03

1169 Words
"Kakak sakit?" tanya seorang anak laki-laki yang sangat menggemaskan saat Tan dan Jaehwan sedang duduk santai di bangku taman. "Nggak, kakak nggakpapa, sayang." jawab Tan. "Benarkah?" "Iya sayang." ucap Tan yang dibalas senyuman imut anak laki-laki tadi. "Jangan genit padanya. Jangan memanggilnya sayang." ucap Jae. "Mas Jaehwann, masa iya kamu cemburu sama anak kecil sih?" "Mau kecil atau berumur, tetap saja dia pria." jawab Jae ketus. "Om kok marah? Kakak kan nggak nakal." sahut Minguk. "Nggak, Om nggak marah sayang. Yuk main sama kakak." ucap Tan sambil beranjak dari duduknya dan bermain bersama Minguk di tengah taman. Jaehwan yang sedari tadi terus mengamati Tan hanya tersenyum. Hatinya merasa sangat bahagia. Melihat Tan bermain bersama anak kecil membuatnya ingin cepat-cepat memiliki anak dengan Tan. "Huaaaa! Kakakkk-- Mansee nakaall." "Uuhh. Jangan nangis sayaang cup cup cup." Jaehwan terus memandangi Tan yang sedang menenangkan Minguk di gendongannya sambil membayangkan saat Tan sudah menjadi istrinya dan menggendong anak hasil cintanya bersama Tan. "Manse ayo minta maaf sama Minguk. " ucap Tan lembut. "Minguk, Manse minta maaf ya tadi rebut mainan kamu." tutur Manse tulus. Minguk tak menjawab dan tetap setia dengan pelukannya di tubuh Tan. Tunggu, pelukan? Ohh. Jangan tanyakan bagaimana keadaan hati Kim Jaehwan yang sangat pencemburu itu. Dia sudah terbakar sekarang, padahal cuaca sedang tidak terik. "Minguk ayo maafin Manse, kan Manse udah minta maaf. " ucap Daehan, saudara kembar mereka yang paling tua. Minguk hanya mengangguk imut dalam pelukan Tan. Minguk yang tak mau melepas pelukannya membuat Tan membawa Minguk untuk duduk di samping Jaehwan. "Huhhh. Rasanya aku tak pernah dipeluk dan dimanjakan seperti Minguk." ucap Jaehwan sambil mengipas-ngipaskan tangannya. Tan menghadapkan dirinya ke arah Jaehwan dan mengecup bibir Jaehwan singkat. "Mau lagi." ucap Jaehwan berusaha mengimut-imutkan dirinya. Cup Cup Cup Tiga kecupan di bibir yang berurutan dari Tan membuat Jaehwan merasa sedikit tenang. Ya, hanya sedikit. "Minguk, ayo sini sama ibu." Seorang wanita paruh baya mendekati bangku Tan dan Jaehwan. "Nggak mau. Minguk mau sama kakak."ucap Minguk. "Sayang, kasian suami kakaknya dong pengen sama kakak. Hm?" "Betul itu." sahut Jaehwan. "Ihh mas!" "Nanti kakak mau main lagi sama Minguk kan?" "Iya pasti, sayang." ucap Tan sambil mengelus punggung Minguk pelan. "Nona, terimakasih sudah menemani anak-anakku bermain dan mengganggu waktumu bersama suamimu." "Ahh. Tak apa, aku suka anak kecil. Dan mereka tak mengganggu aku dan tunanganku sama sekali." jawab Tan pada ibu Minguk. "Kalian baru bertunangan?" "Iya. Doakan kami, Bi. " "Tentu, kalian terlihat sangat serasi. Baiklah. Kami pulang duluan, nona." "Hati-hati, bi." Ibu Minguk hanya tersenyum dan melangkah pergi dari taman. Hanya tersisa Tan dan Jaehwan di taman ini. "Ayo pulang." ucap Jaehwan dan berdiri untuk keluar dari taman. "Mas." Tan menahan tangan Jaehwan. Jaehwan berbalik dan disambut dengan pelukan hangat yang menenangkan namun mendebarkan. "Mas cemburu lagi?" "Hm." "Mereka hanya anak kecil sayang. Nanti kan kita juga akan punya anak kecil." "Itu berbeda." "Sama sayang. Mas percaya kan sama cintaku? Aku nggak akan meninggalkan mas, aku nggak akan berpaling dari Mas Jaehwan." Cup "Maaf." ucap Jaehwan setelah mengecup bibir Tan. "Maaf, aku tak bisa menahan rasa cemburuku, rasa marahku jika kau bersama pria lain. Maaf." lanjut Jaehwan. "Hm. Nggak masalah. Sekarang bisa kan kita pulang?" "Ibuku merindukanmu. Ayo pulang ke rumahku." ucap Jaehwan. "Ayo." Mereka berjalan menuju mobil mewah Jaehwan dengan bergandengan tangan. Jaehwan dengan eratnya menggenggam tangan mungil Tan seolah tak ingin Tan pergi dari rengkuhannya walau hanya satu cm saja. Bahkan genggaman tangan Jaehwan tak lepas sampai mereka memasuki pintu utama rumah mewah Jaehwan. "Oh. Menantuku datang!" ucap wanita paruh baya yang merupakan ibu Jaehwan dan wanita itu menghampiri Tan lalu memeluk Tan dengan penuh kasih sayang. "Ya Tuhan! Ada apa dengan tanganmu, sayang? Hm? Kenapa bisa seperti ini? Apa ini sakit? Hm? Bilang pada ibu sayang, siapa yang membuatmu seperti ini?" tanya Ibu Jaehwan bertubi-tubi, Tan yang menjadi sasaran pun hanya terdiam karena bingung menjawab pertanyaan calon mertuanya itu. "Aku yang membuatnya seperti itu, Bu." ucap Jaehwan sambil dengan santainya duduk di sofa. "Apa?! Kau benar-benar!" bentak Ibu Jaehwan. Jaehwan sudah terbiasa dibentak ibu kandungnya sendiri karena ia berbuat salah pada Tan. Pernah Jaehwan dimarahi habis-habisan karena membiarkan Tan ketiduran di sofa ruang kerjanya saat menunggu Jaehwan selesai bekerja. Kata Ibu Jaehwan, lebih baik Jaehwan membatalkan meeting pentingnya demi menantu kesayangannya yang sebenarnya masih berstatus calon menantunya. "Maaf Ibu, aku terlalu kalap karena cemburu." "Bagaimana bisa Tan sangat sabar bertahan dengan pria pencemburu berat dan posesif seperti dirimu, Jaehwan?" ucap Ibu Jaehwan jengah dengan kelakuan anaknya. "Tak apa, Bu. Aku tak apa dengan sikap Mas Jaehwan. " ucap Tan dengan lembut. "Baiklah. Kalau Jae menyakitimu, bilang pada ibu, oke? Ibu tak mau kehilanganmu, sayang." "Mas Jaehwan tak akan menyakitiku, bu. Percayalah." "Hm, baiklah sayang. Sana kau istirahat saja di kamar Jaehwan. Apa kau sudah makan?" "Aku sudah makan empat porsi tteokboki tadi bersama Mas Jaehwan, bu. Kau tau, rasanya sangaat enak, tapi Mas Jaehwan malah mengira aku sedang ngidam." "Benarkah? Aku juga berharap kau sedang ngidam karena mengandung cucuku, sayang." "Hm. Maafkan aku belum memberimu cucu, ibu." "Tak apa sayang. Lanjutkan pendidikanmu dulu. Sudah sana istirahat." "Baik, bu." Tan dan Jaehwan jalan beriringan menuju kamar Jaehwan. Tan langsung mendudukan dirinya di ranjang king size milik Jaehwan. "Aku mandi dulu, sayang." ucap Jaehwan lalu mengecup bibir Tan singkat. Tan hanya mengangguk dan memilih memainkan handphone Jaehwan hingga Jaehwan selesai mandi. Kini giliran Tan yang mandi. Saat sampai di kamar mandi dan berusaha melepas blusnya, ia lupa bahwa tangan kanannya sedang terluka, sangat sulit melepas kancing dengan tangan kirinya. Merasa jengah, akhirnya Tan memberanikan diri untuk meminta bantuan Jaehwan. Tan sudah memikirkan resikonya matang-matang mengingat Jaehwan sangat m***m saat sedang dengannya. Tan membuka pintu kamar mandi dengan pelan. "M-mas." "Iya?" "Bisa minta tolong?" "Ada apa sayang?" "Tolong bantu aku lepas baju. Aku udah berusaha tapi ini susah banget, sungguh." Jaehwan meneguk ludahnya sendiri sebelum mengiyakan permintaan tunangannya itu. Jaehwan melangkahkan kakinya mendekat pada Tan dan memeluk Tan dengan erat. "Kau tau kan apa yang terjadi kalau aku lepas kendali?" bisik Jaehwan tepat di telinga Tan. Tan hanya mengangguk dalam pelukan Jaehwan. Jaehwan melepas pelukannya dan mengecup bibir Tan. Jaehwan mulai membuka kancing blus Tan dengan menahan nafsunya sekuat tenaga, hingga terbuka seluruh blusnya. Ia juga melepas celana jeans gadis itu. Kini hanya tersisa bra dan celana dalam yang dipakai Tan. Jaehwan memandang tubuh indah gadisnya itu dengan mata lapar. Dalam hati Jaehwan memuja betapa indah gadis di hadapannya ini. Tangannya bergerak untuk melepas bra yang dikenakan Tan sampai terlihat seluruh isinya yang besar dengan p****g coklat kemerahmudaan yang membuat celana yang digunakan pria itu terasa sangat sesak. Jaehwan sangat ingin menggigitnya, meremasnya, dan memilinnya. Tubuh Jaehwan terasa sangat panas. Bahkan AC di kamar Jaehwan seolah rusak tak berfungsi. Sabarlah Jaehwan, sabar. Kau hanya perlu menunggu tunanganmu siap untuk kau nikahi. Kau bisa menggagahinya kapanpun kau mau saat sudah menikah nanti. Itulah kata-kata yang Jaehwan gunakan untuk menenangkan dirinya sendiri. Tan langsung berlari menuju kamar mandi dan mengunci kamar mandinya. Sungguh ia sangat tak ingin membiarkan tunangannya tersiksa, tapi apa boleh buat, ia tak bisa melepas bajunya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD