Terima kasih

1514 Words
"Magdalena!" panggil guru Bahasa Indonesia yang sedang mengajar. "Tolong kamu bawa buku ini ke kantor guru ya." ujarnya. "Saya bu?" Lena menunjuk dirinya sendiri. "Iyalah, memangnya ada selain kamu." "Kok saya?" "Lho?!" "Ini bukan jadwal piket saya bu." sanggah Lena, gadis itu enggan keluar kelas karena jarak antara gedung kelas sepuluh dengan kantor guru cukup jauh. Harus melewati barisan kelas sebelas yang menyebalkan, bagaimana tidak, setiap kali Lena lewat, selalu ada yang menyorakinya.Terutama kelas mantan kekasih Lena saat SMP dulu. Gadis galak yang senang hura-hura itu cukup terkenal di sosial media, ia sering mengupload foto-foto yang mengandung unsur hura-hura. Magdalena senang sekali menghadiri pesta, ia juga gemar memposting kegiatan liburan yang berkedok healing. Sangat wajar jika setiap gerak-gerik Lena langsung menjadi buah bibir di SMA Nasional. Terutama bagi anak-anak jurnalistik yang haus akan berita gosip, yang bisa mereka angkat di akun lambe turah sekolah. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia itu menggelengkan kepalanya, "Ibu suruh kamu antar buku ke kantor, bukan nyapu." "Udah! Pokoknya ibu ga mau tahu, ini kamu bawa ke kantor guru." Lena pun bangkit dengan ogah-ogahan, ia mengumpat dalam hati karena suasana hatinya sedang buruk. Hari ini adalah hari pertama tamu bulanannya datang, perutnya sedari tadi sudah melilit tidak nyaman. "Bu, saya mana bisa bawa semuanya." keluh Lena, ia mengangkat tumpukan buku di meja guru, tapi sebagian lagi tidak bisa ia bawa. "Kamu minta bantuan temanmu." "Siapa bu?" Guru Bahasa Indonesia itu menyapukan pandangannya pada seisi kelas yang sedang berpura-pura sibuk itu. Tangannya bergerak menunjuk seorang pemuda yang tengah menelungkupkan wajahnya pada lipatan tangan. "Aldo!" panggilnya. Tidak ada jawaban. "Aldo!" "Aldo tidur, bu." jawab Leon. Sang guru menghela napas, selalu saja ada di dalam kelasnya hal seperti ini. Padahal ia sudah mengajar lebih dari dua jam pelajaran. "Bangunkan, cepat! Suruh dia temani Lena antar buku ke kantor guru." "Eh!" pekik Lena. "Kenapa Len?" Lena menggeleng, "Gapapa bu, emmm..... bisa diganti Dhea aja ga bu, kasihan Aldo tidur." ujarnya pelan. "Biar Aldo aja, sekalian biar dia bangun, kan." "Tapi, bu..." "Kenapa sih Lena?" sang guru mengeryit heran, biasanya banyak siswi yang akan senang jika disandingkan dengan Aldo, tapi Lena malah sebaliknya. Tak mau ambil pusing, guru Bahasa Indonesia itu melenggang pergi meninggalkan kelas Lena. Lena semakin gusar, ia menunggu Aldo yang sedang dibangunkan oleh Leon. Lena meletakkan tumpukan bukunya di meja paling depan, "Udah, gapapa Yon, biarin aja." ujarnya. "Nanti gue balik lagi aja ambil bukunya." "Eh!" Leon menggeleng, "Jangan Len, ini Aldo bentar lagi bangun kok." Benar saja, tak lama setelahnya, Aldo bangun dengan mata memerah khas bangun tidur. Pemuda itu menguap lebar sambil mengucek matanya. Ia menoleh ke kanan dan kiri dengan bingung, sepertinya pemuda itu sedang mengumpulkan nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya. Lena tak mendengar jelas percakapan antara Leon dan sang putra bungsu Darsono, yang pasti Aldo melirik ke arahnya dan buku sambil mengangguk. Meskipun terlihat enggan, tapi Aldo akhirnya bangkit dari kursinya. Sial, Lena memekik dalam hati melihat si bungsu yang tampak menawan di matanya. Luar biasa efek pesona Aldo bagi hatinya, hanya melihat pemuda itu berjalan mengambil buku saja, seperti ada kupu-kupu berterbangan di perutnya. Lena menjadi salah tingkah saat si bungsu semakin mendekat, "Ayo!" "Heh?" "Heh?" ulang Aldo. "Katanya Leon suruh anterin buku." "Oh, iya!" jawab Lena, gadis itu mengangguk dua kali. "Iya, ayo!" Lena kepayahan mengangkat tumpukan buku di meja, ditambah lagi berdekatan dengan Aldo membuatnya semakin gugup. Peka dengan hal itu, Aldo pun mengambil beberapa buku guna mengurangi beban yang diangkat Lena. Lena terbengong, "Loh, kok?" "Gapapa, kasihan elo nya kalo ngangkat buku sebanyak itu." jawab Aldo, "Biar gue bawa buku yang lebih banyak." "Duluan gih!" suruh Aldo. Kedua pipi Lena memerah, mendapat perhatian kecil yang mungkin sebenarnya terkesan sangat biasa. Tapi bagi Lena, itu sangat luar biasa. Siswi itu segera berjalan mendahului Aldo keluar dari kelas mereka, sampai di koridor, Lena sengaja memelankan langkahnya agar sejajar dengan Aldo. Setiap kali melangkah, Lena selalu mencuri-curi pandang pada pemuda itu lewat ekor matanya. Penjalanan menuju ke kantor guru pun terasa sangat singkat, jika boleh Lena ingin mengarungi lima putaran lagi bersama Aldo. Aldo meletakkan tumpukkan buku di meja guru Bahasa Indonesia yang tadi mengajar di kelasnya, pemuda itu lalu membantu Lena menatap buku tugas mereka. Dirasa cukup, keduanya segera pergi dari kantor guru yang lengang itu. Maklum saja karena kebanyakan dari mereka masih mengajar di kelas. "Mau kemana, Do?" tanya Lena saat Aldo mengambil arah yang berlawanan di persimpangan koridor. "Ke kelas, kan lewat sini!" tunjuk Lena. "Kantin." jawab Aldo seadanya. "Kantin?" "Iya." "Bukannya masih ada pelajaran Matematika habis ini?" "Terus?" Aldo menaikkan alis kanannya. Jika boleh, Lena ingin membungkus dan membawa pulang Aldo saat ini juga, mengapa setiap hal kecil yang pemuda itu lakukan selalu terasa menawan baginya. Aura badboy dari pemuda itu terpancar jelas pada setiap tingkah laku dan gerak-geriknya. Reputasi badboy disematkan kepada Aldo bukan tanpa alasan, selain jago bolos dan mengotori absen. Aldo juga anggota dari genk berandal sekolah yang namanya sudah melanglang-buana. Mengambil images yang berbeda dari kedua kakaknya, yakni Arsen dan Aldi. Si bungsu jauh lebih bikin geregetan, penampilannya yang jauh dari kata rapi justru jadi magnet tersendiri baginya. Tolong jangan salahkan Lena, jika matanya lancang menatap lekat lengan pemuda itu. Terlihat berorot tapi samar, katanya juga Aldo ini jago bela diri, dan sering ikut tawuran atau adu jotos di tongkrongan. "Kenapa Len?" tanya Aldo, "Tangan gue ada kotorannya ya?" pemuda itu meneliti dan mengusap lengannya karena merasa diperhatikan lekat oleh Lena. "Eh!" "Enggak!" Lena menggeleng kuat, "Gapapa kok. tadi ada nyamuk aja di lenganmu." bohong Lena. "Beneran?" "Iya." "Mana?" "Udah terbang." jawab Lena asal. Tidak ada nyamuk di lingkungan sekolahnya yang bersih, jika pun ada, Lena rela menggantikan Aldo digigit nyamuk. "Gue mau ke kantin Len, laper." ujar Aldo, ia mengusap perut ratanya sambil menyengir lebar. "Mau ikut?" tawarnya. Lena menggeleng. Aldo pun hanya mengangguk dan segera berbalik. "Do!" panggil Lena, si bungsu menoleh. "Aku mau ngucapin terima kasih." hampir saja Lena melupakan satu hal penting untuk dilakukan. Sudah sejak lama ia ingin berterima kasih pada si bungsu Darsono. "Buat apa?" "Buat nolongi gue waktu pingsan kemarin." "Ooh, itu..." "Iya." angguk Lena. "Terus mana?" "Apanya?" tanya Lena cengo. Aldo mencebih, "Katanya mau berterima kasih, tanda terima kasihnya mana?" "Lah, ada gitu." ujar Lena merasa bingung. "Maksudnya gimana?" "Tanda terima kasih Lena, barang atau sesuatu sebagai bentuk terima kasih." jelas Aldo. "Kamu mau apa?" "Kantin." Lena membulatkan matanya, ia menggeleng cepat. "Ga bisa Do, gue ga bisa beliin kantin buat lo." Aldo terkekeh mendengarnya, ia merenges sampai matanya membentuk bulan sabit. "Bukan itu, Len!" ujarnya. "Ya kali gue minta beliin kantin, mending gue minta papa beliin sekolah ini ya, kan?" "Iya juga sih." balas Lena. "Jadi, mau minta dibeliin apa?" tanyanya. Aldo menggeleng, "Gak kok, cuma bercand--" "Aaaawwwww!!!!" Suara pekikan datang dari arah kanan, Aldo dan Lena pun sontak menoleh. Mereka sama-sama terkejut mendengar seseorang berteriak di koridor yang sepi. Sumber suara itu datang dari seorang siswi dengan rambut terkepang rapi, ia terpeleset dan semua buku di tangannya berhamburan ke lantai. Ia meraba lantai di dekatnya, guna mencari keberadaan kacamata yang terlepas. Saat terjatuh tadi, kacamatanya ikut melayang menyapa lantai. "Lo gapapa?" tanya Lena, ia memberikan kacamata yang gadis itu cari. "Emh, iya, iya, gapapa." balasnya sambil memakai kembali kacamata miliknya. "Lho, kok yang satu ga jelas ya." gumannya. "Lah iya, yang kiri kacanya hilang." Lena segera mencari kaca yang hilang itu, tapi sayangnya kaca itu sudah pecah menjadi tiga. "Duhh, gimana ini, kacanya pecah." "Beneran?" "Iya." jawab Lena. "Haduhh, ini kacamata satu-satunya." ujar gadis itu, tanpa kaca di kacamata kirinya ia tidak bisa melihat dengan baik. Lena memungut pecahan kaca dari kacamata milik siswi bernama Mai itu, dari badge yang terpasang di seragamnya, mereka satu angkatan. "Awh!" ringis Lena. "Kenapa Len?" tanya Aldo cepat, sejak tadi pemuda itu tetap disana, ia ikut membantu memungut buku yang berserakan di lantai. Ujung telunjuk Lena tergores, mengeluarkan setitik darah segar tanpa sengaja. "Ini, kena kaca." "Kok bisa?" Aldo segera memeriksa jemari Lena, ia meraih tangan gadis itu dan membungkusnya dengan sapu tangan. Aldo masih sering membawa sapu tangan, sekalipun tidak selalu digunakan. Lena menggeleng, "Ga tau, aneh juga kaca di kacamata ternyata tajam ya." ujarnya. "Sekali kaca, ya tetap kaca, kan." Aldo membungkus telunjuk Lena guna menghentikan darah yang terus mengalir jika dibiarkan saja. Setelahnya, pemuda itu mengeluarkan sebuah plester luka dari sakunya. Dengan telaten Aldo merawat luka di telunjuk Lena, tak menyadari jantung gadis itu yang sudah berdetak tidak karuhan. Mai menutup mata kirinya, agar mata kanan bisa melihat dengan jelas. Rupanya benar dugaannya, dia adalah Aldo, si bungsu dari keempat anak Darsono. Mai menatap lekat Aldo yang terlihat serius mengobati luka Lena. Ia menggelengkan kepala saat pikiran ingin berada di posisi Lena itu terbesit, sungguh gila, pikir Mai. Perlahan, gadis berkepang itu menjauh dari mereka. Ia membawa serta buku-bukunya dan pergi tanpa suara. "Lain kali hati-hati, Len." ujar Aldo. "Iya, makasih, Do." Aldo tersenyum tipis, tangan pemuda itu terangkat untuk mengacak poni Lena sebelum bangkit dan berlari kecil menuju kantin. Jika begini, rasanya yang perlu diobati bukan tangannya, melainkan jantung Lena yang makin menggila di dalam sama. Lena sampai terduduk setelahnya, mencoba memahami lagi peristiwa paling bersejarah dalam hidupnya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD