Chapter 04

1290 Words
"Ini makanan Zio." Dira memberikan sepiring makanan dengan hiasan yang lucu membuat setiap anak langsung nafsu makan. "Papi mana?" Tanya Zio ketika baru sadar jika tidak ada Nevan. "Papi lagi ke toilet, Zio makan dulu, ya." Jawab Dira. Sementara Reya? Gadis itu hanya diam tidak membuka suara sedikitpun, bahkan makanan Reya pun masih utuh. Zio menatap Reya, "Tante gak mamam?" Reya melirik Dira yang tengah sibuk dengan ponsel dan Reya kembali menatap Zio. "Zio," Nevan datang dan langsung memegang piring serta tangan mungil Zio. "Duduk di situ aja, ya." Nevan menunjuk ke arah meja kosong yang ada di dekat jendela. Zio menggeleng kemudian menatap Reya. "Io duduk sini, boleh?" "Zio, kita duduk di sana ayo." Ucap Nevan dengan lembut namun Zio kembali menggeleng. "Boleh." Dira yang menjawab bukan Reya. "Gak papa pak di sini aja, lagian bangku di sini kan masih ada yang kosong." Lanjut Dira. Nevan pun memberikan Zio duduk di sebelah Reya dan ia kembali duduk di sebelah Dira. Nevan memperhatikan Zio dan Reya, tanpa ditanya Nevan tahu jika Reya tidak menyukai Zio, terlihat jelas dari raut wajah dan cara pandang gadis itu terhadap Zio. ^•^ "Our next marketing target is in this area. I'm sure we will get a big nominal because this is a strategic area..." "Okay, the meeting is over." Nevan beranjak dari kursinya dan langsung keluar dari ruangan meeting disambut tatapan bingung oleh yang lainnya. Reya menyusun beberapa lembar kertas lalu melemparkan seulas senyum sebelum ia ikut keluar. "Reya," Reya berbalik dan mendapati Dira berjalan ke arahnya dengan langkah tergesa-gesa. "Dipanggil pak Nevan ke ruangannya." Kata Dira sambil berlalu. Reya menghela napas sebab apa yang paling ia hindari dan ia benci harus terjadi, bertemu dengan Nevan secara empat mata. "Masuk," kata Nevan ketika mendengar suara ketukan pintu. Reya melangkah masuk, hal pertama yang ia tangkap saat memasuki ruangan Nevan adalah keberadaan Zio yang sedang bermain di sofa sambil bersenandung kecil. "Liat saya," Dengan malas Reya menatap Nevan dengan ekspresi datarnya. "Saya ada tugas ke Amerika, kamu gak perlu ikut." Reya diam menunggu kelanjutan kalimat Nevan. "Saya titip Zio." Reya melirik Zio yang sedang berdiri di bersandar di pembatas sofa menatap mereka. "Gak bisa." Kata Reya sambil menatap Nevan. "Itu udah jadi bagian dari tugas kamu." Balas Nevan tidak menaikkan sedikitpun volume suaranya. "Saya ini sekretaris, bukan baby sitter." "Tapi saya minta tolong." Reya mengalihkan matanya dengan tangan yang saling bertautan. "Saya tau kamu gak suka sama anak saya, tapi dia, dia cuma anak kecil yang gak tau apa-apa. Kamu boleh benci saya, tapi jangan benci anak saya. Yang salah itu saya, bukan anak saya." Tangis Reya pun pecah di hadapan Nevan, Reya sudah tidak dapat membendung air matanya lagi dan mungkin hanya sampai sini sajalah kekuatan Reya untuk menyembunyikan kesedihannya di depan Nevan. Nevan mengatupkan rahangnya ketika melihat Reya menangis di depannya. Nevan beranjak dari duduknya menghampiri Zio yang sudah kembali bermain menggendong anak laki-laki itu untuk membawanya keluar dari ruangannya. Tak lama Nevan sudah kembali tanpa ada Zio, tinggal Nevan dan Reya lah yang berada di ruangan tersebut. "Reya," Suara isak tangis Reya terdengar semakin jelas ketika Nevan memanggil nama Reya. "Zio gak tau apa-apa, Zio sama sekali gak salah, yang salah... Aku." Tangis Reya berhenti, aku. "Kamu bakal tau, tapi nanti gak sekarang, aku bisa jelasin kapanpun kamu mau. Tapi kasih aku waktu." Ucap Nevan dengan lembut dari arah belakang Reya. "Aku mohon, tolong jagain Zio. Aku gak mungkin bawa Zio ikut pergi karena Zio pasti gak betah, aku pergi karena urusan kerjaan bukan liburan, kalo liburan aku pasti bawa Zio kok." Reya menghapus sisa air matanya menghela napas secara perlahan. ^~^ "Papi pergi, Zio gak boleh nakal." Nevan berbungkuk di hadapan Zio dan mengelus-elus puncak kepala Zio. Zio tersenyum melingkarkan tangannya di leher Nevan untuk mencium Nevan. "Oke." Balas Zio setelah mencium Nevan. Nevan tertawa menegakkan tubuhnya. "Titip Zio." Reya mengangguk dengan mata yang tertuju entah kemana. Nevan melambaikan tangannya pada Zio dan langsung dibalas oleh anak itu. Zio mendongak menatap Reya ketika Nevan sudah pergi. "Masuk." Reya membuka pintu apartemennya dengan lebar. Zio masuk terlebih dahulu lalu diikuti oleh Reya. Zio berdiri di dekat sofa sambil memainkan jemarinya memperhatikan Reya yang tengah berjalan kesana-kemari. "Mandi dulu." Ucap Reya sambil menatap Zio. Zio mengangguk. "Ikut aku." Reya berjalan diikuti oleh Zio dari belakang. Reya membawa Zio ke kamarnya untuk memandikan anak laki-laki itu. Ketika memandikan Zio mata Reya tidak pernah lepas dari anak itu, Zio anak yang baik dan penurut, sangat bertolak belakang dengan Nevan. Atau mungkin karena Zio masih kecil hingga sifat Zio yang sesungguhnya belum terlihat? "Mau makan?" Tanya Reya saat sudah selesai memandikan Zio. "Belum lapel." "Jangan kemana-mana, aku mau mandi. Ini mainan nya." Reya menyerahkan mainan mobil-mobilan pada Zio. Setelah memberikan mainan kepada Zio Reya masuk ke kamar mandi dan ketika ia selesai mandi Reya berencana untuk memasak. ^•^ Reya melirik sekilas Zio yang duduk di kursi sambil memegang tepi meja dengan kedua tangannya. Reya memberikan piring yang berisikan nasi, nugget dan sayur brokoli pada Zio. "Gak suka ini." Zio menunjuk-nunjuk brokoli dengan telunjuk mungilnya. "Ini enak." Zio menggeleng menutup mulutnya dengan kedua tangan. "Dimakan, ntar aku bilangin Papi kamu." Dengan perlahan tangan Zio menjauh dari mulutnya. Reya duduk di dekat Zio dengan makanannya sendiri dan begitupun dengan Zio. Reya mengurungkan niat untuk makan ketika melihat Zio tidak menyentuh makanannya. "Gak mau makan?" Zio mendorong piring nya mendekat pada Reya. "Gak mau makan sendili." Reya menghela napas pelan menyingkirkan piringnya dan menarik piring Zio. Zio membuka mulutnya saat Reya mulai menyuapinya makan. Ketika Zio sedang mengunyah disitu Reya memakan makanannya. Saat mereka makan Zio banyak bertanya, dari semua pertanyaan yang Zio lontarkan hanya beberapa yang dijawab oleh Reya, itupun sekenanya. "Yeeyy, abis." Zio bertepuk tangan ketika makanannya sudah habis. Reya memberikan Zio minum dan pergi ke wastafel untuk mencuci piring kotor miliknya dan milik Zio. Setelah semuanya beres, Reya pergi ke ruang tamu dimana ada TV di sana dan sudah ada Zio yang bermain sendirian. Di dalam hari Reya bingung sendiri mengapa Zio tidak menangis ketika bersama orang asing, Reya dan Zio baru saja bertemu dan anehnya Zio tidak merasa takut sedikitpun. Reya menyalakan TV sambil sesekali mengawasi Zio. Saat Reya sedang asyik menonton tiba-tiba saja ia merasakan sesuatu bersandar di kakinya yang terlipat di atas sofa. Zio berdiri bersandar di kaki Reya ikut menonton TV. Karena Reya masih mempunyai hati, Zio Reya bawa naik ke atas sofa duduk di sebelahnya. "Itu apa?" Zio menunjuk ke arah TV. "Ikan." "Ikan apa?" "Ikan badut." "Badut apa?" Reya menatap Zio karena pertanyaan Zio seputar itu-itu saja. "Diliat aja filmnya." Kata Reya tanpa menatap Zio. Zio menyandarkan tubuhnya di lengan Reya dan Reya tidak mempermasalahkan itu. Lama kelamaan akibat terlalu asyik menonton Zio sampai tertidur di pangkuan Reya dan Reya baru sadar saat film sudah habis. Reya menatap wajah polos Zio yang ia akui terlihat sangat menggemaskan akibat pipi yang chubby, tertidur pulas menghadap perutnya. Antara yakin dan tidak yakin, Reya menyentuh kepala dan punggung Zio membawa Zio ke dalam gendongannya. Reya meletakkan Zio di tempat tidurnya, karena Reya juga merasa ngantuk, gadis itu ikut berbaring di sebelah Zio. Mata Reya tidak langsung tertutup melainkan menatap langit-langit kamarnya. Reya beralih menatap Zio karena mendengar rengekan Zio. "Papi..." Rengek Zio memanggil kata itu secara berulang kali. Reya tiba-tiba saja bingung harus melakukan apa agar Zio berhenti merengek. Tidak tahu harus berbuat apa Reya pun terpaksa mengelus-elus punggung Zio dan ternyata itu berhasil membuat Zio tenang. Tangan Reya masih bergerak mengelus punggung Zio walaupun Zio sudah tidak merengek lagi. Gerakan tangan Reya terhenti ketika Zio melingkarkan tangan di lehernya dan dengan cepat Reya menyingkirkan tangan mungil itu, namun saat baru menyentuh tangan Zio ada perasaan tidak tega untuk melepaskan pelukan Zio. Dan pada akhirnya Reya membiarkan Zio tidur sambil memeluknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD