Chapter 03

1859 Words
Reya tersenyum kecil ketika mendapatkan tatapan begitu intens dari Dira---perempuan yang sudah mengantarkan Reya menuju meja kerjanya. "Habis nangis?" Dira meletakkan sebuah buku dengan sampul berwarna hitam dan terdapat logo berwarna emas didepan sampul buku tersebut. "Enggak," Reya menggeleng diselingi senyuman. Dira mengangguk. "Ini semua catatan tentang pak Nevan. Di sini juga ada jadwal pak Nevan dalam bulan ini, belum disusun jadi tolong kamu susun. Seharusnya Gina yang serahin ini tapi dia udah pergi ke Indonesia." Reya mengambil buku tersebut dengan kedua tangannya. "Baik." Balas Reya. "Kayaknya gak perlu dijelasin lagi soal tugas kamu, pasti kamu udah tau dan ngerti. Tapi kalau ada yang gak ngerti boleh tanya ke saya, karena saya juga mantan sekretaris pak Nevan." Reya mengangguk, "iya, mbak." Dira pun pamit pergi meninggalkan Reya. Reya menghela napas sambil menatap buku yang terletak di atas mejanya. Perlahan mata Reya beralih ke arah depannya dimana ada seorang anak laki-laki dengan mata bulat serta pipi chubby berdiri didepannya sambil memperhatikannya. Jemari Reya memainkan ujung buku yang diberi Dira tadi ketika anak tersebut berjalan kearahnya. Anak laki-laki itu tersenyum ketika sudah berdiri di dekat Reya. Reya masih diam tidak memberikan respon apapun. "Duduk," anak itu menunjuk kursi kosong yang ada di belakang kursi Reya. Reya tidak bergerak sedikitpun selain diam memperhatikan anak tersebut. "Freya." Reya mengalihkan tatapannya pada Dira yang baru saja datang berjalan mendekati anak laki-laki yang masih berdiri di dekatnya. "Kenapa kamu diam aja? Zio minta duduk, kan?" Dira menarik kursi yang ada di belakang Reya dan meletakkannya tepat di sebelah Reya. "Duduk di sini, ya. Jangan ganggu Tante ini." Dira menunjuk Reya. Anak laki-laki itu mengangguk patuh sambil memakan permen berbentuk bulat kecil-kecil. Dira menatap Reya yang sedang memperhatikan Zio. "Dia Azio, lebih sering dipanggil Zio." Dira beralih menatap Zio. "Zio ini anak pak Nevan." Reya membuka mulutnya, "anak?" Dira mengangguk. "Umurnya masih tiga tahun. Zio sering dibawa ke sini sama pak Nevan. Bisa dibilang setiap hari, kalau pak Nevan gak sibuk ya pak Nevan yang jaga, tapi kalau lagi sibuk saya atau Gina yang jaga. Lebih sering Gina yang jaga karena saya juga sibuk, karena Gina gak ada jadi kamu ikut andil untuk jaga Zio, itu termasuk tugas kamu." Dira yang tengah berjongkok di hadapan Zio berdiri tegak. "Zio anak yang penurut, gak nakal, gampang diasuh kok." Lanjut Dira. Reya mengangguk kecil tanpa mengalihkan matanya dari Zio. Ketika Dira pamit pergi dan sudah tidak terlihat lagi, tiba-tiba saja air mata Reya langsung jatuh. Dengan cepat Reya menghapus air matanya. Tangan Reya yang sedang bergerak menghapus air matanya terpaksa terhenti ketika Zio menatapnya. Reya mengalihkan pandangannya ketika Zio memberikan satu buah permen kepadanya. "Jangan nangis." Reya kembali menatap Zio, bibir mungil anak itu tengah menyunggingkan senyum. Reya diam saja menyibukkan diri dengan komputer dan beberapa suguhan dokumen yang tersedia di meja nya mengabaikan Zio yang tengah memperhatikan dirinya. ^•^ Reya menghela napas menatap pintu yang ada di depannya. Setelah bisa mengontrol dirinya Reya pun mulai membuka pintu tersebut. Reya berjalan masuk dengan mata yang tertuju pada lantai sedangkan di depannya ada Nevan yang sedang bermain bersama Zio. Nevan menghentikan tawanya ketika melihat Reya sudah berdiri di depannya. "Papi lagi!" Pekik Zio bergelayut manja di leher Nevan. "Iya bentar, ya. Nanti kita main lagi." Nevan mengusap rambut Zio dengan tangan lebarnya. Nevan membuka buku yang baru saja diletakkan Reya di depannya. Setiap melihat Zio, entah mengapa mata Reya selalu tertuju pada anak itu. Seperti sekarang, Reya menatap Zio yang sedang memainkan kancing kemeja Nevan. Ketika Zio ikut menatapnya Reya pun tidak mengalihkan tatapannya sedikitpun. "Gak nangis lagi?" Nevan menatap Zio yang baru saja bersuara, Nevan beralih menatap Reya karena ternyata Zio berbicara pada Reya. Reya menggeleng tanpa diselingi ekspresi apapun. Nevan menatap lama Reya sebelum kembali menatap buku yang berisikan semua jadwal kegiatannya. "Kosongkan jadwal saya siang ini." Mendengar suara Nevan barulah Reya mengalihkan tatapannya dari Zio. Reya mengangguk. "Kuping saya masih berfungsi jadi saya gak butuh bahasa isyarat." "Iya." Ucap Reya sambil menarik buku yang ada di tangan Nevan dan langsung pergi begitu saja. Saat sudah keluar Reya dikejutkan dengan kehadiran seorang perempuan dengan pakaian ketatnya menatap Reya dengan tatapan serta senyum meremehkan. Reya berdiri di depan pintu ruangan Nevan menatap perempuan tersebut masuk ke dalam ruangan Nevan. Dan setelah itu Reya tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana karena pintu tertutup dengan rapat. ^~^ "Iiiss! Kok gak diangkat-angkat sih!" Gumam Reya sambil mengotak-atik ponselnya. "Pak Raihan ngapain sih di sana, dari tadi di telfon gak bisa-bisa." Reya meletakkan ponselnya ke tempat tidur lalu menghempaskan tubuhnya dengan helaan napas panjang. Kita putus. Mata Reya yang sedang terpejam langsung terbuka lebar saat kata menyakitkan itu tiba-tiba saja melintas dipikirannya. Reya mendesah kesal mencampakkan sendalnya dan menaikkan kakinya ke atas tempat tidur duduk termenung. Flashback on. Reya duduk dengan kaki yang sengaja ia goyangkan sembari menatap layar ponselnya yang mati. Tak lama layar ponselnya menyala dan Reya langsung mengambilnya dengan senyum yang merekah. "Halo, kak." "Hai," Senyum Reya mengembang semakin lebar. "Kapan kak Nevan mau dateng ke sini? Udah janji lho mau nemuin aku." "Gak ke kampus?" "Enggak, kan ini weekend, gimana sih." Terdengar suara tawa dari seberang sana. "Ciieee, yang bentar lagi jadi sarjana." "Masih lama." "Kok masih lama? Bentar lagi kak Nevan kan wisuda." Kata Reya sambil menatap sebuah foto yang terpampang di meja belajarnya. "Enggak. Mau lanjut S2." Senyum Reya menghilang. "Dimana?" Tanya Reya dengan nada suara yang berubah lemah. "London." Jawab Nevan sekenanya. Reya terdiam menatap dirinya dan Nevan yang bersatu dalam sebuah foto yang diambil beberapa tahun yang lalu, diambil ketika Reya baru saja menyelesaikan masa-masa SMA nya. "Kita bisa ketemu gak?" Selalu pertanyaan itu sajalah yang Reya lontarkan. "Gak tau." Mendengar jawaban Nevan semangat Reya hilang seketika. "Ya udah deh kalo gak bisa." "Maaf, ya." Reya tersenyum, "gak papa kok, kak." Setelah Reya berbicara seperti itu keduanya sama-sama diam. Kalau boleh jujur, Reya lebih suka gaya pacaran mereka yang dulu daripada sekarang. Dimana dulu Reya tidak harus merasakan sakit akibat menahan rindu, dimana dulu dengan mudahnya mereka bertemu. Namun sekarang, jangankan untuk bertemu, berkomunikasi saja sudah jarang. Reya benci keadaan ini dan Reya benci dengan hubungan jarak jauh ini. "Maaf," Raut wajah Reya berubah seketika. "Maaf?" Beo Reya dengan jantung yang berdebar-debar. "Kayaknya... Aku gak bisa lanjutin hubungan kita." Mata Reya langsung berkabut dan bibirnya bergetar untuk membuka suara namun tenggorokannya terasa sakit. "Aku gak tahan bisa ngejalanin hubungan jarak jauh gini." Lanjut Nevan. "Kenapa?" Tanya Reya dengan begitu lirih. "Kita putus." Flashback off. Sebutir cairan bening jatuh membasahi pipi Reya kala ia mengingat percakapan itu. Percakapan yang begitu menyakitkan untuknya. "Lanjut S2 dari mana? Punya anak gitu." Ucap Reya diselingi tawa kecil. Sambil menghapus air matanya, Reya mengambil ponselnya yang berdering. "Halo, mbak Dira." "Kamu lagi dimana?" "Lagi di apartemen, mbak." "Bisa keluar gak? Kita makan malem bareng, sekalian jalan-jalan." Reya menatap jam yang ada di kamar yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Mungkin dengan berjalan bersama Dira rasa sedih Reya bisa hilang, walaupun hanya sementara. "Bisa mbak, kita ketemu dimana?" "Saya udah di depan apartemen kamu." Mata Reya membulat sempurna dan langsung cepat-cepat mengambil tas dan keluar dari apartemen nya. ^•^ "Makasih." Kata Reya saat Dira menyodorkan piring kepadanya. "Kamu beneran belum makan?" Tanya Dira. "Belum mbak, sebenernya tadi mau makan tapi Mbak Dira nelfon ngajak keluar sekalian makan, ya udah deh gak jadi makan di apartemen." Dira tersenyum seraya mengambil sumpit. "Semua kebutuhan kamu di tanggung sama pak Nevan, kamu tau?" Reya mengangguk memperhatikan Dira yang mulai makan. "Jangan segan-segan ya sama saya, anggap saya ini temen kamu. Kalo butuh apa-apa saya gak keberatan bantu kamu." Reya tersenyum. "Mbak Dira udah lama kerja sama... Pak Nevan?" Tanya Reya mulai menyentuh makanannya. "Lumayan, udah lima tahun, dari dia masih kerja sama Ayahnya. Tiga tahun saya jadi sekretaris pak Nevan dan itu waktu pak Nevan kerja sama Ayahnya." Reya mengangguk dengan pikiran yang mulai dipenuhi berbagai macam pertanyaan yang tentunya seputar Nevan. "Berarti waktu pak Nevan masih kuliah dia udah kerja?" "Udah, dia kerja di perusahaan Ayahnya waktu kuliah semester dua kalo gak salah. Karena di situ pacar pak Nevan pergi di situ pak Nevan cari kesibukan, ya dengan cara kerja." "Pacar?" Dira mengangguk, "pacar pak Nevan lanjut kuliah keluar negeri, kata dia daripada nahan kangen karena ditinggal pergi lebih bagus cari kesibukan." Balas Dira diselingi tawa. "Jadi, mbak Dira gak pernah tau soal pacar nya pak Nevan?" "Enggak, istrinya aja saya gak tau." Balas Dira sambil mengunyah makanan. Reya mengalihkan tatapannya sambil mengaduk-aduk makanannya. "Terus, anak pak Nevan?" Reya menatap Dira. "Selesai kuliah pak Nevan berhenti kerja, katanya sih pak Nevan pergi ke London. Terus pulang dari London tau-tau dia bilang udah punya perusahaan sendiri di Singapura, dan pulang-pulang dia udah bawa Zio." "Berapa lama pak Nevan pergi ke London?" Tanya Reya semakin penasaran. "Gak sampe setahun." "Gak sampe?" Dira menggeleng memasukkan makanan terakhirnya ke dalam mulut. "Tapi pernah ada yang liat pak Nevan di bandara waktu mau pergi ke London sama perempuan." Rasa sakit yang sempat hilang kembali muncul di hati Reya saat mendengar ucapan Dira. "Mbak Dira bener-bener gak tau siapa istri pak Nevan? Tadi siang waktu di kantor saya ketemu sama perempuan terus dia masuk ke ruangan pak Nevan." "Paling itu Paula, dia itu suka sama pak Nevan tapi pak Nevan gak suka. Orangnya juga sok, sombong banget, banyak yang gak suka sama dia." Entah mengapa ada perasaan lega dibalik rasa sakit yang Reya rasakan. "Gak ada satupun yang tau soal istri pak Nevan?" Dira menatap Reya dengan kening yang mengerenyit. "Kayaknya kamu pengen tau banget soal istri pak Nevan." Reya tertawa, "enggak kok, ya kan aneh aja masa gak ada yang tau istri pak Nevan." "Soal gimana istrinya pak Nevan emang gak ada yang tau, soal rumor tentang istrinya pak Nevan banyak, salah satunya meninggal." "Haa?" Reya tampak terkejut. "Saya sih cuma sekedar denger dari mulut ke mulut kalo istrinya pak Nevan udah meninggal. Gak tau deh bener atau salah." Dira terlihat acuh namun tidak untuk Reya, malah rasa penasaran Reya semakin besar lagi sekarang. "Makanya banyak banget yang pengen deketin pak Nevan, ya karena rumor istri pak Nevan udah meninggal tadi." Dira melipat kedua tangannya di meja menatap makanan Reya yang masih utuh. "Tapi emang seharusnya pak Nevan punya istri sih, kasihan Zio masih kecil pasti butuh sosok ibu. Apalagi pak Nevan sibuk sering pergi-pergi, kadang Zio dititipin sama saya, kadang sama orang tua pak Nevan, tapi lebih sering sama saya karena orang tua pak Nevan ada di Indonesia. Mungkin abis ini Zio bakal dititipin ke kamu kalo pak Nevan ada tugas diluar negeri." Kata Dira. Reya menatap makanan dengan perasaan yang bercampur aduk. "Tante," Reya dan Dira langsung menoleh saat mendengar suara childish didekat mereka. "Eh, Zio... Pak Nevan." Ucap Dira memberi anggukan pada Nevan. "Mamam situ," Zio menunjuk ke arah meja Reya dan Dira. Nevan mengangguk sambil tersenyum dan Zio langsung berjalan mendekati meja Reya dan Dira. Reya melepaskan sendok nya ketika Zio berdiri di dekatnya sambil memegang bangku kosong yang ada di sebelah Reya sedangkan Nevan tengah berbicara pada Dira dan duduk di sebelah Dira. Mungkin kedengarannya kejam tapi lebih baik berterus terang, bahwa Reya tidak menyukai Zio, anak Nevan, anak mantan kekasihnya yang sejujurnya masih mempunyai sedikit ruang dihatinya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD