7. Worry

1514 Words
Bagaimana bisa? Yang Venus tahu, adiknya adalah orang yang tidak pandai bergaul. Satu-satunya teman yang dimiliki oleh Lamia hanyalah Rima dan tidak ada lagi selain dia. Tapi kenapa tiba-tiba orang seperti Ruu Ansel berada di sekitar adiknya itu? Lelaki yang bahkan diberitakan sulit ditemui jika tidak membuat janji paling tidak satu minggu sebelumnya itu, bagaimana mungkin bisa muncul begitu saja di butik kecil milik Lamia yang kumuh itu? Venus jelas tidak akan salah orang, karena semua majalah bisnis yang dirinya beli selalu memuat sosok Ruu. Dirinya menyukai latar bekalang lelaki itu tapi tidak pernah memiliki kesempatan untuk bisa bertemu. Padahal Venus sudah banyak menghadiri acara-acara besar yang para pengusaha datangi dengan menggunakan nama besar papanya yang dulu adalah Manajer umum salah satu Bank Swasta, tapi dirinya tidak pernah berhasil bertemu dengan Ruu. Satu-satunya pengusaha besar termuda yang namanya digadang sebagai calon menantu paling potensial. Wanita mana yang tidak memimpikan memiliki calon suami seperti Ruu, yang bisa membuat kehidupan pernikahannya bergelimang harta dan barang-barang mewah tanpa harus susah payah bekerja? Tapi perpaduan antara Ruu dan Lamia sama sekali bukan sesuatu yang cocok. Venus bahkan ingin muntah hanya dengan melihatnya saja. "Jadi kita enggak perlu cari tambahan gaun, kan? Kamu cuma perlu pakai gaun yang sudah dipesan sama Mama aja." Perhatian Venus kemudian beralih pada tunangannya, Varo, yang saat ini sedang menatapnya dengan kesal. Lelaki itu sejak tadi memiliki hari yang buruk setelah mendapatkan tanggapan tidak baik dari Lamia, ditambah harus berhadapan dengan lelaki lain yang lebih hebat darinya, Varo dan harga dirinya itu benar-benar sesuatu yang merepotkan. Tapi Venus menyukai lelaki ini. Karena saat ini Varo adalah yang lelaki terbaik di sirkelnya. Semua teman-teman Venus mengakui itu. "Iya, Sayang. Kita udah enggak perlu cari gaun tambahan, karena dari awal aku niatnya cuma pengen bikin Lamia ngerasa kecil dan menyadari peran enggak pentingnya dalam pernikahan besar kita, tapi anak itu benar-benar enggak tahu sopan santun." Varo berdecak keras mendengar apa yang baru saja Venus katakan. "Dia benar-benar beda banget sama kamu. Aku beruntung karena yang akan aku nikahi adalah kamu dan bukan perempuan kayak adik kamu itu." Tentu saja. Karena Venus tidak akan bisa disetarakan dengan adiknya yang tidak memiliki kelebihan itu. "Tapi, Sayang..." Sebelah alis Venus terangkat naik saat mendengar suara pelan Varo, nyaris berbisik. "Enggak ada salahnya kalau kamu menurunkan ego kamu sedikit buat deketin adik kamu. Tentu aja supaya kita bisa punya koneksi sama Anak pemilik Pacific Era, karena keliatannya adik kamu itu punya hubungan yang cukup dekat sama lelaki itu." Venus menipiskan bibirnya saat mendengar apa yang dikatakan oleh Varo. Bisa-bisanya tunangannya sendiri meminta Venus mendekati Lamia setelah apa yang mereka lakukan dan katakan tadi siang pada Lamia. "Kamu enggak lupa kan, apa yang bikin aku enggak suka sama adikku sendiri?" Tanyanya getir. Di depannya, Varo menghela napas pelan. "Ya itu kan bisa kamu kesampingkan dulu. Kalau kita punya koneksi sama Pacific Era, perusahaan aku ini bisa bekerjasama dengan kapal pesiar yang mereka miliki. Kamu bisa bayangin enggak, kalau semua furniture di dalam kapal pesiar besar dan yacht yang mereka buat berasal dari perusahaan aku? Kamu juga kan yang nantinya akan dapat untungnya! Kamu bebas beli tas atau sepatu mahal kesukaan kamu itu setiap minggu." Venus memalingkan wajahnya. Dia tidak tertarik dengan apa yang Varo katakan karena dia tidak ingin menjalin hubungan dengan Lamia yang nyaris menghancurkan hidupnya dulu. "Hah! Yaudahlah, kalau kamu segitu enggak pengennya buat deketin adik kamu sendiri, lupain aja!" Lalu Varo bangun dari duduknya dan mengeluarkan sejumlah uang. "Aku ada janji buat nganter Mama ke rumah temennya, jadi kamu bisa pulang sendiri, kan?" Kepala Venus mendongak, hendak memprotes tindakan tunangannya itu karena dia tidak ingin pulang dengan taksi. Tapi langkah Varo sudah lebih dulu bergerak dan dengan cepat mencapai pintu lalu meninggalkannya. Memejamkan mata, Venus kemudian menghela napas kasar. Dia teguk habis minuman miliknya dan kemudian menghubungi seseorang teman untuk bisa menjemputnya. Varo selalu seperti itu. Lelaki itu merasa bahwa dirinya hebat sehingga orang-orang di dekatnya dituntut untuk mengikuti rules yang dibuatnya. Tapi Venus tidak bisa melakukan apapun karena dia menyukai momen dimana teman-temannya memujinya beruntung karena mendapatkan calon suami seperti Varo yang tidak hanya tampan tapi juga kaya raya. Jadi Venus merasa masih bisa menerima sifat Varo yang seperti itu selama Varo mencintai dirinya. Denting ponsel yang dibersamai dengan suara klakson dari depan kafe membuat dirinya langsung mengangkat tasnya adn juga ponsel yang ada di atas meja. Dia berjalan keluar setelah membayar pesanannya tadi dan menghampiri temannya yang menyembul dari dalam mobil. Venus melambaikan tangan dengan senyum merekah, dia sudah siap untuk masuk ke dalam mobil saat matanya justru tertuju pada seorang wanita yang baru saja masuk ke dalam Rolls-Royce yang terparkir di depan toko bakery tidak jauh darinya. "Apa-apaan?! Kenapa anak itu masuk ke dalam mobil mewah itu?!" * "Kok cuma segitu, Mbak?" Ruu menatap pada plastik bening berlogo Queenash Bakery yang baru saja disambangi Lamia. Gadis cantik yang sedang bersama dengannya itu menolak diajak makan lebih dulu dan lebih memilih untuk membeli roti dan juga kopi dari bakery langganannya. Dan Ruu turut serta menitipkan jatah makannya pada Lamia. Gadis itu menoleh padanya dengan sebelah alis terangkat. "Memangnya kurang? Aku cuma akan makan da roti sosis aja, selebihnya punya kamu." Kontan Ruu langsung menghitung jumlah roti yang ada di dalam plastik di pangkuan Lamia itu. Ada lima bungkus yang berarti tiga di antaranya adalah milik Ruu. "Kalau memang kurang, aku bisa turun lagi. Mumpung belum jalan kan kita." Tapi Ruu menolak tawaran dari Lamia itu. Dia tidak ingin membuat wanita idolanya harus kembali turun untuk membelikan roti untuknya. "Enggak, itu cukup," balasnya. Mereka melanjutkan perjalanan yang sebenarnya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Hanya lima menit sampai mobil milik Ruu terpakir di depan lobi apartemen yang mungkin saja nantinya akan menjadi apartemen tempat Lamia tinggal. Mereka berjalan bersamaan. Lamia tampak berbicara dengan seseorang melalui telepon sebelum mereka masuk ke dalam lift dan menekan angka 8. Lalu ketika mereka sampai di lantai yang mereka tuju, sudah ada seorang lelaki paruh baya yang melambaikan tangan pada mereka. "Oh? Ini apartemennya mau ditingalin berdua, Mbak?" Tanya lelaki itu ketika matanya menyadari keberadaan Ruu. Ruu tersenyum dalam hati, dia bisa melihat Lamia yang langsung menggeleng agar tidak disalahpahami. Tapi Ruu memiliki pemikiran yang lain. "Pacar saya yang akan tinggal disini, tapi saya harus memastikan keadaan dan keamanannya juga supaya saya bisa tenang biarin pacar saya tinggal sendirian." Rasanya Ruu dapat meraskan hawa panas dari tatapan Lamia padanya, tapi dia mengabaikan itu. Dia hanya menatap lurus pada agen property yang kemudian tertawa mendengar ucapannya. "Itu benar, Mas! Mas harus pastiin sendiri kualitas unit ini. Harganya memang cukup mahal dibandingkan saya apartemen yang ada di sekitar sini, tapi keamanannya terjamin karena pihak Keamanan yang berjaga di depan akan memeriksa identitas pengunjung dan juga akan melakukan pengecekan langsung ke pemilik unit tentang kunjungan." Ruu mengangguk saja. Memang terdengar agak ribet tapi tidak masalah jika itu membuat Lamia akan aman jika benar-benar tinggal disini. Mereka mulai masuk ke dalam unit yang akan ditawarkan pada Lamia. Ruu memberikan waktu untuk Lamia memeriksa semua ruangan dan kelengkapan perabotan juga aliran air. Sedangkan dirinya memilih duduk di lengan sofa yang ada di sana, memperhatikan gadis idolanya itu memasuki kamar mandi dan keluar beberapa saat kemudian. Berpindah pada kamar pertama, melihat sebentar lalu pindah ke kamar kedua. Dan ketika Lamia berpindah ke balkon, Ruu mengikuti langkahnya. "Adem ya?" Komentarnya yang membuat Lamia menoleh padanya. "Kamu ngapain ngaku jadi pacar aku?" Tanya Lamia sengit. Ruu tersenyum simpul, "Supaya Mbak aman. Kalau agen itu tahu kalau Mbak punya pacar, mungkin aja bisa nyebar ke orang-orang yang tinggal di apartemen ini juga. Dengan begitu, Mbak jadi lebih aman," ujarnya pelan. Dia tidak ingin kebohongannya didengar oleh agen yang masih ada di sana bersama mereka. "Tapi kalau begitu, yang ada aku juga jadi enggak ada kesempatan buat punya pacar atau deket sama penghuni yang masih lajang, kan?" Pertanyaan konyol dari Lamia itu langsung membuat Ruu berdiri tegak dan menatap kaget pada Lamia. "Kenapa Mbak pengen punya pacar tetangga apartemen? Memangnya enggak ada lelaki lain yang bisa Mbak dekati?" Entah apa yang salah dengan pertanyaannya, tapi wajah Lamia tampak tidak senang setelahnya. "Bukan urusan kamu kan, aku mau pacaran sama siapa aja?" Lalu Lamia melengos dan berjalan masuk kembali ke dalam. Sedangkan Ruu mendadak menjadi tidak tenang setelah pembicaraan itu. Bagaimana kalau sampai Lamia benar-benar didekati oleh tetangga apartemen yang masih lajang dan mereka menjalin hubungan? Bagaimana nasib keturunannya kalau Lamia justru menikah dengan lelaki lain? Karena Ruu yakin bahwa dirinya tidak akan bisa menikah jika bukan dengan Lamia. "Saya suka, Pak! Kita bisa langsung transaksi dan tanda tangan surat perjanjian sewanya, kan?" Padahal kepala Ruu masih penuh dengan segala kemungkinan, tapi Lamia malah dengan mudahnya menandatangani surat perjanian Sewa. Ruu mendekat pada agen property yang baru saja membagi surat itu dengan Lamia. "Apa tetangga unit ada yang lajang?" Tanya Ruu begitu saja. Pertanyaan darinya itu, membuat Lamia langsung mendelik memberi peringatan. Sedangkan agen itu tampak berpikir sebelum kemudian menjawab, "Tetangga sebelah unit sama yang di depan unit ini, dua-duanya lajang, Mas. Laki-laki semua tapi mereka orang-orang yang baik." Holy Sh*t! Haruskah Ruu membeli gedung apartemen ini dan mengusir dua penghuni lajang itu? **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD