bc

KETIKA KAKAKKU MENGINGINKAN SUAMIKU

book_age18+
16
FOLLOW
1K
READ
love-triangle
family
HE
fated
friends to lovers
heir/heiress
sweet
bxg
city
office/work place
disappearance
like
intro-logo
Blurb

Lamia menelan pahit saat dikatai perawan tua oleh kakaknya sendiri. Dirinya yang tidak tertarik pada hubungan romantis, terpacu untuk memulai hubungan yang baru. Walau sempat patah arang karena gagal di percobaan pertama, nyatanya dia cukup beruntung mendapatkan perhatian dari lelaki selevel Ruu Ansel Kale. Pewaris tunggal seorang pengusaha Pembuatan Yacht yang berbasis di Singapura. Seorang lelaki baik hati yang masih terus mencintainya walau pernah ditolak oleh Lamia di masa lalu. Seorang Lelaki yang tidak akan segan menjadikan tubuhnya sendiri tameng agar Lamia tidak terluka. Sayangnya, sang kakak yang gagal dan patah hati dalam pernikahan, justru mencoba mengambil miliknya, merusak hubungan pertamanya yang sedang Lamia coba bangun sepenuh hati.

Akankah pada akhirnya Lamia kembali kalah oleh kakaknya? Atau justru dirinya lah yang akan berhasil menyuarakan tawa di akhir persaingannya?

chap-preview
Free preview
1. Tak laku di pasaran
Padahal, semulanya rumah itu hanya rumah yang berisi empat orang. Tetapi malam ini, rumah bercat putih tulang itu ramai dikunjungi orang. Bahkan beberapa mobil berjejer di depan rumah hingga hampir ke halaman depan rumah tetangga. Lamia Ceanturi Orion tidak terlibat dengan keramaian itu, lebih tepatnya dia terseret karena yang sedang memiliki acara adalah kakak kandungnya yang hanya berjarak satu tahun dengannya. Untuk informasi, usia Lamia saat ini adalah dua puluh empat tahun. Tadinya dia yang tidak suka berbaur dengan orang lain, berpikir untuk beralasan bahwa dia sedang ada acara atau customer yang tidak bisa ditinggal, tetapi karena mamanya sendiri yang membujuk, maka Lamia tidak sampai hati untuk menolak. Maka disinilah dirinya. Dengan atasan kebaya semi formal dan bawahan celana jeans, dia menjadi salah satu yang memadati ruang tamu rumahnya sendiri. Tidak menyangka jika keluarga pihak lelaki akan datang sebanyak ini. Suasana yang harmonis, dengan seorang wanita cantik dan lelaki yang tampan menjadi centernya. Sedangkan Lamia yang hanya tokoh figuran, hanya duduk diam tanpa mengatakan apapun. Karena bukan ranahnya untuk bicara. Tapi yang menjadi perhatian Lamia adalah barang seserahan yang dibawakan oleh pihak lelaki. Dari informasi yang dirinya dengar, kakaknya itu bertemu dengan calon suaminya di Bali, saat liburan. Calon suaminya adalah seorang pengusaha furniture yang bisnisnya mulai memasuki mall-mall besar. Hanya saja, semua barang yang dibawa sebagai seserahan seolah tidak mencerminkan kesuksesan yang dia miliki. Bukan maksud Lamia memandang sesuatu dari materi, tapi dia sangat mengenal Venus, kakaknya, yang sangat menyukai barang mewah dan bermerk. Dan itupun harus dengan grade premium yang harganya kadang membuat Lamia geleng-geleng kepala. Tapi semua barang yang dijadikan seserahan, mulai dari make up, pakaian, tas, bahkan perhiasan, seperti bukan selera Venus sendiri. "Kamu jago cari calon suami, Ven. Tante bahkan bisa bayangin akan secantik dan seganteng apa anak kalian nanti." Mendengar ucapan adik dari ayahnya, Lamia hanya melirik sekilas sebelum kemudian menatap ke depan tanpa minat. Bukankah memang harus setampan itu jika ingin bersanding dengan Venus yang jika wajahnya terkena tetesan air hujan saja, akan mengomel sepanjang hari? Dan tampaknya, kakaknya itu juga sangat bahagia. "Sejujurnya, awalnya kami sanksi karena bagaimanapun anak kami ini belum lama berhubungan dengan Venus. Sedangkan Varo sedang giat-giatnya memperluas usaha yang dia miliki. Tapi karena Venus adalah perempuan yang manis dan sangat baik, juga karena merupakan seorang ahli gizi, jadi saya merasa tenang karena ke depannya, anak saya akan mendapatkan perhatian penuh oleh istrinya. Terutama masalah makanan," ujar Ibu dari Varo, calon suami Venus. Ucapannya itu disambut tawa malu-malu oleh Venus. Sesaat tadi, cincin sudah melingkar di tangannya yang cantik dan itu terlihat jelas saat Venus tertawa kecil sambil menutupi mulutnya dengan tangan. "Aku akan lakuin yang terbaik buat Mas Varo, Ma. Jadi Mama bisa percayakan semuanya ke aku. Gimanapun juga, usia kami adalah usia yang sudah matang untuk menikah. Bukannya angka 25 cukup untuk memulai hubungan yang serius? Dan aku yakin, aku dan Mas Varo sudah sama-sama siap. Jadi kami enggak mau menunda terlalu lama." Lamia hanya mengangguk saja, mengikuti apa yang dilakukan oleh orang lainnya juga. "Lamia, kamu juga sudah harus mikir buat menikah loh! Kamu kan cuma beda setahun aja sama kakak kamu, masih belum terlambat kalau kamu cari pacar sekarang dan nikah tahun depan," kata tantenya tiba-tiba. Mata Lamia mengerjap, dia bingung karena tiba-tiba saja namanya disebut. Padahal sejak tadi bahkan tidak ada yang menyadari keberadaannya di sana. Dan belum sempat Lamia menanggapi ucapan tantenya, suara tawa kakaknya yang renyah itu sudah lebih dulu terdengar. "Tante ini gimana sih? Masa enggak tahu kalau Lamia enggak punya keinginan buat berhubungan sama lawan jenis? Buat dia, hubungan semacam itu merepotkan. Makanya, palingan nanti dia mulai menyesal kalau sudah jadi perawan tua dan enggak laku di pasaran. Padahal kalau mulai sekarang juga, belum tentu bisa langsung dapat yang value nya tinggi." Tubuh Lamia menengang, dia melirik tidak percaya pada kakaknya yang dengan enteng mengatakan itu. Bukan hanya di depan keluarganya, juga di depan keluarga calon suami kakaknya. "Padahal aku udah sering bilang kalau bahkan dia sebagai perempuan enggak terlihat menarik. Harusnya dia berusaha lebih keras daripada perempuan lainnya, bukan malah enggak mau buka diri buat menjalin hubungan sama lawan jenis." "Venus.." Teguran dari mamanya membuat Venus langsung diam dan memasang senyum manis ke arah semua orang. Sedangkan Lamia hanya bisa terdiam di tempatnya duduk. Sama sekali tidak menyangka dari banyaknya orang, kakak kandungnya sendiri lah yang berkata seperti itu tentangnya. Dia menyadari bahwa hubungannya dengan Venus tidak begitu dekat, apalagi setelah mereka remaja lalu dewasa dan mulai sibuk dengan profesi masing-masing. Lamia juga lebih sering berada di butiknya atau berada di event atau pernikahan yang menggunakan jasanya, sehingga semakin sedikit waktu yang dia punya untuk bertemu dengan kakaknya di rumah. Tapi hal itu tidak lantas membuat Lamia membenarkan sikap kakaknya. Candaan yang berlebihan, yang bahkan tidak pantas dijadikan candaan. "Hubungan antara lawan jenis, apalagi sampai pernikahan, bukan sesuatu yang bisa dilakukan hanya karena kita ingin," ujar Lamia setelah sejak tadi diam. "Mungkin karena saya lahir dari pasangan suami-istri seperti Papa dan Mama, yang saling menghargai dan mencintai satu sama lain dengan kepercayaan yang luar biasa. Sedangkan setelah dewasa, saya tahu bahwa interaksi yang dimiliki oleh Papa dan Mama bukanlah interaksi yang bisa dimiliki oleh semua pasangan, membuat saya memiliki pandangan tinggi terhadap pernikahan. Kalau memang pada akhirnya saya menjadi perawan tua yang enggak laku di pasaran... Seperti kata Kakak saya... " Lamia melirik datar pada kakaknya yang mengerutkan kening. "Mau bagaimana lagi, kan? Karena sebagai Hamba Tuhan, saya sepenuhnya percaya bahwa jodoh ada di tangan Tuhan." Ruangan yang berisi 15 orang dari pihak keluarga Varo dan delapan orang dari pihak keluarganya itu, mendadak hening setelah mendengar sanggahan dari Lamia. Lalu menyadari bahwa suasana rusak karena dirinya, Lamia langsung bangun dari duduknya dan membungkuk sekilas. "Karena acaranya juga sudah selesai, maka saya izin pamit lebih dulu!" Dia melirik ke arah Papa dan mamanya yang menatapnya dengan tatapan merasa bersalah, tapi Lamia membalasnya dengan senyum menenangkan, sebelum kemudian dia benar-benar meninggalkan ruang tamu itu untuk masuk ke dalam kamarnya sendiri. * "Kamu ngapain sih? Ngomong begitu di acara lamaran aku?" Kening Lamia berkerut saat mendengar suara bernada tinggi dari kakaknya, di pagi hari saat Lamia baru saja keluar untuk sarapan sebelum berangkat kerja. "Memangnya siapa yang jadiin aku sebagai bahan candaan sampai bilang aku perawan tua dan enggak laku di pasaran?" tanya balik Lamia. Dia melirik ke arah kedua orang tuanya yang memperhatikan interaksi tidak biasa anak-anak mereka. "Omongan aku jauh lebih sopan karena aku enggak merendahkan orang lain demi keliatan tinggi, kayak seseorang." Venus mendelik. "Maksud kamu apa ngomong begitu?" Tapi Lamia memilih abai. Dia bahkan melewati Venus begitu saja dan duduk bersama dengan mama-papanya di meja makan. "Lamia! Aku lagi ngomong!" "Venus! Lamia enggak salah. Bukannya Mama udah tegur kamu semalam kalau omongan kamu memang keterlaluan? Mama enggak suka kalau kamu malah nyalahin Lamia kayak gini, apalagi enggak ada masalah sama acara kamu semalam." Mendengar mamanya yang membelanya, Lamia merasa lega. Dia tidak pernah meragukan keadilan yang dimiliki oleh orang tuanya. Tidak ada yang namanya anak bungsu atau anak sulung di rumah ini, karena semua perlakuan yang Lamia dan Venus terima, sama rata. "Memang enggak ada masalah, tapi setelah dia ngomong begitu, keadaannya jadi canggung dan enggak asik kayak sebelumnya." "Ya harusnya kamu enggak mancing dari awal dong! Masa kamu nyerang orang tapi enggak siap diserang balik," cetus Lamia sambil menyendok nasi goreng ke mulutnya. Dari ekor matanya, dia bisa melihat bagaimana Venus yang masih berapi-api dan siap untuk memprotesnya kembali. Tapi kemudian deheman keras dari papa mereka, membuat Venus langsung diam. Begitu juga dengan Lamia. Masih terdengar dengusan keras dari Venus setelahnya, wanita itu bahkan menolak begabung dengan mereka di meja makan dan langsung mengambil tasnya. "Kamu mau kemana? Kenapa enggak sarapan dulu?" tanya mamanya. Tapi jawaban dari Venus hampir membuat Lamia melempar wanita yang lebih tua satu tahun dengannya itu, dengan sendok yang dia pegang. "Nasi goreng Mama enggak sehat! Terlalu banyak minyak!" Sedangkan mamanya hanya menggelengkan kepalanya, seolah sudah biasa dengan tingkah laku anak sulung yang lebih pantas menjadi anak bungsu karena terlalu manja. "Nasi goreng Mama yang paling enak, dari nasi goreng lain yang pernah aku makan," kata Lamia tiba-tiba. Ucapannya itu membuat mamanya tertawa, "Kamu takut Mama sakit hati sama omongan kakak kamu ya? Mama enggak kenapa-kenapa kok. Venus kan kalau lagi marah memang suka begitu." Lamia menatap ke arah mamanya. "Enggak bisa dibenarkan walaupun dia marah buat nyerang titik lemah orang lain. Apalagi sama keluarganya sendiri. Bahkan semalam aku enggak tahu apa salahku sampai dia ngomong begitu di depan banyak orang." "Papa paham. Kamu pasti ngerasa marah banget sama Venus, karena kami juga jelas tahu tingkah Venus itu enggak benar. Kami udah tegur dia semalam tapi kami juga mau minta maaf sama kamu ya, Mia. Kalau kamu masih enggak nyaman ketemu sama Venus, kamu boleh nginep di butik dulu. Nanti biar Mama kamu yang kirim makanan setiap hari." Lamia terdiam setelah mendengar ucapan papanya. Dia malah jadi tidak enak hati karena sampai membuat orang tuanya berkata seperti itu. Padahal orang yang salah bahkan tidak memiliki pikiran bahwa itu salah, jangankan meminta maaf padanya. "Enggak usah dipikirin lagi, Pa, Ma. Aku udah paham sifatnya Venus, tapi semalam aku balas dia karena aku pikir dia keterlaluan. Maaf kalau malah jadi bikin Papa dan Mama malu." "Hah? Kamu nih ngomong apa? Malu apanya! Kami malah bangga, karena anak kami yang selalunya diam karena berpikir semua hal terlalu merepotkan dan terlalu buang-buang tenaga, bisa speak up untuk membela dirinya. Itu bagus loh, Mia! Mama senang kalau kamu juga banyak bicara." Lamia tersenyum tipis. Dia mengambil air putih dan kemudian meneguknya hingga habis. "Aku berangkat dulu ya!" katanya sambil menyalami tangan kedua orang tuanya dan kemudian melambai sebelum benar-benar keluar. * "Emang enggak normal kakak lo ya! NPD dia, gue yakin." Kepala Lamia hanya menggeleng pelan saat melihat emosi yang ditunjukkan oleh Satu-satunya teman yang dia punya. Rima, yang sebenarnya adalah teman satu angkatan kakaknya itu, pernah tergantung dalam kelompok tugas yang sama dengan Lamia saat kuliah. Dan saat itulah secara natural mereka jadi dekat, bahkan sampai menjadi sangat-sangat dekat. "Gue udah biasa sama tingkahnya, tapi yang semalam itu keterlaluan," kata Lamia pelan. Tangannya masih menggoreskan garis demi garis, membentuk sebuah sketsa kebaya modern pesanan client VIP nya. "Ya itu dia! Makanya dia itu NPD, dia cuma mau semua perhatian tertuju ke dia. Mungkin dari awal acara, dia udah enggak suka karena lo cantik. Nih ya, gue mau jujur! Di mata gue yang hebat dalam menilai ini, lo dua kali lipat lebih cantik dari dia. Dia itu cuma menang di tengil doang, jadi orang-orang yang suka tipe kayak dia jadi gemas. Kalau gue sih, malah sebel liatnya." Mungkin ini bukan sesuatu yang baik, tapi entah kenapa perasaan kesal Lamia langsung hilang menyadari ada orang-orang yang turut kesal bersama dengannya. "Tapi, Mi, apa lo enggak kepikiran buat deket sama cowok? Ya sekedar kenalan biasa aja gitu!" Tangan Lamia sempat terhenti mendengar apa yang dikatakan oleh Rima. "Gue enggak mau, repot." "Kalau lo enggak mau seumur hidup lo sendirian, ya lo harus paksain walaupun repot atau ribet. Lagian ya, kalau lo ketemunya sama orang yang se frekuensi sama lo, justru rasanya jadi nyaman. Entah itu dalam hal romantis atau teman ngobrol. Hubungan antara lawan jenis itu enggak selalunya berbau intim. Banyak kok yang mulai pacaran bukan karena perasaan cinta yang menggebu-gebu, tapi karena merasa cocok dan nyaman dalam banyak hal." Ucapan Rima membuat Lamia termenung. Sejujurnya, sejak dulu dia tidak pernah berpikir bahwa hubungan dengan lawan jenis adalah sesuatu yang menyenangkan. Justru di pikirannya, itu adalah hal yang merepotkan. Menyamakan diri dengan selera orang lain, bertemu sering-sering, saling berbalas pesan setiap hari, dan akan kena omelan jika melakukan sesuatu yang tidak disukai pasangan. Itu sama sekali bukan hubungan yang Lamia inginkan. Karena itu dia tidak pernah membuka diri untuk jenis pendekatan apapun. Bahkan ketika ada lelaki yang mengutarakan perasaan padanya, Lamia akan langsung menolak tanpa berpikir. Jika tidak salah ingat, yang terakhir adalah ketika dia semester tiga. Orang yang dekat dengannya tapi perlahan menjauh setelah Lamia tolak. "Kebetulan gue ada kenalan. Dia temennya temen gue. Orangnya kerja di pemerintahan dan pintar, jadi kayaknya cocok buat lo. Mau coba?" Menoleh ke arah Rima yang begitu semangat dan juga terpikir dengan omongan Venus padanya, Lamia kemudian mengangguk. "Boleh deh," katanya. Yang membuat Rima langsung bersorak senang. **

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

30 Days to Freedom: Abandoned Luna is Secret Shadow King

read
308.5K
bc

Too Late for Regret

read
277.3K
bc

Just One Kiss, before divorcing me

read
1.6M
bc

Alpha's Regret: the Luna is Secret Heiress!

read
1.2M
bc

The Warrior's Broken Mate

read
136.5K
bc

The Lost Pack

read
381.6K
bc

Revenge, served in a black dress

read
145.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook