Chapter 2

1315 Words
Seperti biasa, ia menyusuri lorong itu dan terlihat sudah banyak perempuan perempuan yang duduk di samping jalan bahkan berdiri menggoda lelaki yang lewat untuk menjajakan butuhnya, perempuan perempuan itu tampak begitu bersemangat mencari uang, berbeda dengan Sania dia yang terus berjalan menyusuri lorong tanpa berhenti atau menggoda lelaki yang lewat, seperti tak perduli jika tak mendapat uang malam itu. Ia berjalan terus hingga sampai di ujung lorong yang terlihat sepi dan jarang di kunjungi oleh orang orang. Ia mengambil kaca didalam tasnya kemudian menatap wajahnya sendiri di kaca yang saat ini berada di tangannya, beberapa tetes air keluar dari mata indahnya. Tampak begitu sedih dia kemudian berjalan menuju kran air dan mulai mengambil wudhu disana. Ya, itu dia lakukan secara diam diam selama ini di ujung lorong setiap malamnya. Ia mengambil mukenah yang ia simpan di tasnya kemudian mencari kardus yang ia jadikan sebagai alas untuknya sholat. Ia mulai menuangkan seluruh rasa sedihnya kepada sang pencipta. Ia menengadahkan tangannya dan berdoa sambil terisak tangis. 'ya Allah, aku tau aku bukan wanita yang baik. Aku berasal dari sebuah lorong yang gelap serta sangat kotor. Namun aku mengharapkan cahaya serta hidayah dari engkau disini, aku menanti pertolongan mu untuk membawaku keluar dari lumpur kotor ini. Maafkan aku, dan kumohon beri aku kemudahan disetiap jalan yang aku jejaki, bukakanlah pintu hati mama ya Allah' itulah doa yang selalu ia ucapkan kepada sang pencipta, setelah sholat ia kemudian membereskan kardus dan kembali memasukkan mukenahnya didalam tas coklat miliknya. Ia berjalan kembali menuju keramaian dan mampir di sebuah warung untuk membeli air putih guna membasahkan tenggorokannya. "Terima kasih Bu," ucapnya sambil memberikan selembar uang dan mengambil air putih, saat ia membalikkan badan ia bertabrakan dengan seseorang yang membuat airnya jatuh "Oh, maafkan aku, aku tidak sengaja," ucap Sania dengan sopan. Dia memang gadis polos dan sangat cantik serta berhati sangat baik. Lelaki itu kemudian mengambil botol air milik Sania dan memberikannya kembali pada gadis itu. "Gapapa kok, aku yang salah. Aku minta maaf ya," ucap lelaki itu, Sania kemudian mengangguk dan tersenyum kemudian dengan cepat berlalu meninggalkan lelaki itu. Namun siapa sangka ketika Sania berjalan sambil kembali menatap kebelakang, lelaki itu masih ada disana menatapnya berjalan menjauhi lelaki itu. Ada apa? Batin Sania ia berusaha tak menghiraukan lelaki itu dan terus berjalan ke arah pulang. Ia pulang melewati lorong lagi yang sudah mulai agak sepi "Sania," terdengar seseorang memanggil namanya yang ia sangat kenal itu siapa. Tak salah lagi, itu ada suara milik Alex, seorang pemuda yang bisa disebut ketua geng di lorong itu, usianya cukup muda dan memang dia memiliki tubuh atletis serta wajah yang begitu tampan tapi Pekerjaannya berjudi, mabuk, serta bermain wanita lorong, ia juga terkenal sebagai mucikari atau bisa dibilang ia menjual wanita wanita yang bekerja dengannya, dengan menawarkan para gadis gadis kepada om om beruang di luar sana. Sania berlari mendengar suara Alex namun Alex pun turut mengejarnya, langkah kaki Sania tentu saja mampu dikejar oleh Alex, dia meraih tangan Sania dan membuat Sania berhenti berlari karena tangannya yang tertarik. "Mau lari kemana sayang?" Ucap Alex "Mau apa lagi lo?" Tanya Sania sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan Alex yang begitu kekar "Seperti biasa, kamu terlihat begitu cantik dan menggoda. Bagaimana banyak tamu malam ini?" Tanya Alex dengan nada yang membuat jantung Sania berdetak lebih kencang dari biasanya karena ketakutan. "Bukan urusan lo," ucap Sania "Siapa yang mau kalau pakaian mu saja tertutup seperti ini, sebenarnya kau ini p*****r macam apa? Hahaha," tampak Alex menertawakan nya. Alex mencengkeram tangan Sania lebih keras sehingga Sania kesakitan. Sania terdiam kaku berdiri dan Alex tampak mendekat kan tubuhnya ke Sania "Mending kamu sama aku aja sayang, aku bisa ngasih tau kenalan yang bisa ngasih kamu uang. Atau kamu sama aku aja." Sania dengan cepat mengigit tangan Alex sehingga lelaki itu kesakitan, ia kemudian berlari tanpa memperdulikan Alex "Sania, gue pasti bisa dapetin Lo, gue pasti bisa nidurin lo," kata Alex berteriak dibelakang sana, ia tampak tak lagi mengejar Sania. Sania terus berlari dan menuju rumahnya. Ia sudah menyiapkan beberapa lembar uang untuk dia berikan pada mamanya, dan seperti biasa dia akan bilang kalau uang itu ia dapatkan dari lelaki yang membelinya, padahal ia dapat dari menabung selama ini sebagai pekerja serabutan setiap siang. "Assalamualaikum mah, Sania pulang," ucapnya sambil membuka pintu rumah. Tak ada jawaban dari mamanya, namun kelihatannya mamanya berada didalam kamar bersama dengan seorang lelaki. Ya, tak salah lagi, mamanya sedang melayani tamu. Kontrakan Sania dan mamanya bukan kontrakan yang besar, kamar Sania bersebelahan dengan kamar mamanya dan terdengar jelas suara yang sebenarnya tak ingin ia dengar, suara yang membuat ia merasa hancur setiap harinya "Eughh" suara itu terdengar jelas ditelinganya, suara Berta yang tampak menikmati permainan malam itu. Ia hanya terdiam dan bersikap biasa, tak lama kemudian Berta dan seorang lelaki tampak keluar dari kamar dengan baju yang agak sedikit lusuh serta wajah Berta yang tampak tanpa make up karena telah habis dibuat lelaki itu. "Siapa dia Berta?" Ucap lelaki itu "Anakku, kau mau?" Ucap Berta, tampak begitu mudah mengatakan hal itu kepada lelaki "Boleh juga," ucap lelaki itu sambil memegang rambut Sania, namun ia segera menepisnya "Lain waktu kau harus memuaskanku cantik, " ucapnya kemudian pergi meninggalkan rumah Berta. Berta tersenyum pada lelaki itu, kemudian Sania segera memberikan uang pada Berta. "Ini mah," ucap Sania "Cuma segini?" "Maaf ma," Sania menundukkan kepalanya. "g****k banget, padahal lo cantik," kata Berta sambil mendorong kepala Sania. "p*****r itu pakai pakaian yang seksi dong, biar laki laki tergoda, jangan pakai pakaian tertutup kayak gini, siapa yang nafsu sama penampilan lo," ucap Berta kemudian berlalu meninggalkan Sania. Sania memasuki kamarnya, menyimpan kembali mukenahnya, ia takut jika mamanya membuka kamar dan menemukan mukenah didalam tas Sania. Ia membaringkan tubuhnya dan menutup matanya, bersiap untuk bekerja besok pagi dan tak sabar bertemu Delia, kawannya yang sangat mengerti bagaimana dia. /// Esok paginya ia bangun dan melaksanakan sholat subuh secara diam diam karena tak mungkin jika Berta bangun di jam segitu. Sania tertidur hanya beberapa jam disetiap harinya, namun ia bersyukur karena Tuhan memberikan dia kesehatan selama ini. Selesai sholat dia kemudian memasak untuk sarapan mamanya nanti ketika bangun, memang seorang anak berhati mulia. Setelah memasak dan membersihkan rumah, ia bersiap untuk berangkat bekerja sebagai buruh cuci piring. Ketika berangkat pun Berta tak pernah tau, dan bahkan tak perduli karena Berta hanya menginginkan uang dari sania. (Sesampainya di tempat kerja) "San, Lo baik baik aja kan?" Tanya Delia "Ya kayak biasa lah Del," jawab Sania sambil terus mencuci piring bersama Delia "Mama lo ga pukulin lo lagi kan?" Pertanyaan Delia membuat Sania berhenti melakukan pekerjaannya. Sambil menghembuskan nafas panjang ia menatap Delia "Itu hal yang ga mungkin Del, dia marah pas gue kabur ke rumah lo malem itu," ucap Sania dengan lemas kemudian kembali mencuci piring "Lo beneran ga mau pergi San? Gue bisa bawa lo pergi dari sana," kata Delia "Gue tau niat lo begitu baik sama gue Del, gue juga pengen pergi sama lo, tapi gue kasihan mama, biarin semua berjalan kayak gini Del, yang penting lo ada kalau gue butuh dan mau dengerin setiap keluh kesah gue," ucap Sania. "Pasti kalau itu san, sabar ya san," kata Delia. Tak ada jawaban dari Sania, ia hanya tersenyum sementara Delia menatap wajah sahabatnya dengan penuh rasa sedih, ia merasa kasihan dan ingin menyelamatkan Sania. "Besokk kita jalan jalan yuk san," ajak Delia "Ha? Kenapa tiba tiba ngajak jalan jalan sih del?" "Gapapa, pengen lihat lo senyum lagi aja," ucapan Delia membuat Sania tak kuasa menolaknya, Sania kemudian mengangguk dan tersenyum pada Delia "Yess," ia setengah melompat karena senang. "Tapi kalau besok lo ga ke lorong, mama lo ga marah?" Senyum Delia berubah seketika mengingat mama Sania "Gapapa, ya gue ga bilang kalau jalan sama lo lah," jawaban Sania seperti biasa jika mamanya marah padanya "Uang setoran?" "Gue masih ada tabungan dan dapet dari bantu bantu kerja disini sama di toko sebelah kok Del," ucap Sania sambil tersenyum dan Delia tampak tersenyum juga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD