Pulang sendiri

1194 Words
Aldi mengunyah kacang mede di toples yang sedang dipangku oleh Shena, saat kacang di mulutnya habis pemuda itu akan mengambil kembali, begitu terus sampai film yang mereka tonton malam ini selesai. Soal genre film, Shena dan Aldi memiliki selera yang sama, yaitu mereka suka film romance, tentang kisah cinta yang menyentuh dan penuh lika-liku kehidupan sehingga banyak menguras air mata. Tapi, khusus malam ini, kedua anak Darsono itu absen dulu dari film romance yang sudah mengantre untuk ditonton. Aldo datang dengan langkah pelan, si bungsu itu mengendap-endap dengan sengaja. Melihat ke arah ruang kerja sang ayah, disana Galih Darsono dan Wulandari sedang membaca buku sembari meminum teh beraroma melati yang kuat. "Aman mbak, hayuk lah sekarang aja!" Aldo memelankan suaranya, melambai pada Shena dan Aldi.  "Udah aman?" tanya Shena setengah berbisik.   Aldo mengangguk, "Cepetan sini!" Shena dan Aldi segera bangkit, berjalan tanpa suara menghampiri Aldo. Pemuda itu berdiri tak jauh dari pintu sambil mengawasi keadaan di dalam ruang kerja sang ayah. "Barengan lah, masa aku sendirian.." ujar sang kakak perempuan.   "Duh, gimana?" tanya Aldo pada kembarannya. Aldi mengendikkan bahu, "Hayuk aja, asal mbak yang ngomong, kita cuma nemenin." Shena mengangguk, "Lah." "Udahlah, tinggal ngomong aja apa susahnya sih." Tiga bersaudara itu saling dorong di depan pintu masuk, hingga salah seorang dari mereka terdorong ke dalam. Tuan dan Nyonya Darsono pun mengeryit heran mendengar keributan di ambang pintu. "Kenapa Na? Masuk aja." ujar sang ibu.   Shena menyengir lebar, kakinya melangkah masuk ke dalam ruangan bernuansa kayu dan cahaya hangat yang menenangkan. Ruang kerja ayahnya ini luas, dan lebih terlihat seperti perpustakaan. Galih Darsono sangat senang mengoleksi buku, dan itu dimulai sejak ia masih duduk di sekolah dasar. Buku pertama yang ia beli saat kelas tiga SD dulu masih ada di ruangan itu. Hobi itu semakin menjadi setelah ia bertemu dengan Wulandari, yang ternyata sangat mencintai buku. "Boleh minta waktunya sebentar mama, papa." ucap gadis berpiyama tie-dye lilac itu.  Sang ibu mengangguk, "Banyak juga boleh." balasnya tanpa mengalihkan tatapannya dari kumpulan lembaran kertas yang ia baca. Shena membasahi bibirnya yang terasa kering, "Emmm, gimana kalau kita berempat berangkat sekolah sendiri-sendiri aja pah, mah." "Kenapa?" Wulandari menutup bukunya.  Shena menggeleng, "Gapapa mah, tapi, Shena merasa kita sering sibuk akhir-akhir ini. Iya kan?" Shena meminta persetujuan kedua adiknya, mereka mengangguk membenarkan. Shena berdecih pelan saat keduanya mengambil sebuah buku dan berpura-pura sibuk dengan itu.   "Iya mah, pah, kita udah cukup dewasa untuk bisa berangkat dan pulang sekolah sendiri." tambah Aldi.  "Kita sama-sama sibuk akhir-akhir ini, aku juga ada banyak latihan untuk bertandingan, Aldi harus latihan band, dan mbak harus latihan marching band." tandas Aldo. "Coba mama pikir, kita aja jam pulangnya ga sama, kasihan kalau harus nunggu, kan." "Menurut Aldi sih, mah, sebaiknya kita bawa kendaraan sendiri ga sih, biar lebih efisien waktu juga." "Bener kata Aldi, mah, Aldo juga udah lama ga naik Afrodit ke sekolah."   Shena cukup bangga dengan adik-adiknya kali ini, tak sia-sia mereka ada disini. Gadis itu beralih menatap kedua orangtuanya yang saling beradu pandang, "Jadi gimana mah, pah? Bolehkan?" mohon gadis itu.  "Yaa, kalau dipikir-pikir kalian memang sudah dewasa sih, tapi..." Wulandari menjeda kalimatnya. "Apa kalian tetap bisa menjaga satu sama lain? Maksud mama, kalian berangkat dan pulang sama-sama itu biar lebih mudah diawasi. " Ketiganya serempak mengangguk, "Bisa!" seru mereka bersamaan. "Kita ga perlu diawasi juga lah mama, kita bisa jaga diri kok."   "Iya, oke, kalian boleh berangkat dan pulang sekolah sendiri-sendiri." ujar Wulandari, jawaban yang menjadi angin segar bagi ketiganya. Masing-masing dari mereka sudah rindu dengan kendaraan kesayangan mereka.   "Yashhhhh!" sorak Aldi dan Aldo.  "Tapi!" ketiganya kompak menunggu sang ibu menyelesaikan kalimatnya. "karena kalian bebas pulang sendiri, buka berarti kalian bebas pulang jam berapa aja. Kalian harus tetap pulang tepat waktu, ya?" "Siap, mama!" Alasan mereka ingin berangkat dan pulang masing-masing, bukan serta merta karena ingin bebas menentukan jam pulang, juga karena sikap Arsen yang akhir-akhir ini terasa meresahkan. Dari bisikan kabar yang terdengar hingga ke telinga mereka, Kania mengalami cedera lutut di malam setelah insiden terkena bola. Jadilah, Arsen bertugas mengantar-jemput kekasih hatinya itu. Sama seperti sebelumnya, si sulung itu tidak mengatakan apapun pada adik-adiknya. Saat berangkat sekolah, pemuda itu akan bersiap lebih pagi, dan saat pulang sekolah mereka selalu ditinggal.  Shena sempat kesal bukan main pada Arsen, apalagi sekarang pemuda itu jadi jarang di rumah karena harus mengurus Kania dan neneknya yang sakit. Shena memang tak mengerti dengan apa yang menimpa Kania dan keluarganya, tapi yang ia tahu pasti adalah bahwa kehidupan gadis itu juga bukan tanggung jawab sang kakak. Arsen tidak perlu repot-repot melakukan sengalanya demi Kania bukan. "Kania sakit apa sampe segitunya." sindir Vanya. Mereka sedang duduk manis di dalam kelas dan dapat melihat dengan jelas Arsen yang memapah Kania dari jendela kelas.  Shena menoleh ke arah jendela, gadis itu menggeleng lalu mengendikkan bahunya, tatapannya masih terarah pada dua sejoli yang tengah ditatap oleh banyak orang yang dilewatinya.  "Denger-denger nih ya, Kania lututnya cedera gitu!" ujar Sonia.  "Kenapa bisa gitu?" tanya Vanya penasaran.  Sonia mengendikkan bahunya, "Ga tau, tanya aja sendiri." "Ya kali sih." kesal Vanya, selama bersekolah di SMA Nasional, Vanya hanya pernah berbincang dua kali dengan si pendiam Kania, itu pun sekedar bertanya sesuatu yang tidak terlalu penting. "Katanya Shen, Arsen yang biayain semua kebutuhan hidup Kania sekarang." ujar Devia ikut bergabung dalam pembicaraan mereka, salah satu teman sekelas Shena dan biang gossip. Laura mengangguk, "Iya, bahkan Arsen ngasih kartu kredit buat Kania. Black card, Na!" ujarnya heboh. "Serius lo?!" Sonia pun sama terkejutnya.   Devia menghela napas jengah, "Ini tuh seratus persen akurat, seluruh sekolah juga udah pada tau." jelasnya.  "Kita kasih tau ini karena lo temen kita Shen, gue kira lo malah udah tau! Tapi dari ekspresi lo, yaa gue paham lah." tambah Laura. Shena tahu tentu saja, sang kakak memberikan kartu ATM miliknya pada hari dimana Kania pingsan, tapi kali ini demi mempersingkat masalah, Shena memilih diam. "Beberapa hari lalu juga, adik kembar lo sempet adu mulut sama Arsen, lo gak tau juga deh kayaknya." tandas gadis bersweter lilac dan kipas Hellokitty itu.   Shena terdiam, memikirkan kembali apa yang disampaikan Devia dan Laura. Banyak sekali gosip beredar akhir-akhir ini dan sangat cepat menyebar di obrolan satu sekolah. Jadi ini alasan kedua adiknya sampai mati-matian memaksanya, untuk berangkat dan pulang sekolah masing-masing. Padahal Shena santai-santai saja dengan sikap Arsen, ternyata si kembar, Aldi dan Aldo yang merasa keberatan.   "Waahhh, mau dong jadi yang kedua." canda Vanya, Laura pun mengangguk setuju. "Yang penting dapat black card." "Yo'i" Vanya memberikan dua jempolnya pada Laura. "Na, tolong bilang sama gue kalo Arsen buka loker pacar kedua, gue siap!" ujarnya karen terlalu silau dengan kekayaan yang Arsen berikan cuma-cuma untuknya. Shena memutar bola matanya malas, ada-ada tingkat teman-temannya. "Ntar lah, gampang!" "Btw, Na, gapapa gitu Arsen kasih ATM buat Kania?" tanya Sonia. "Maksudnya?" "Gini deh, Na, itu tuh black card loh, otomatis pengeluaran yang ada sebanding lurus dengan harganya." jelas Sonia. "Bukan mau ikut campur sih, tapi Kania itu, kan cuma pacar, ga perlu segitunya nolong orang." "Kalo gini, jatuhnya orang-orang mikir Kania cuma mau manfaatin Arsen aja." tambah Devia. "Memang neneknya Kania itu satu-satunya keluarga yang dia punya, dan neneknya sakit-sakitan dari lama." "Tebakan gue sih, Arsen kasih itu untuk biaya perawatan dan operasi neneknya Kania, sih!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD