bc

Hello, Mr. Perfect

book_age18+
580
FOLLOW
6.3K
READ
drama
sweet
humorous
ambitious
like
intro-logo
Blurb

Achiera menikah dengan Keenan demi keluarganya. Mereka merahasiakan pernikahan mereka karena alasan pekerjaan. Rahasia itu menimbulkan banyak permasalahan di antara mereka. Terlebih saat ada orang yang mencoba memisahkan mereka dengan berbagai cara.

Ketika sudah saling jatuh cinta, Achiera dan Keenan justru terjebak dalam permainan orang-orang di sekitar mereka. Keduanya sulit mengungkapkan kenyataan bahwa mereka sudah menikah. Namun, bisakah mereka bertahan saat ada orang lain yang terang-terangan mengakui cinta pada pasangan mereka?

“Saya tidak pernah menganggap dia lebih dari teman. Apa itu belum cukup untuk kamu?”

---Keenan—

“Aku dan dia hanya teman semasa kecil. Mengapa aku harus menjauh darinya?”

--Achiera—

Cover by: Lina Rahayu

Edited by: Canva

chap-preview
Free preview
Bab 1: Harus Menikah
“Kamu harus segera menikah, Chi,” ujar sang bibi, Nila. Chichi alias Achiera mematung di tempat. “Maksud Bibi?” Achiera mencoba meyakinkan kalau pemikirannya tidak salah. “Seperti yang kamu dengar, Chi. Bibi harap kamu bisa segera menikahi seseorang. Apa kamu sedang dekat dengan laki-laki?” “Kenapa Bibi tiba-tiba membicarakan pernikahan? Chichi masih harus berbuat banyak untuk Bibi dan Kak Lisha. Bagaimana bisa Chichi menikah sekarang?” “Sudah cukup, Chi,” ucap Nila sambil memejamkan mata. “Kalau kamu tidak menikah, bisa-bisa kakakmu akan menjadi perawan tua.” “Maksud Bibi?” Perasaan Achiera semakin tidak enak. Sampai saat ini, Achiera memang belum pernah mendengar kakak sepupunya, Falisha, memiliki pacar. Ketika dia menanyakan mengenai itu, Falisha menjawab jika belum siap untuk menjalin hubungan dengan siapa pun. Dia pikir, sang kakak sungguh tidak menginginkan jalinan serius untuk waktu dekat. Lalu, apa maksud Nila? Mengapa perkataan Nila seakan menyudutkan Achiera? Seolah Falisha belum menikah adalah kesalahannya. Apa tepatnya yang dimaksud oleh sang bibi? Pertama kali Nila meminta sesuatu dan permintaannya sangat mengejutkan. Anehnya, Nila mengaitkan hal itu dengan Falisha. Wajah Nila menyiratkan sebuah keseriusan. Dia tidak sedang bercanda. Achiera tahu itu. Nila tidak pernah benar-benar dekat dengannya. Mereka jarang sekali berkomunikasi kecuali untuk hal-hal yang sangat penting. Meski begitu, Achiera berusaha untuk bersikap baik pada orang yang telah merawatnya sejak kecil itu. “Bukankah sudah cukup jelas? Lisha tidak mau menikah sebelum kamu menikah. Dia mau menjaga kamu, Chi.” “Bukankah kakak masih belum siap untuk menikah, makanya ....” “Kamu pikir dia akan mengatakan yang sebenarnya? Kalau kamu tahu dia mau menjagamu sampai kamu menemukan pasangan hidup, apa kamu akan sesantai ini?” “Bibi, Chichi tidak bermaksud begitu. Kalau masalahnya itu, kenapa tidak menyuruh kakak menikah lebih dulu?” “Chichi, sebenarnya bagian mana yang tidak kamu mengerti? Bibi yakin kamu cukup pintar untuk memahami permintaan Bibi. Pikirkan masa depan kakakmu juga. Dia sudah banyak berkorban untuk kamu. Sampai kapan kamu akan menyiksanya?” “Chichi tidak pernah bermaksud untuk menyakiti kakak.” “Benarkah? Kalau begitu jangan merepotkan kakakmu lagi. Kamu hanya perlu melakukan satu hal untuk membantu kakakmu, menikah. Bukan yang lain.” Kalimat Nila tidak kasar atau pun salah, tetapi entah mengapa hati Achiera sedikit tertusuk. Dia merasa ada gelombang kekecewaan dalam perkataan Nila. Hanya saja, dia tidak yakin apa yang sebenarnya sedang dipikirkan oleh sang bibi. Wajah Nila masih sedatar tembok, seperti biasa. Sungguh. Achiera tidak tahu harus bagaimana menanggapi permintaan Nila. Selama ini, dia tidak pernah tertarik untuk pacaran atau sejenisnya. Saat sekolah, dia hanya fokus pada belajar dan memikirkan berbagai cara agar bisa mempertahankan beasiswa. Dia tidak ingin menambah beban Nila. Lalu, ketika sudah lulus kuliah, Achiera berusaha mendapatkan pekerjaan bagus. Dia menyerahkan sebagian besar gajinya untuk Nila. Sang bibi sama sekali tidak berbasa-basi menolak pemberiannya. Justru sebaliknya, Nila berkata kalau dia harus berusaha lebih keras agar bisa meningkatkan penghasilan. Saat setahun lalu terjadi pemutusan kerja secara besar-besaran, Achiera juga menjadi salah satu korbannya. Dia luar biasa sedih. Untungnya, dia menemukan sebuah peluang di perusahaan lain. Selain itu, dia juga ditempatkan di posisi yang cukup mumpuni sehingga gajinya lebih besar dari sebelumnya. Sementara Falisha adalah seorang dosen di sebuah perguruan swasta yang sangat terkenal. Selain itu, dia juga membukakan sebuah toko roti untuk sang ibu. Dia merupakan anak berbakti. Hatinya baik luar biasa, terutama pada Achiera. Apa pun dia lakukan agar bisa membantu adiknya. Sayang, Nila tidak begitu menyukai sikap anaknya yang terlalu baik pada Achiera. Dia selalu beranggapan kalau Achiera hanya menumpang dan tidak perlu perhatian lebih. Falisha yang selalu menekankan kalau apa pun yang telah terjadi, Achiera akan terus menjadi adik baginya, tidak bisa diubah oleh siapa pun. Kemurahan hati Falisha nyatanya malah meninggalkan beban bagi Achiera. Dia jadi tidak bisa membiarkan sang kakak menderita juga. Jika kebahagiaan Falisha bisa didapatkan melalui pernikahannya, dia rela menikah sekarang juga. Tidak peduli dengan siapa dia harus bersanding. Selama Falisha bahagia, dia akan lakukan. “Bibi punya calon untuk Chichi?” tanya Achiera hati-hati. “Apa bibirmu ini hanya mengurus kamu saja? Bibi mana punya waktu buat cari jodoh kamu.” Nila menghela napas. “Kamu hanya perlu memilih laki-laki yang menurut kamu baik, terus menikah. Sudah. Selesai.” Sejujurnya, Achiera ingin memprotes perkataan Nila, tetapi kembali menelan. Dia tidak ingin menimbulkan perdebatan dengan Nila dan membuat suasana panas. Kalau itu terjadi, Falisha akan merasa bersalah. Rasanya salah kalau membiarkan sang kakak terus mengkhawatirkan dia. “Baiklah, Bi. Chichi akan berusaha menikah secepatnya.” “Bagus. Pembicaraan kita hari ini, jangan sampai kakak kamu tahu. Mengerti?” “Mengerti, Bibi.” Lagi pula, mana mungkin Achiera membeberkan sikap bibinya selama ini. Dia selalu menjaga hubungan dengan Nila dan Falisha. Jika Nila mulai bertingkah, dia akan berusaha menahan hati dan menganggap semua itu sebagai gurauan. Apa lagi kalau sang kakak sudah memintanya untuk memahami sikap Nila. Tentu saja Achiera sangat memahami bagaimana kebiasaan Nila. Bertahun-tahun hidup serumah, dia sudah bisa mengerti sikap sang bibi. Dia berusaha memaklumi kecerewetan Nila. Dia juga mentolerir setiap kemarahan setiap kali disalahkan untuk sesuatu yang bahkan tidak dia lakukan. Semua itu disimpan baik-baik dalam hati oleh Achiera. Dia terus meyakinkan diri kalau Nila sudah sewajarnya bersikap begitu. Sedari kecil Nila bekerja keras untuk membesarkannya. Kalau Nila merasa Achiera perlu membalas kebaikan sang bibi, bukankah itu hal yang lumrah? *** Mata Achiera memandangi langit yang sudah gelap. Meski begitu, cahaya bulan yang bulat sempurna menghilangkan kegelapan di sekitarnya. Taburan bintang juga menambah keindahan langit malam. Suara desiran angin menambah kesunyian. Menemani Achiera yang duduk sendiri di teras rumah. Pot-pot bunga berjejer rapi di pinggiran teras. Semua itu hasil perawatan Falisha yang sangat telaten. Dia mengoleksi banyak bunga. Setiap kembali dari suatu tempat, hal pertama yang menjadi sasarannya adalah bunga. Tidak heran kalau halaman rumahnya dipenuhi dengan berbagai jenis bunga. Rumah Nila yang tidak begitu besar hampir tertutup oleh koleksi bunga Falisha. Kalau ada orang yang melintas, mereka mungkin akan berpikir kalau rumah itu adalah sebuah toko bunga. Nila sendiri tidak mempermasalahkan. Begitu juga dengan Achiera. Gadis itu justru merasa terhibur dengan melihat bunga warna-warni. Seperti malam ini. Achiera tidak bisa berhenti memikirkan permintaan Nila siang tadi. Dia mengingat-ingat semua pria yang dikenal. Tidak ada yang benar-benar dekat dengannya. Mungkin mereka bahkan tidak pernah membicarakan hal khusus. Obrolan mereka hanya seputar pekerjaan. Achiera bukan wanita yang tidak suka bergaul. Dia memiliki banyak teman, terutama kawan wanita. Sebenarnya ada beberapa kenalan pria yang cukup sering dia temui, tetapi sekadar teman biasa. Dia pernah menerima beberapa pengakuan cinta. Semua ditolak dengan alasan ingin fokus sekolah atau bekerja. Di kantor barunya pun sama. Achiera selalu menghindari pembicaraan seputar hubungan percintaan. Sekarang, dia mulai menyesali hal itu. Kalau tahu Nila akan memintanya menikah, dia akan membiarkan mereka mendekat. Setidaknya, dia memiliki satu atau dua pria yang ingin menikahinya. Bagaimana pun, Achiera tidak bisa menyalahkan keadaan. Besok, dia akan mulai memperhatikan makhluk bernama laki-laki. Dia cukup menarik untuk ukuran seorang gadis berusia dua puluh enam tahun. Posisinya dalam bekerja juga lumayan baik. Intinya, dia bukan gadis yang menyedihkan. Pria tidak suka dengan gadis manja adalah sasaran tepat untuk Achiera. Dia bukan wanita yang suka menggantungkan diri pada laki-laki. Sejak kecil, dia sudah berusaha melakukan semua sendiri, jadi tidak perlu bantuan siapa saja. Meski berbadan kecil, dia cukup kuat untuk mengangkat galon. “Sedang melamunkan apa?” tanya Falisha. Dia duduk di samping Achiera. “Memikirkan jodoh masa depan,” jawab Achiera cepat. “Wah! Adik kakak sudah mulai memikirkan laki-laki? Siapa laki-laki beruntung yang akan mendapatkan gadis secantik ini?” Falisha mencolek dagu Achiera. Kebiasaan lama jika tengah menggoda sang adik. Achiera menoleh sambil tersenyum. Andai tahu siapa pria itu, dia akan lari sekarang juga dan memintanya untuk menikah. Akankah ada pria beruntung seperti yang dikatakan oleh Falisha? Dalam keadaan mendesak begini, Achiera tidak mau terlalu berharap. Sudah bisa berkenalan dengan pria baik saja adalah keberuntungan baginya. Dia tidak mau mengharapkan pria sempurna menghampiri dan menawari pernikahan impian semua wanita. Dia bahkan belum pernah membayangkan bagaimana pesta pernikahannya berlangsung. Sekali pun tidak pernah. Bukankah terlalu tamak menginginkan pria dan pernikahan yang sempurna. Achiera hanya gadis sederhana biasa. Dia akan mencari pria yang bisa dijangkau dengan mudah. Dengan siapa pun dia menikah, hasilnya akan sama saja. Dia harus belajar mencintai seseorang dalam waktu cepat. “Bagaimana menurut Kakak? Apa aku akan mendapatkan pangeran impian?” “Kenapa? Apa orang yang kamu sukai itu adalah pangeran yang sempurna?” Pertanyaan Falisha membuat Achiera tertawa. “Apa mungkin aku bisa mendapatkan pangeran yang sempurna seperti itu?” “Kenapa tidak? Adikku sangat cantik dan baik. Kamu pantas mendapat pangeran paling sempurna di dunia ini.” “Kakak berlebihan. Aku tidak secantik dan sebaik itu.” “Kamu tidak menyadari betapa memesonanya kamu. Kakak serius.” Achiera tertawa lagi. Kata-kata Falisha sangat menghibur. “Bagaimana dengan Kakak? Apa Kakak sudah memiliki orang yang disukai?” “Entahlah. Kakak belum pernah memikirkan itu. Kakak masih ingin fokus bekerja.” “Kakak harus mulai membuka hati. Banyak orang yang menyukai Kakak.” “Kenapa tiba-tiba meminta Kakak menyukai seseorang?” “Supaya kita bisa menikah bersama.” Kali ini, Falisha memutar tubuhnya untuk menghadap Achiera. Dia memegang kedua pundak sang adik, memberikan tatapan menyelidik untuk beberapa saat. Bukannya merasa takut atau ditekan, Achiera malah tertawa melihat kelakuan sang kakak yang dinilai sangat berlebihan. Lihatlah bagaimana Falisha memutar-mutar tubuh Achiera. Sesekali dia bahkan mengguncang tubuh sang adik dan membuat Achiera protes. Setelah puas memeriksa keadaan Achiera, dia duduk tegak sambil menyilangkan tangan di d**a. Dia berencana untuk memulai investigasi. “Siapa laki-laki itu? Apa Kakak mengenalnya?” tanya Falisha. Achiera tersenyum. “Aku akan memberi tahu Kakak saat hubungan kami sudah cukup serius,” ujar Achiera tanpa berpikir panjang. Dia tidak ingin Falisha curiga. “Jadi, kamu mau main rahasia sama Kakak? Kamu tahu kalau Kakak selalu bisa mencari petunjuk tentang apa pun yang berhubungan dengan kamu.” “Tapi Kakak tidak bisa melacak laki-laki yang saat ini sedang aku pikirkan, kan?” “Memang iya. Sepertinya dia laki-laki yang luar biasa. Kakak harus memikirkan cara untuk menemukan laki-laki yang berhasil mencuri hati adikku ini.” Achiera tidak tahan lagi. Tawanya meledak. Tentu saja Falisha tidak akan bisa menemukan pria dalam pikiran sang adik. Karena Achiera tidak memikirkan siapa-siapa saat ini. Namun, melihat binar bahagia di kedua mata Falisha, dia tidak mengatakan apa pun. Dia membiarkan Falisha beranggapan kalau ada laki-laki yang telah disukainya. Tidak ada salahnya, bukan?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
97.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook