Chapter 2

1155 Words
Salju turun dengan lebat terlihat di beberapa titik tempat sudah di penuhi salju seputih pualam itu, jejak kaki terlihat jelas tertinggal di belakangnya saat ia mulai melangkah. Kaki dengan balutan sepatu boot itu perlahan berbelok ke sesuatu tempat yang lebih gelap. dengan samar ia bisa mendengarkan sesuatu di balik tembok antara ia dan juga sih pemilik suara itu. Youra, gadis itu tersenyum kecil. ternyata bukti dari kejahatan kelompoknya tidak bercecer melainkan ada bersama pria itu terlihat beberpa berkas,cd dan yang lainnya yang mendukung bukti untuk di laporkan. Youra dapat menangkap semuanya yang tergeletak di bawah. "Aku sudah membawa bukti ini kepada mu, pastikan bos mu melakukannya dengan baik. Aku sudah muak dengan ini semua, satu hal jadikan aku salah satu dari kalian setelah ini selesai." "Kau tenang saja, Bung. Ini semua akan aku ambil—" Penghiantan, Youra membenci satu hal kenyataan itu. Helahan bahas, Youra keluar dari tempat persembunyiannya membuat kedua nya terkejut. "Senang bertemu dengan mu tuan Ong, aku titip salam kepada bos mu. Dan maaf kan kebodohan teman saya ini, ah apa kah ini bukti berkas yang kau bawa Daeyon?" tanya Youra yang kini memungut benda-benda itu. "Ahh, sepetinya kau tidak bisa mendapatkan ini tuan Ong." "Apa kalian memikiki anggota seorang wanita?" tanya pria yang di ajak Youra berbicara, pria itu terlihat terkekeh. "Ya, dia hanya mengandalkan bos kami saja. Seperti kau lihat ia tidak ada apa-apanya." balas Daeyon yang membuat Youra berdecih. "Lebih baik kau tuntaskan urusan kalian, setelah ini temui bos." ujar Youra seraya ingin meranjak. Daeyon tidak suka, ia menarik nya dan membentur tubuh Youra ke dinding membuat beberapa benda yang ia pegang berjatuhan. Youra hanya tersenyum samar, ternyata mereka memilih bermain kasar. "Aku sungguh membenci mu nona Youra, kau ikut campur yang bukan urusan anda." "Tapi aku menyukainya." ujar Youra dengan nada yang begitu merendah, Daeyon tidak suka ia segera kembali memukul wajah Youra membuat perempuan itu tersungkur. "Pergi lah sebelum kau ku habisi." Youra hanya diam, ia bisa melihat Ong mengambil berkas miliknya segera ia bangkit dan menerjang kepala belakang pria itu. Hal itu begitu tiba-tiba membuat Daeyon menoleh terkejut. "Kalian pikir, aku bisa mengalah begitu saja? Baiklah akan aku beri tau sesuatu." Youra mendekat dan mengeluarkan semua jurus yang ia miliki membuat Ong terkapar bahkan pria itu sudah tidak sadarkan diri setalah Youra memukul belakang kepala pria itu. "Ingat, aku membenci sesuatu yang bernama Penghiantan. Aku tau kau sudah mengetahui semua peraturan sebelum masuk ke kelompok kami, tapi sepertinya kau hanya senang memilih cara yang lain." Youra menancapkan pisau milik nya di perut Daeyon hal itu membuat lawannya tertawa. "Kau ingin membunuhku? Bahkan kau tidak tau cara nya nona, kau salah menusuk seharusnya disini bukan disitu." kekeh Daeyon, pria itu berusaha untuk menjatuhkan Youra tetapi hal itu malah menjadi hari sial untuknya, karena posisi mereka berbeda dengan Youra yang menimpah tubuh Daeyon dan kini menindihnya. "Ah aku bodoh sekali, tapi aku suka bagian ini." Youra menekannya lebih kuat dan memutar membuat Daeyon menjerit tertahan. "Kau ribut dan lasak sekali tuan, aku sulit melakukannya." ujar Youra tidak suka saat melihat Daeyon yanh terus bergerak tetapi hal itu membuat pisau Youra menusuk lebih dalam. "Karena aku lebih suka bersenang-senang sebelum benar-benar mengakhiri permainan ini." Youra berujar begitu lirih dan semakin memperjelas permainannya yang terlihat ia menancapkan beberapa luka di bagian tubuh pria itu sehingga Daeyon tidak bisa berkutik bahkan nafasnya sudah tersegal-segal, Youra membuka lebar sayatan di bagian d**a pria itu kini Daeyon benar-benar telah mati. Salju seputih pualam itu kini dilumuri darah yang berceceran, Youra senang melakukannya disaat musim salju menggingat darah itu terlihat jelas disana. Youra mengeluarkan pelastik hitam dan mengambil beberapa bagian tubuh Daeyon untuk ia bawa pulang. "Selamat tinggal, ku pastikan kau akan hangat." ujarnya seraya merapatkan mantel hitam pria itu. Bola matanya melihat Ong yang tergeletak, sepertinya hal ini begitu bagus. Youra memberikan pisaunya kepada Ong dan juga beberapa tubuh Daeyon yang harus nya ia bawa pulang kini ia berikan kepada Ong juga darah yang sengaja ia lumuri ke tubuh pria itu. "Maaf, tapi kau akan senang setelah mendapatkannya." Youra menepuk pipi itu dan melangkah meninggalkan jasad Daeyon begitu saja, malam ini ia melakukan tugas yang begitu berat.—- Mobil hitam itu melaju kencang di jalan bersalju tersebut, mata tajamnya menatap lurus kedepan untuk memastikan ia tidak menabrak sesuatu. Malam ini ia pulang begitu larut, jam kini hampir menuju pukul satu pagi. Jalanan malam itu terlihat sepi, bahkan beberapa toko dan restaurant sudah tutup. Sebenarnya malam ini ia berniat tidur di kantor, tetapi mendapatkan panggilan dari asisten rumah tangga nya ia memutuskan hal itu dan lebih memilih pulang untuk memastikan sesuatu. Kini mobil itu sudah terparkir di halaman rumah yang cukup luas, ia segera berlari masuk begitu saja dan memperlihatkan asistennya yang tengah gelisah. "Apa yang terjadi?" "Itu tuan, nona Boa langsung tidak sadarkan diri setelah sampai dirumah tadi." "Dia baru saja pulang?" "Iya tuan, keadaannya kacau sekarang Nona lagi di periksa." Ia hanya mengganguk segera masuk menemui adiknya yang kini tengah di tangani dokter kepercayaan keluarganya. "Apa yang terjadi dengannya?" Ia duduk di samping adiknya setelah dokter itu menjauh, di luar salju masih turun. "Dia hanya pingsan, sepertinya hari ini ia melakukan hal yang begitu berat. Tampilannya begitu kacau, dan satu hal yang harus anda ketahui, di lengan kanan nya terdapat lembam begitu mengerihkan. Ada tapak sepatu disana dapat saya simpulkan jika adik anda dilukai seseorang, lalu saya melihat beberapa helai rambut yang rontok di bagian belakang kepalanya juga memiliki benjolan disana. Anda harus merawatnya tuan. Segera bawa ia kerumah sakit. Saya tidak bisa mempastikannya, jika benjolan itu menjadi luka dalam." Penjelasan dari dokter Jean membuat nya menghela nafas, ia sudah lalai menjaga adiknya. "Terimakasih dok, akan aku pastikan ia baik-baik saja dan akan membawanya kerumh sakit." ujar nya dan dokter Jean pamit permisi meninggalkannya sendirian, mata nya bisa melihat luka di lengan adiknya itu. Hal ini sering terjadi beberapa hari belakangan ini, adiknya tidak pernah cerita jika ia sering di lukai bahkan ia berusah untuk adiknya bicara tapi gadis remaja itu hanya bungkam. "Tuan Yeoun, maaf menggangu apa saya menyiapkan makan malam untuk anda?" "Tidak perlu, saya akan segera istirahat." "Baiklah." "Tunggu, gimana keadaan ibu?" Wanita paruh baya itu menunduk, "Ibu seperti biasa tuan, beliau tetap berada di kursi roda nya dengan pandangan kosong." Pria itu bangkit, dan keluar begitu saja, perlahan dan pasti ia membuka pintu sebuah ruangan dimana tempat ibu nya berada. ruangan itu begitu nyaman, dengan lampu yang tidak begitu terang juga penghangat serta pewangi ruangan kesukaan ibunya masih terasa hidup di sana. Perlahan dan pasti ia mendekatkan diri dan duduk disisi tempat tidur ibunya, memperhatikan setiap wajah yang begitu pucat. Ia sudah lama tidak melihat binar dan kehidupan di wajah itu, ia tidak tau cara mengubah segala hal buruk yang terjadi menjadi kebahagian. bahkan sebanyak dan selimpah hartanya tidak dapat mengubah atau memberi kebahagian untuk ibundanya. Yeoun begitu menyesal, kecewa dan marah. "Mian." ——-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD