Lo mah ga akan paham mau dijelasih kayak gimana juga konsepnya single." "Bentar dulu, emang lo punya pacar?" tanya Aldi. Si bungsu hanya menggeleng sambil cengengesan tidak jelas, ia meraih dompet dan kunci Afrodit, motor ninja berwarna hitam kesayangannya. Sejujurnya, ia tidak pernah minat dengan wanita, bukan karena Aldo tidak normal, tapi karena ia sangat malas untuk memulai sebuah hubungan. Hidupnya kini sudah sangat sempurna dengan keluarga dan teman-teman yang menerima dirinya apa adanya, akan sangat repot pikir Aldo jika ia memiliki kekasih yang nantinya tidak bisa menerima dirinya dengan baik. Tapi, bukan berarti Aldo tidak pernah punya pacar. Aldo pernah punya pacar saat kelas delapan sekolah menengah pertama, dan itu menjadi pertama dan terakhir hingga saat ini. "Belum move on lo?" celetuk Aldi. Aldo hanya merotasikan bola matanya tanpa mau menjawab, setiap kali menyinggung soal kekasih, semua orang pasti menganggapnya belum move on. Padahal standar move on bagi setiap orang itu kan berbeda-beda, punya kekasih baru pun tidak jadi tolak ukur bahwa seseorang sudah move on, kan. Aldo melenggang santai meninggalkan kamarnya, menuju kamar bernuansa hitam dan abu milik sang kakak sulung. Lagi-lagi dengan santainya, ia membuka laci tempat penyimpanan jam tangan milik Arsen. MAD Paris Rolex black and red, menjadi jam tangan pilihan Aldo untuk malam ini. Lawannya adalah anak pengusaha kaya raya yang suka pamer harta orang tua, sebisa mungkin ia tidak boleh terlihat biasa saja. Suara derit pintu terdengar saat Aldo masih asik memilih, Arsen baru saja keluar dari kamar mandi. Terlihat dari rambut pemuda itu yang masih basah. "Ngapain lo?" "Ini lagi nyari jam tangan yang cocok." Jawabnya santai. "Kenapa lo nyari di kamar gue? Di toko sana." "Yaelah minjem doang, pelit amat." Aldo menggembungkan pipinya sambil menatap melas pada Arsen. Lagi pula, jam tangan mewah itu sudah bertengger manis di pergelangan tangannya dan sangat cocok dengan OOTD si bungsu hari ini. "Yang ini ya, bang?" Arsen hanya berdehem sebagai balasan. Boleh ataupun tidak, si bungsu itu akan tetap membawa pergi jam tangan koleksinya. "Makasih, bang! Cabut dulu yaa. Doakan aku menang kali ini." Aldo melenggang pergi, tak lupa ia menutup kembali pintu kamar Arsen sebagai rasa hormat. Ia harus baik pada Arsen agar sang kakak tetap mau meminjamkan jam tangan koleksinya kepada Aldo. Lumayan kan, ia tidak harus repot membeli jam tangan miliknya sendiri. Kecintaan Arsen dengan jam tangan sudah tidak diragukan lagi, Arsen punya satu lemari khusus untuk menyimpan koleksinya. Semua jam tangan yang ada di dalam lemari itu tidak boleh disentuh orang lain, Arsen selalu menguncinya. Tapi, jam tangan yang tergeletak di laci boleh dipakai siapapun. Arsen sangat mencintai arlogi, ia punya koleksi arlogi tua dan antik, model terbaru atau berteknologi tinggi, jam tangan paling murah hingga paling mahal. Semua bermula saat pemuda itu masih duduk di bangku sekolah dasar, dulu kakek dari ayahnya sering berkunjung dan mengajarinya banyak hal tentang jam tangan. Lambat laun, ia jadi ikut menyukai benda kecil pengingat waktu itu. Arsen mengeryit saat tak mendapati toner yang biasa ia gunakan sebagai skincare routine, ia lalu beralih pada tempat sampah di samping meja. Ah, rupanya toner itu sudah habis. Arsen tak bisa pergi tanpa memakai toner itu, biar begini pemuda itu sangat memperhatikan urusan penampilan. Ia tak mau wajahnya menjadi kaku dan kering karena malam ini akan pergi ke Bandung bersama Affan dan Dio. "Dek, minta toner dong!" ucap Arsen setelah sampai di kamar Shena, si gadis hanya berdehem sambil terus mencatok rambutnya. Dilihat dari penampilannya, Shena pasti akan pergi bermalam-mingguan. Pemuda itu membuka laci di meja rias sang adik, usai mengobrak-abrik selama lima menit, akhirnya Arsen menemukan apa yang ia cari. "Ambil ya?" "Iya." Jawab Shena. Aldi yang mendengar suara Arsen pun mendongak, "Abang, mau pergi?" "Hmm." "Kemana?" "Ada." "Iya kemana?" "Kenapa sih?" tanya Arsen ketus, "Mau ngikut lagi? Ga usah kalo cuma bikin repot di tongkrongan." Kesalnya. Minggu lalu saat Arsen hendak pergi dengan teman-temannya, Aldi yang tidak punya rencana apapun memaksa untuk ikut. Awalnya, sang adik masih tenang dan kondusif sesuai dengan arahan dari Arsen. Tapi karena merasa bosan hanya nongkrong tidak jelas di café, Aldi merengek minta dibelikan ini dan itu, yang lebih parah lagi sang adik meminta pulang padahal mereka sedang nongkrong di café daerah Puncak, Bogor. Aldi mencebik, ia kembali berbaring di kasur bersih nan wangi milik sang kakak perempuan. Sepertinya hanya ia sendiri yang akan menjaga rumah malam ini, ketiga saudaranya akan sibuk menghabiskan malam minggu mereka yang penuh warna. Arsen mengambil kapas dan mengoleskan toner serta serum pada wajah tampannya, sekalian saja, karena skincare Shena jauh lebih lengkap daripada miliknya. "Mau kemana?" tanyanya. "Biasa, BSD sama Sonia." "Emang ada apaan disana?" "Yaa, nongkrong aja. Ada konser hari ini." Jawab Shena, gadis itu mencabut colokan catoknya dan menyimpannya di laci. Malam ini ia tampil casual dengan celana jeans berwarna putih dan kaos oversize lengan panjang berwarna peach. Shena meraih slingbag dan ponselnya, pesan dari Sonia mengabarkan bahwa gadis itu akan sampai di tujuan dalam lima menit. Tapi, lima menit bagi Sonia itu sangat rancu mengingat gadis itu sering terlambat. Aldi menahan lengan Shena yang hendak pergi, "Ikut dong, mbak." "Ihh, ga malu apa nongkrong sama cewek." "Kenapa harus malu? Kan, pake baju." "Gak, gak, jangan." Tolak Shena. "Nanti kamu bikin repot aja." "Ak-----" Tinnn…..Tinnn……Tiiiiinnnnnn…….. Suara klakson mobil di depan rumah membuat ketiganya terdiam, mereka saling tatap. Siapakah pemilik mobil itu dan apa motifnya membunyikan klakson dengan brutal di lingkungan perumahan elit yang damai. Ketiganya segera berjalan menuju balkon guna melihat apa yang terjadi di depan rumah mereka. Apakah Aldo membuat ulah lagi hingga didatangi polisi? Shena membelalak, tak percaya dengan apa yang ia lihat. Ada lima mobil mendarat di pelataran rumahnya, salah satunya milik sang ayah. Dari masing-masing mobil itu keluar wajah-wajah yang ia kenali dengan baik. Wajah-wajah yang akan membatalkan malam minggunya kali ini. "Kok kakek sama nenek kesini sih?" guman Shena. Arsen turut menghela napas jengah, kakek dan nenek dari pihak ibu datang berkunjung tanpa rencana dari Kota Istimewa Yogyakarta, sungguh kunjungan yang tidak terduga. Arsen menatap Shena masam, "Kelihatanya kita harus kabarin temen-temen buat batalin janji." "Kesel, deh." Ujar Shena lesuh. Saat kedua kakaknya tengah dilema karena gagal bermalam-minggu, Aldi justru bersorak, ia senang karena tidak sendirian lagi menjaga rumah. Aldi tersenyum semringah melihat rombongan yang baru saja tiba. Seorang pria tua dengan tongkat dari kayu jati keluar dari dalam mobil, wajah senjanya masih tampak bersahaja padahal sudah menginjak usia delapan puluh tujuh. Sang kakek mendongak, seketika itu tiga anak remaja yang tadi berdiri di balkon langsung lari kocar-kacir. Mereka masuk ke dalam kamar dan segera berlari menuju pintu depan, sebelum mendapatkan ceramah panjang kali lebar karena tidak menyambut kedatangan kakek dan nenek dengan sopan. Jangan lupa bahwa sang kakek adalah mantan anggota Tentara Indonesia, sang kakek juga ikut berperang melawan penjajah di awal kemerdekaan Indonesia. Lahir dari keturunan bangsawan Jogja asli dan masih menjunjung tinggi adab keraton. "Selamat malam kakek, nenek." Arsen yang pertama menyalami orang tua dari sang ibu itu, disusul Shena dan Aldi. "Arsen, makin gagah kamu." Ujar sang kakek. "Shena juga makin cantik saja." "Matur suwun, kakek." Ucap Shena sambil mencium tangan sang kakek. Tiba giliran Aldi, pria tua itu tampak diam. Padahal Aldi sudah menunggu kalimat pujian yang akan ia dapatkan malam yang penuh bintang ini. "Lahh?" "Kalo Aldi gimana, Kek?" tanya pemuda itu. "Memangnya kamu gimana?" "Tadi, kan. Bang Arsen gagah, Mbak Shena cantik." Tunjuk pemuda itu, "Kalo Aldi gimana? Tambah apa?" Sang kakek dan nenek saling tatap lalu terkekeh pelan, "Kamu ini ada-ada saja, Di." "Aldi makin bagus, guanteng!" ujar sang nenek. "Matur suwun, nek." "Mari masuk, kakek, nenek." Shena dan Arsen menggiring kedua orang yang sangat mereka hormati itu untuk masuk ke dalam rumah, karena di luar udara akan semakin dingin. Kedatangan kakek dan neneknya juga membawa serta rombongan lain, ketiga anak itu bergantian menyalami paman dan bibi yang juga ikut datang malam ini. Seperti reuni keluarga besar di hari raya, mereka asik berbincang menanya kabar. Kedatangan mereka malam ini tak lain adalah untuk membicarakan kembali sebuah acara penting yang sebentar lagi akan dilaksanakan, yaitu lamaran Bibi Sandra, adik bungsu sang mama dengan pemuda asal ibukota. Mereka sengaja datang bersama-sama dan rencananya akan menginap di rumah besar Keluarga Darsono yang ceria. "Wahh, bibi udah mau nikah aja." Ujar Aldi memecah suasana, "Aku nanti jadi pendamping mantennya mau loh, biar kayak di FYP orang-orang. Kau…jadikan aku ini….wanita yang kau pilih…un--" Aldi terhenti saat tangan sang kakak perempuan membekap mulutnya, ia mendelik tajam pada Shena. "Mbak, kebiasaan deh." "Kamu yang kebiasaan." Desis Shena. "Suaramu itu jelek tau!" Sandra tertawa melihat tingkah keponakannya yang masih sama, mereka masih sering jahil dan bertengkar, lucu sekali melihatnya. Sandra mengangguk sambil menatap Aldi, "Nanti bisa dibicarakan lagi lah, Di. Kalo pendampingnya ganteng-ganteng gini, takutnya calonnya bibi jadi insecure." Candanya. "Ah, bibi bisa aja." Balas Aldi jenaka, "Tapi, Aldi emang ganteng sih, mueheheh." "Hahahha." Gelak Bibi Sandra. Shena segera membantu menyajikan minuman saat Bik Yun datang membawa nampan berisi kapi dan the, di belakangnya ada Ningsih yang membawa nampan berisi kue kering dan camilan. Bik Yun dan Ningsih adalah asisten rumah tangga di rumah itu. Shena tersenyum cerah menyambut keluarga besarnya, tapi, malam minggunya kali ini harus gagal. Padahal ada konser dari salah satu penyanyi tanah air yang akan ia datangi dengan Sonia. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD