Gadis ambisius

1189 Words
Arshena Putri Darsono, nama panggilannya Shena. Anak kedua keluarga Darsono, sekaligus putri satu-satunya di keluarga itu. Kedua orang tua yang begitu memanjakannya, kakak serta adik-adik laki-lakinya pun selalu menyayangi gadis itu. Hidup seorang Shena memang bak putri raja, apapun yang ia inginkan pasti bisa didapat dengan mudah. Dari keempat anak Darsono, Shena lah yang paling penyayang. Jika ada salah satu saudaranya yang sakit, maka Shena ada di paling depan merawatnya. Maklum saja, karena kedua orang tuanya begitu sibuk mengurus perusahaan masing-masing. Disinilah peran gadis itu sejak kecil, menggantikan peran ibu untuk saudara-saudaranya yang sakit, melindungi jika adiknya dirundung, dan memotivasi untuk bangkit. Shena, gadis cantik hidung mancung pipi tembam, rambut lurus panjang, tinggi 175cm, dan body yang bikin kaum adam cuci mata. Sebenarnya, dibilang bohay juga tidak. Dengan tinggi 175cm, Shena menjaga berat badannya pada 50 kg. Memang sedikit kurus, tapi Shena bahagia dengan itu. Putri Darsono itu sangat terkenal dan digilai kaum adam dimanapun berada, dikenal sebagai pribadi yang sopan dan ramah. Tersenyum adalah moto hidupnya. Saat di sekolah, tentu saja tak kalah bersinar dari sang kakak. Olimpiade akademik adalah andalan si gadis jelita, lebih dari sepuluh piala ia sumbangkan untuk sekolah selama satu tahun belakangan. Otak cemerlangnya tak diragukan lagi dikalangan para murid dan guru. Memang sejak belia, Shena sudah sering mengikuti olimpiade baik mewakili sekolah atau mandiri. Kedua orang tuanya memberikan dukungan penuh pada sang putri untuk berprestasi, malah itu menjadi sebuah keharusan. Dalam bidang non-akademik, Shena akui ia selalu kepayahan. Bahkan, gadis itu membenci mata pelajaran kesehatan jasmani, seperti materi olahraga yang membuatnya kelelahan dan berkeringat. Namun, saat ini, gadis itu menjabat sebagai mayoret utama tim marching band sekolah. Awalnya, Shena menolak, tapi guru pembimbing eskul itu memaksanya dengan alasan tidak ada wajah baru di Marching Band sekolah. "Shen, minggu ke mall yuk." ajak Sonia, teman sebangku Shena. Sonia sibuk mengaplikasikan eye liner di bulu matanya, padahal sekolah sudah melarang untuk memakai make up berlebihan. Shena menggeleng, "Ga bisa, mau latihan marching band. Sama Vanya sana." "Yah, gue udah ada janji mau jalan sama cowok gue. Maaf ya Son." Vanya yang duduk si bangku depan menolak dengan tak enak hati. Vanya dan sang kekasih baru berpacaran selama seminggu, dan ini akan menjadi dating perdana mereka. Sonia mendelik, masalahnya adalah hari minggu ada big sale di salah satu toko kosmetik terkemuka. Dan gadis yang terobsesi dengan glowing face itu tak mau ketinggalan. Sonia tak masalah untuk pergi sendiri, hanya saja tidak ada yang bisa diajak berdiskusi. Glowing face memang menjadi obsesinya, tapi apalah daya saat belanja make up justru menjadi hobi barunya. "Lo mau beli apa lagi sih?" tanya Vanya, sesekali mengetikkan pesan pada pujaan hatinya. "Mau beli blush on." jawab Sonia, gadis itu kalap membeli blush on karena mendapatkan racun dari influencer kesayangannya. Sonia bahkan sudah mencatat nama brand beserta shades blush on yang disarankan oleh sang beauty vlogger. Shena yang sedari bermain ponsel memilih untuk meletakkan ponselnya, dan beralih pada Sonia, "Bukannya baru beli ya, minggu lalu. Dari brand mahal lagi, ga lo pake ya." herannya. Sonia terkekeh, "Ya kan itu beda shades sayang, lagian ini ada big sale. Ga bisa dilewatin gitu aja." "Big sale itu cuma strategi pemasaran, barang-barang yang dijual ga sepenuhnya murah. Brand juga butuh keuntungan, Sonia." jelas Shena, ia paham benar dengan hal itu. Karena ia pun menerapkannya pada produk pakaian miliknya sendiri. Iming-iming diskon nyatanya menjadi daya tarik tersendiri untuk para pembeli yang tidak terlalu paham dengan konsep sebenarnya dari diskon. Shena melirik malas ke jendela. Sudah banyak siswa baru yang berbaris di halaman upacara. Melihat dari jumlah siswa dan siswi yang masuk ke SMAnya, sepertinya akan menjadi masa pengenalan lingkungan sekolah yang panjang. Shena bukan anggota OSIS, tapi untuk kali ini ia diundang untuk berpartisipasi. Seperti biasa, beberapa siswa berpengaruh di sekolah memang menjadi panitia undangan. Arsen juga mendapatkan undangan yang sama. Dari kabar yang berhembus, siswa baru kali ini jauh lebih banyak daripada tahun sebelumnya. Vanya merotasikan bola matanya, "Emang lo mau pake blush on semuka apa. Mending lo beli bedak, atau serum, biar lo glowing kan." Vanya memberi usulan pada sahabatnya itu agar tidak kebablasan, bagaimana tidak, make up Sonia sudah penuh satu lemari di rumahnya. "Lo nanti jadi kepiting rebus loh, kalo banyak-banyak pake blush on." sindir Shena. "Bukan lagi Shen, kayak tomato sauce...... hot sauce....hot sauce." Vanya tergelak karena gurauannya sendiri. Sedangkan Sonia sudah memasang tampang siap jambak. Sonia menghembuskan napas pelan, ia tidak boleh merusak hasil make upnya dengan adu jambak bersama Vanya, diam-diam Vanya itu beringas, ia tak mau ambil resiko. "Awas ya lo, kalo sampe lo minjem make up gue. Ga gue kasih." Sonia bersedekap sambil mengibaskan helaian rambutnya yang harum mewangi, hasil dari tiga jam keramas di salon. Vanya kocar-kacir, ia langsung menghadap ke belakang. "Yahh, jangan dong Sonie, jangan yah, nanti gue ga bisa glow up waktu ngedate bareng ma boyfieee." Gadis berambut pendek dengan name tag Zevanya Larasati itu menyatukan telapak tanganya, tanda permohonan. Sonia dan Shena adalah satu-satunya circle yang ia miliki, circle yang sangat luar biasa berguna bagi gadis biasa seperti Vanya. Yang satu punya make up banyak, yang satu punya uang yang banyak. Tapi percayalah Vanya tak pernah berniat untuk memanfaatkan mereka, dia tulus berteman, tidak seperti gossip yang beredar jika Vanya hanya memanfaatkan kedua sahabatnya. "Kalo gitu lo temenin gue ke mall dong." ucapnya lantang, sedikit berteriak kesal. Vanya tampak berpikir. Shena menatap Vanya, tapi gadis itu tak kunjung memberi Sonia jawaban. "Gini deh, lo ke mall bareng Sonia sambil ngedate sama pacar lo." usulnya. "Dih, ogah gue mah, jadi nyamuk dong gue." tolak Sonia mentah-mentah. Gadis rambut keriting gantung dengan sentuhan warna biru gelap diujungnya itu bergidik ngeri membayangkan hal itu. Sonia memang jomblo, tapi ia adalah jomblo yang terhormat, dan paling anti menjadi obat nyamuk. Vanya menyilangkan kedua tangannya, "Jangan lah, ntar kalo cowok gue malah suka sama Sonia gimana. Enggak! Gue ga mau." "Yeee, siapa juga yang mau jadi pelakor. Bejibun yang mau sama gue." bela Sonia. Shena hanya bisa menggelengkan kepala melihat kedua sahabatnya saling beradu mulut. Pacar baru Vanya ini masih berondong, sepertinya hari ini Shena akan menemukan pemuda itu di barisan siswa baru. Pandangannya tak sengaja menangkap sosok Maya, kakak kelas yang memberinya undangan sebagai panitia. Maya tampak melambaikan tangan di ambang pintu, tak berniat untuk masuk dan menemuinya. Shena bisa mengerti itu, dulu Maya pernah terlibat konflik romansa dengan Sonia. Kedua gadis muda itu sama-sama memperebutkan Affan, iya, Affan teman Arsen. Shena membalas lambaian tangan dari Maya, ia segera mengambil name tagnya dan jas OSIS yang ia dapatkan juga dari Maya. "Eh, ehh, mau kenapa lo Na?" tanya Vanya terkesiap saat gadis tinggi semampai itu tergopoh-gopoh bangkit setelah mendengar bunyi bel masuk sekolah. "Biasa." jawab Shena sekenanya, ia segera berjalan menghampiri Maya sambil memakai jas OSISnya. Maya memberikan selembar kertas yang berisi jadwal kegiatan hari ini. Jadwal kegiatan yang membuat Shena menghembuskan napasnya pelan, karena hari ini akan menjadi hari yang sibuk. Tersadar dengan sesuatu, Vanya menoleh ke ambang pintu dan rupanya Shena masih disana, sedang berbincang bersama Maya. "Na!!" panggilnya. Shena menoleh cepat, gadis cantik itu hanya menaikkan alisnya sebagai jawaban. "Tolong sampaikan salam gue buat ma boyfie ya." ujarnya diakhiri dengan senyuman secerah mentari.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD