02

810 Words
"Sayang, mau tambah dong tteokboki-nya." pinta Tan. "Kau sudah makan tiga porsi, sayang. Aku curiga kau benar-benar hamil." "Jadi aku ga boleh tambah tteokbokinya?" ucap Tan mengerucutkan bibirnya. "Ayo ke dokter kandungan." ucap Jaehwan. Tan malah menangis mengeluarkan air matanya, "Jahat!" "Loh, jahat bagaimana, sayang?" "Gaktau!" Jaehwan hanya tertawa melihat tingkah tunangannya itu, "Mau tambah?" Tan menganggukan kepalanya dengan tetap mengerucutkan bibirnya. Cup Jaehwan mengecup bibir Tan. "Tteokboki-nya satu porsi lagi ya, Bi." "Baik, Tuan." Jaehwan memandang Tan yang masih menekuk wajahnya, "Jangan cemberut terus, sudah aku pesankan, sayang." "Iya." Tan hanya diam sambil menunggu pesanan tteokboki porsi keempatnya, sedangkan Jaehwan hanya diam memandangi wajah gadis yang paling dicintainya. "Lee Tan?" Seorang pria datang menghampiri mereka berdua. "Jihoon?! Aaaaaa Park Jihoon aku kangen banget sama kamuu." ucap Tan dan dengan santainya memeluk pria yang bernama Park Jihoon itu. Sedangkan Jaehwan yang melihat mereka berdua hanya berusaha menahan dirinya untuk tak menghancurkan kedai ini dan tak membunuh pria yang dengan berani memeluk tunangannya itu. "Aku juga kangen sama kamu." Jaehwan berdeham bermaksud untuk memperingatkan Tan bahwa ia tak suka dengan keberadaan pria ini. "Sini Jihoon duduk. Kamu gimana kabarnya? Kok sombong banget nggak ngabarin aku selama di LA?" ucap Tan mengabaikan dehaman Jaehwan. "Aku baik. Kamu baik kan? Aku sibuk banget di LA, tugasku numpuk terus. Maaf aku nggak sempat kasih kabar ke kamu." "Aku baik kok. Aku kira kamu bakal lupain aku, hoon." "Mana mungkin aku lupain sahabatku yang imut inii." ucap Jihoon sambil mencubit pipi Tan gemas. Jaehwan yang sedari tadi sudah terbakar hati dan pikirannya pun berdiri dari tempat duduknya, "Ayo pulang." "E-eh. Jae tunggu-- Jihoon aku duluan ya!" "Iya, hati-hati!" Tan berjalan agak berlari untuk menyeimbangkan langkahnya dengan langkah lebar Jaehwan. "Jae!" *** BRUKK "Aah. Mas Jaee--huhuu sakitt." Jaehwan menengok ke belakang dan terkejut melihat hartanya yang paling berharga terduduk di lantai memegangi tangannya. "S-sayang, kau tak apa? Hm?" "Sakit mass--huhuu." Ini kelemahan Jaehwan, Jaehwan sungguh tak bisa melihat Tan menangis apalagi karenanya. Tak mau tanggung-tanggung, Jaehwan langsung menggendong Tan menuju mobilnya dan membawa Tan ke rumah sakit. "Pergelangan tangan kanannya sedikit retak, mungkin karena Tan menggunakan tangannya untuk menopang tubuhnya saat ia terjatuh. Beruntung ia menggunakan tangannya, jika ia memilih untuk membiarkan tubuhnya jatuh, bisa-bisa malah tulang lain yang lebih berbahaya yang akan retak atau patah." "Jadi dia tak apa?" "Kekasihmu tak apa, Tuan. Dia gadis yang kuat. " "Terimakasih, dok." "Ahh. Jangan biarkan tangan kanannya bekerja sedikitpun, itu mempengaruhi penyembuhannya." "Baik, dok." "Permisi." Ini salahku, jika aku tak pergi lebih dulu pasti ia tak akan mengejarku dan menjadi seperti ini. Tapi entah kenapa rasa marahku pada Tan tetap saja tak hilang mengingat tadi dia terlihat sangat bahagia bertemu dengan teman prianya dan dengan santainya memeluk dia di depanku. "Mas, ayo pulang." "Hm. Ayo." Aku merangkul tubuh Tan dan berjalan beriringan dengannya menuju parkiran "Biasanya mas gandeng aku." "Hm." "Mas kenapa?" "Tak apa." Tan hanya menghela nafas dan terdiam setelahnya. Sesampainya di parkiran, Tan masuk ke dalam mobil Jaehwan. Biasanya Jaehwan akan membukakan pintu untuknya, namun kali ini tidak. Jaehwan hendak memasang sabuk pengamannya jika Tan tak menahan tangannya. "Mas." "Hm." Tan bangun dari kursi penumpang dan mendudukan dirinya di pangkuan Jaehwan. Tan memeluk leher Jaehwan. "Mas pasti cemburu gara-gara Jihoon kan?" "Hm." Tan melepaskan pelukannya pada leher Jaehwan dan mencium kedua pipi, dahi, hidung, dan yang terakhir bibir Jaehwan. Saat Tan hendak melepaskan ciumannya, tangan Jaehwan menahan tengkuk Tan dan melumat bibir Tan dengan lembut. Tan hanya terdiam dengan perlakuan Jaehwan hingga ia memukul d**a Jaehwan karena kehabisan nafas. Jaehwan memandangi wajah Tan yang masih sibuk mengambil nafas. "Jangan temui Jihoon lagi." "Aku sama Jihoon hanya sahabat, mas." "Tetap tidak boleh." "Mas-" "Aku tak mau kau berpaling dariku, sayang. Tolong mengertilah!" Tan mengelus pipi tembam Jaehwan dengan penuh kasih sayang. "Mas, aku ngerti. Aku tak akan berpaling dari mas. Tapi aku dan Jihoon hanya sahabat. Percaya sama aku. Hm? " "Tapi--" Cup Tan mencium bibir Jaehwan. "Aku janji ajak mas kalo mau ketemu Jihoon. Oke? " "Aku benar-benar akan menidurimu kalau kau ketahuan diam-diam menemui Jihoon." Tan hanya tertawa mendengar ucapan Jaehwan. "Apa mas tidurin aku sekarang aja biar mas percaya sama aku?" "Ayo. Kita ke hotel sekarang." Jaehwan menyalakan mobilnya dengan posisi Tan masih berada dalam pangkuannya. "M-mas, aku nggak serius." Kini giliran Jaehwan yang tertawa bahkan lebih keras. "Aku juga tak serius sayang." Cup Jaehwan mencium bibir Tan dan membenarkan posisi duduk Tan kembali ke kursi penumpang di sebelahnya, tak lupa menggengam tangan kiri gadis itu. "Mungkin aku akan dimarahi ibu habis-habisan karena membuat tanganmu terluka." "Hm? Kenapa begitu?" "Ibuku kan lebih menyayangimu daripada aku." "Tapi aku sayang sama mas melebihi aku sayang diriku sendiri." "Tapi cintaku lebih besar dari yang kau punya untukku sayang." "Benarkah?" "Hm." "Mas, aku mau ke taman boleh ngga?" "Taman? Yang dekat rumah mas saja ya?" Tan hanya tersenyum senang dan menganggukan kepalanya membuat Jaehwan juga menyunggingkan senyumnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD