Chapter 6 - Your Status

1093 Words
“Semuanya tampak seperti biasa. Sesalku sejak awal pertemuan itu adalah bahwa kau tidak akan bisa menjadi luar biasa, sebab kau hanya akan datang kemudian pergi lagi.” ~Jagaswara Syailendra. *** Claudya menumpuk berkas-berkas dari meeting tadi di atas meja. Memutar kursinya sebelum kemudian duduk di atas sana, perempuan itu meregangkan kedua tangan ke udara. Kalista yang baru saja menyusul sempat melempar tawa kecil, saat ia pun melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Claudya tadi. Mengambil posisi duduknya yang berada tepat di depan kubikel milik Claudya, Kalista meraih botol minum berwarna abu muda dan menenggak isinya perlahan. “Makan siang di mana kita, Clau? Aku kok lagi pengen ikan bakar,” ujar Kalista begitu air tadi melewati kerongkongan, kini melirik pada Claudya yang masih mendongak ke atas. Memandangi langit-langit kantor mereka, sekaligus menunggu jam makan siang yang akan tiba beberapa menit lagi. Rapat tadi cukup menguras tenaga dan pikiran, saat keduanya terjebak di antara orang-orang proyek yang begitu detail membahas tentang salah satu proyek mereka bulan depan. “Iya, ayo. Ikan bakar juga oke, Ta. Ke Resto Cianjur aja, gimana?” tawar Claudya kemudian. Mendapati anggukan dan jempol Kalista yang diangkat  ke atas membentuk tanda ‘oke’ oleh perempuan berambut ikal itu, Claudya menyisakan satu senyuman. Merogoh ponselnya yang sedari tadi berada di saku celana dan dalam mode hening selama meeting itu berlangsung, kini jemari Claudya sudah memeriksa benda pipih berwarna putih itu dengan konsentrasi penuh. Ada beberapa chat di grup w******p dan beberapa notifikasi dari sosial media. Menggeser layar itu dengan perlahan-lahan untuk memeriksa status para kontaknya di aplikasi pesan instan itu, gerakan Claudya berhenti status Jagas yang baru saja diperbaharui tiga menit yang lalu. Menahan napas saat hendak menekan layar, Claudya sempat mengurungkan niat agar dia tidak melihat status lelaki itu. Membaca nama Jagaswara di layarnya, entah mengapa tiba-tiba saja mengingatkannya pada percakapannya pagi tadi bersama Kalista. Bahkan suara sahabatnya itu masih terdengar nyaring di ujung telinga, saat itu bukan yang pertama kalinya bagi Kalista menasehati Claudya akan pilihan bodohnya. Butuh beberapa detik sebelum akhirnya Claudya menekan status milik Jagas, yang mana menampilkan satu layar berlatar hitam dengan tiga kata yang terbaca di tengah-tengah. ‘I Miss You.’ Begitu tiga kata tadi terbaca, saat Claudya kini menarik napas dengan susah payah, lagi. Bahkan setelah bertahun menghadapi situasi semacam ini, dia masih belum bisa mengabaikan perasaan sakit yang sudah terlanjur menjalar masuk. Menekan ulu hatinya, menggerogoti jantungnya dan membuatnya hampir sesak napas. Claudya tahu lelaki itu akan selalu membuat status untuk perempuan lain, dan perempuan itu adalah perempuan yang sama. Perempuan yang Claudya tidak tahu bagaimana parasnya, juga perempuan yang Claudya ingin tahu siapa dia sebenarnya. Jagas tidak pernah berbicara tentang perempuan itu, hanya saja Claudya tahu betapa lelaki itu menyimpan dan mencintai perempuan itu dengan cara yang tidak biasa. Jagas tidak pernah menyinggung apa pun, tetapi Claudya tahu betapa Jagas merindukan perempuan yang tetap sama. Panggilan dari Kalista terdengar nyaring, yang mana menyadarkan Claudya dari lamunannya tadi. Tersentak kecil perempuan itu, namun ia cepat-cepat memperbaiki posisi tubuh untuk kemudian duduk lebih tegak. “Ayo, Clau. Sudah jamnya,” ajak Kalista dengan dompet yang sudah berada di genggaman tangan, berdiri menanti Claudya di samping kubikelnya. Claudya mengangguk. Meraih dompet yang berada di dalam tasnya, sebelum kemudian ia pun bangkit dan menghampiri Kalista untuk makan siang mereka hari itu. *** Jagaswara memperhatikan dengan tidak seksama. Sekretarisnya menyampaikan beberapa hal melalui sambungan telepon, saat lelaki itu kini sedang bersandar di kursi penumpang belakang. “Pak?”Suara Arsyila—sekretarisnya, tampaknya belum membuyarkan lamunan Jagas yang sedari tadi melayangkan pandangan ke arah luar jendela. Supirnya sendiri masih tampak fokus mengemudi, mencengkram dengan erat setir bulat itu untuk mengantarkan bosnya menuju bandara. Melewati berbagai gedung perusahaan yang tinggi menjulang, Jagas masih hening seribu bahasa. Maniknya terpatri pada salah satu gedung yang berada di antara beberapa gedung lainnya, saat ia kini mendongakkan kepala untuk melihat hingga lantai paling atas. Terdapat tulisan besar yang berada di sisi atas gedung tinggi itu, yang dirangkai dari beberapa huruf untuk menjadi satu nama perusahaan bonafit yang cukup terkenal. Megacorp, Inc. Begitu Jagas membaca identitas perusahaan itu, saat tiba-tiba saja pikirannya melayang pada satu sosok yang hadir di pelupuk mata. Claudya Leffan. Perempuan yang setahun belakangan ini hadir dan berada dalam kehidupannya, meski Jagas tidak pernah benar-benar melihat keberadaan Claudya di sana. Perempuan yang selalu datang, kemudian pergi lagi setelahnya. Perempuan yang begitu menarik, yang membuat akhirnya ia memutuskan untuk berada dalam satu hubungan yang tidak terjelaskan, bersama perempuan itu. Hubungan yang Jagas pikir akan berakhir dengan cepat pada awalnya, tetapi siapa sangka ternyata hampir setahun lebih mereka berbagi ranjang yang sama. “Pak Jagas?” Suara Arsyila kembali terdengar, kali ini dengan volume yang sedikit dikeraskan oleh perempuan itu di seberang sana. Sukses membuat Jagas tersadar kemudian dari lamunan panjangnya, saat ia tersentak kecil. “Saya di sini, Syila. Sampai jam berapa jadwal saya di sana?” tanya lelaki itu, sudah berada kembali dalam jalur yang sama bersama Arsyila. “Saya baru saja mengkonfirmasi bahwa pertemuan esok pagi ditunda, Pak. Jadi sepertinya Bapak hanya akan menghadiri kongress hingga pukul sebelas malam nanti.” Jagas berpikir sejenak. Ada beberapa pertemuan yang harus ia datangi saat perjalanan dinasnya kali ini, persis sama seperti yang ia katakan pada Claudya pagi tadi. Bahwa ia akan pergi ke luar kota untuk dua hari, dan selama itu maka mereka tidak akan saling memberi kabar atau berkomunikasi. “Acara besoknya?” Suara Jagas kembali terdengar. “Maaf, Pak. Sepertinya batal,” jawab Arsyila ragu-ragu. Jagas menarik napas panjang. Masih melemparkan pandangan ke arah luar. “Jam berapa jadwal pesawat balik saya?” “Karena kemarin seharusnya jadwal Bapak hingga sore, maka saya aturkan pukul delapan pagi keesokan harinya, Pak.” Jagas memeriksa waktu. Berpikir sejenak, saat sebenarnya ia bisa mengambil waktu untuk dirinya sendiri, mungkin dengan bersenang-senang bersama rekan bisnis atau sekedar hang out ke kelab malam. Tenggelam dalam hingar bingar musik seperti yang orang lain lakukan, memulai chit chat bersama beberapa perempuan cantik yang menggoda dengan pakaian seksi, kemudian berakhir di ranjang setelah pergulatan panjang yang terjadi sepanjang malam. Tetapi sepertinya ide itu tidak cukup bagus untuk membuat Jagas setuju, saat ia kemudian bersuara setelah jeda beberapa detik. “Kamu bisa pindahkan penerbangan saya ke sore sehari sebelumnya?” tanya lelaki itu kemudian. Megundang kerutan di kening Arsyila yang masih memegangi telepon di mejanya, saat ia tidak mengerti mengapa tiba-tiba atasannya itu malah meminta kepulangan lebih cepat.Tidak ingin membantah, jemari Arsyila sudah berselancar di atas keyboard komputernya. “Bisa, Pak. Saya pindahkan di pukul empat atau pukul enam, Pak?” tanya perempuan muda itu lagi. Jagaswara menarik napas panjang, sempat tidak mengerti mengapa kali ini dia memilih untuk kembali lebih cepat. “Pukul empat saja.” “Baik, Pak.” Kembali menatap ke arah luar jendela, Jagas menurunkan ponselnya setelah sambungan telepon itu terputus. Memilih kembali aplikasi pesan instan w******p, jemarinya sudah memilih kontak Claudya yang baru saja menayangkan satu status update terbaru. Senyum Jagas tiba-tiba saja mengembang, mendapati satu foto berisi sepiring ikan bakar dengan gundukan nasi putih terpampang di layar ponselnya.   ~Bersambung~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD