6. Flashback

1547 Words
"Saya enggak bisa, Kak." Lamia yang semula datang ke lapangan basket outdoor fakultas Sastra Inggris karena diseret oleh salah seorang kenalannya di BEM, mendongak saat mendengar suara jernih dari seorang Maba. Lelaki berhodie coklat dan juga berkacamata bulat itu, tengah berhadapan dengan Daniel, anak tingkat lima yang memimpin jalannya acara sejak tadi. "Lo mau nantang permainan yang udah disetujui semua orang? Kalau lo masuk ke kampus ini, lo harus siap dengan apapun yang ada di dalamnya!" Suasana menjadi hening, para kakak tingkat itu hampir semuanya menyilangkan tangan di d**a untuk membuat maba merasa segan pada mereka. Sedangkan para Maba hanya bisa menunduk saat salah satu dari mereka dengan berani menantang permainan yang sudah akan dimulai sejak tadi. "Saya tetap enggak bisa, Kak! Saya enggak keberatan kalau Saya diberi hukuman karena enggak berpartisipasi, tapi menurut Saya, permainan ini sama sekali enggak ada manfaatnya. Mengoper permen dari satu mulut ke mulut lain, itu keliatannya sepele tapi itu bahaya. Kita enggak tahu penyakit apa yang dipunyai orang lain, kan? Saya enggak mau ambil resiko. Jadi silakan kasih Saya hukuman, Kak." Lamia sontak membulatkan mata mendengar apa yang dikatakan oleh anak itu. Dia langsung bangun dan menyusul temannya yang berdiri di belakang Daniel. "Lo serius bikin permainan begitu?" tanyanya dengan bisikan tertahan. Valdo, temannya itu tersenyum kaku padanya. "Bukan gue, tapi itu idenya Daniel. Lo tau sendiri kan, kita enggak ada yang berani buat nentang dia." Sontak Lamia berdecak. Daniel adalah kakak tingkatnya dan semua orang tahu perangai lelaki itu. Selama ini tidak ada yang berani mengusiknya bukan karena takut, hanya saja mereka tahu Daniel adalah orang yang merepotkan. Lelaki itu akan berteriak dan membentak untuk membuat nyali lawannya ciut dan juga untuk menarik perhatian orang lain agar orang-orang takut padanya. "Woy! Lo kan cowok! Cemen banget lo enggak berani main permainan begini doang!" Daniel mulai membentak, hingga membuat para Maba lain semakin menunduk. Tapi tidak dengan anak satu itu. Lamia terperangah, karena bahkan lelaki itu tidak tampak ketakutan setelah berhadapan dengan tingkah menyebalkan Daniel. Sedangkan para senior yang lain mulai membujuk Daniel agar mengganti permainan. "APA SIH KALIAN? KITA KAN UDAH SEPAKAT SAMA PERMAINAN INI. MEMANGNYA KITA INI ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN SAMPAI HARUS PERDULI SAMA OMONGAN ANAK ITU?!" Melihat tingkah Daniel yang mulai membentak para senior, Lamia langsung berdecak keras hingga mengundang perhatian semua orang. "Kakak pikir, yang bisa sakit cuma anak Kedokteran?" Tanyanya retoris. Dirinya yang selama ini malas berurusan dengan orang lain, justru langsung melakuan debut di fakultas yang bukan tempatnya dan di depan anjing gila yang akan menggonggong pada siapapun yang menentangnya. "Apa yang dibilang anak itu bener kok. Kita udah bukan anak SMA yang kasih permainan tanpa pikir panjang dan cuma mikir serunya doang. Bahkan permianan yang Kak Daniel ajuin itu juga enggak seru kok. Kalau saya boleh tanya, berapa banyak senior yang setuju sama permainan ini?" Lamia menepis tangan Valdo yang berusaha menghentikan dirinya. Dia belum selesai. Kalau dia mundur sekarang, Daniel hanya akan merasa bahwa dirinya menang dan akan terus meremehkan orang lain. "Hey! Gue ngizinin lo disini karena lo temennya Valdo. Tapi siapa yang ngizinin lo buat ikut campur urusan jurusan gue, Hah?!" Mata Lamia melirik pada lelaki yang tadi menentang Daniel. Lelaki itu masih terus berdiri sambil memperhatikan mereka. "Saya enggak akan ikut campur kalau saya enggak tahu kalau ternyata fakultas Sasing ini milih permainan menjijikkan dari banyaknya permainan buat nyambut Maba di jurusan mereka. Kira-kira, gimana kalau anak fakultas lain tahu soal ini?" Memang gila karena Lamia mengatakan hal yang membuat semua senior menatapnya dengan tajam, tapi dia perlu untuk membuat Daniel sadar bahwa pemikirannya itu dapat menjatuhkan citra Sasing di mata anak-anak dari fakultas yang lain. Tapi bukannya sadar, Daniel malah berjalan mendekat pada Lamia dengan tatapan yang mengerikan. "Lo didiem-diemin malah ngelunjak ya! Gue udah bilang kalau ini bukan urusan lo kan? Semua senior disini udah setuju dan anak-anak yang lain juga enggak ada yang nentang, makanya--" "Beneran enggak ada yang nentang?" Potong Lamia. Dia kemudian berjalan ke depan para Maba. "Ngomong jujur sekarang juga, kalian enggak keberatan sama permainan ini? Kalian enggak keberatan harus nerima permen yang berasal dari mulut orang lain?" Entah segila apa Daniel hingga terpikirkan permainan seperti itu. Lamia bahkan ingin muntah hanya dengan mengatakannya. Dan anak-anak yang ada di depannya itu saling pandang sebelum kemudian salah satunya berujar, "Sa-saya juga lebih baik terima hukuman aja, Kak. Saya enggak bisa ikut permainannya." Lalu disusul dengan anak lainnya yang juga lebih memilih dihukum daripada harus ikut dalam permainan. Lamia tersenyum penuh kemenangan, matanya melirik ke arah Daniel yang berubah diam. "Jadi, apa para senior aja yang main permianan itu? Karena anak-anak yang lain bilang, mereka lebih milih dihukum daripada harus ikut permianan." Sejak saat itu, Lamia menjadi musuh terbuka bagi Daniel dan antek-antek nya. Sedangkan hubungannya dengan Ruu, tercipta secara alami semenjak masalah itu. * "Anak Bebek lo itu sekarang berubah jadi Cendrawasih, Mi." Lamia masih mengabaikan Rima hingga pekerjaaan mereka hari ini usai. Sepanjang hari, Rima masih terus membahas tentang Ruu yang kembali muncul dalam hidupnya. "Kayaknya anak itu masih suka sama lo deh." Kening Lamia langsung berkerut. Bukannya Ruu justru ingin balas dendam dengan membuat hidupnya tidak tenang? Lelaki yang Lamia kira pindah ke Singapura untuk meneruskan bisnis keluarganya itu, Tiba-tiba saja muncul di hadapannya. "Di Jakarta ini, banyak banget perempuan yang cantik luar biasa dan berasal dari keluarga yang setara sama dia. Enggak mungkin dia dengan bodohnya malah masih suka sama gue yang kayak Mbok-Mbok di sawah ini, kan?" Rima berdecak mendengar perkataan sahabatnya. "Kalau Mbok-Mbok di sawah aja mukanya kayak lo, berarti kembang desanya harus mirip Ariana Grande." Lamia terkekeh dibuatnya. Dia mengemasi barang-barang miliknya untuk pulang lebih cepat. Dia sudah memiliki janji dengan agen property terkait apartemen yang akan dirinya sewa. "Lagian apa salahnya sih? Lo tuh setara sama Ruu. Anak itu kan dari dulu kayak kucing jalanan yang enggak gampang biarin orang asing nyentuh dia. Tapi kalau sama lo, dia bahkan bisa goyang-goyangin ekornya." Membayangkan Ruu sebagai seekor kucing, entah kenapa membuat Lamia merasa gemas. Dia sampai tidak sadar tertawa geli ketika membayangkannya. "Udah lewat tiga tahun, jadi kayaknya enggak mungkin kalau dia masih ada rasa sama gue." Lalu Lamia mengenakan tasnya. "Gue mau jalan sekarang, lo mau pulang juga?" Rima menggeleng, "Gue mau ketemu sama Mas dong! Pekerjaan gue seharian ini bikin gue butuh pelukan hangat dari Mas Pacar." Lamia hanya bisa menggelengkan kepalanya acuh. Sepertinya, jika dia memiliki kekasih, dia akan menjadi sangat membosankan karena tidak bisa berperilaku manis seperti Rima. Mereka keluar bersamaan dan Lamia yang bertugas mengunci pintu butik. Dia melambaikan tangan pada Rima yang lebih dulu oleh seorang lelaki yang dikenal oleh Lamia sebagai Mas Fatur, kekasih Rima selama setahun ini. Lalu giliran dirinya untuk memesan ojek online yang akan mengantarnya ke alamat apartemen yang tidak jauh dari butiknya ini. Walaupun harga sewanya lumayan mahal, tapi jika mengingat waktu tempuh dan keamanan yang oke, Lamia tidak akan merasa sayang. Hanya saja dia perlu untuk melihat secara langsung keadaan di dalam unit sebelum membayar sewa dan surat perjanjian Sewa apartemen. "Mbak!" Lamia merinding saat mendengar suara jernih yang memanggil namanya. Dia sangat hapal suara siapa ini, hanya saja kini dia berpikir, apa lagi yang membuat lelaki ini kembali datang padanya. "Ngapain?" tanya Lamia waspada. Hal itu membuat langkah Ruu yang akan mendekat, langsung terhenti. "Oh! Maaf, kalau saya bikin Mbak enggak nyaman. Saya tadinya..cuma mau ketemu karena tadi siang kan Saya pergi begitu aja karena Mbak sibuk. Tapi kalau sekarang juga Mbak belum bisa ditemui, Saya akan datang lain kali." Lamia merasa bersalah atas sikap spontannya yang sepertinya membuat Ruu tersinggung. Lelaki yang biasa tersenyum lebar padanya itu, kali ini hanya mengulas senyum tipis yang tampak kaku. "Enggak, bukan begitu," sangkal Lamia. dia kemudian menghela napas pelan, "Aku mau lihat apartemen yang mau aku sewa, jadi enggak bisa ngasih kamu waktu." Mendengar jawaban darinya, Ruu kembali melanjutkan langkah mendekat padanya. "Apartemen? Mbak mau sewa buat sendiri?" "Iya," balas Lamia kemudian. Dia sengaja menjawab singkat karena tidak ingin sampai membeberkan alasan pribadinya pada Ruu. Dan lelaki itu cukup peka untuk tidak kembali bertanya padanya. Kepala Ruu justru mengedik pada mobil miliknya. "Mau sama Saya aja? Itupun kalau Mbak enggak keberatan." Tentu saja Lamia keberatan. Jaraknya dengan apartemen itu tidak terlalu jauh dan lebih cepat jika menggunakan ojek online daripada harus naik mobil seksi yang dibawa oleh Ruu. Tapi karena hari ini dia sudah menolak Ruu satu kali, maka Lamia tidak bisa menolaknya untuk yang kedua kali. Hati nuraninya terluka jika dia bersikap dingin pada adik tingkat yang dulu dekat dengannya. "Oke, kalau memang enggak ngerepotin," katanya kemudian. Lamia rasanya sedikit menyesal saat Ruu malah tersenyum lebar. Lelaki itu bahkan sampai membukakan pintu mobil untuknya. "Please enjoy your chair, Mbak! Mbak bisa mundurin kursinya kalau kurang nyaman. Karena ini pertama kalinya Saya bawa penumpang." Mata Lamia langsunh menyipit mendengar apa yang dikatakan oleh Ruu. Tidak masuk akal, bukan? Jika lelaki setampan dan semapan Ruu, justru tidak pernah membawa orang lain selain dirinya dengan mobil yang seksi ini? Dalam artian hal ini adalah seorang wanita. Ruu tidak mungkin tidak pernah dekat dengan wanita lain selain dirinya, bukan? Tapi karena tidak ingin dinilai terlalu ingin tahu urusan Ruu, maka Lamia hanya mengangguk saja dan menikmati jalanan yang cukup padat di sore hari ini. Jika dipikir lagi, ini adalah kali pertama dia pergi berdua dengan lelaki ini. Setelah sekian lama. **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD