
Blood Dance Kingdom, satu dari empat kerajaan terkuat yang sanggup bertahan dari serangan Beast dan ras Iblis.
Kerajaan manusia yang dianggap sebagai ancaman bagi ketiga kerajaan lainnya karena bermoral rendah dan menjunjung tinggi kekuatan di atas segalanya.
Tak peduli itu berasal dari kalangan bangsawan ataupun rakyat biasa, jika memiliki kekuatan maka mereka akan dijunjung tinggi. Begitupun sebaliknya.
Kerajaan ini hanya mentoleransi keberadaan penyihir, atau orang yang berkualifikasi menjadi penyihir.
Untuk mengetahui kualifikasi tersebut, diperlukan upacara kedewasaan yang akan dilaksanakan setiap kali ada seseorang yang menginjak usia delapan belas tahun.
Jika saat upacara dewasa selesai, terdapat hasil tak berkualifikasi terhadap energi Mana. maka, hanya ada dua masa depan yang akan ditemui. Mati di dalam kerajaan, atau keluar dari kerajaan dan tak boleh kembali.
Aturan k**i tersebut, masih tergolong ringan bagiku. Karena setidaknya, rakyat di negri ini, masih memiliki hak untuk hidup jikalau hasilnya tak memuaskan.
Satu satunya aturan k**i yang menurutku tidaklah adil ialah, aturan yang dibuat khusus untuk anggota kerajaan. Aturan mutlak yang hanya berlaku pada keturunan kerajaan sepertiku.
Diasingkan sejak lahir dari mata dunia, dan baru diperkenalkan ketika sudah lolos upacara kedewasaan dengan hasil yang memuaskan.
Apabila hasilnya tak memuaskan seperti halnya tak berkualifikasi terhadap sihir, maka kematianlah yang akan menunggu.
Setiap kali aku mengingat apa yang telah menimpa kakak kedua di masa lalu, aku selalu gemetar ketakutan.
'Apakah aku akan tiada sepertinya?' pikirku sembari melirik ke arah kakak pertama yang pernah mengeksekusi adiknya sendiri tepat di hadapan semua orang.
"Gale Gavin Blair, segeralah naik ke tengah altar!" Penyihir kerajaan, memanggilku untuk naik ke atas pusat altar.
"Uhm!" Aku mengangguk, kemudian menaiki tangga satu demi satu hingga sampai ke puncak altar yang nampak membentuk Lingkaran.
Simbol sihir dengan tulisan kuno terlukis jelas melingkari altar tersebut. Aku bertugas menginjak dan memutari semua itu sebanyak dua kali, kemudian duduk di tengah altar yang menjadi pusat lingkaran sihir.
"Korbankan darahmu!" Penyihir kerajaan memintaku untuk meneteskan darah, segar ke arah kendi kecil yang telah disiapkan di tengah tengah altar, dengan jarum runcing yang tergeletak di sampingnya.
'Semoga aku memiliki kualifikasi untuk menjadi penyihir!'
'Aku tak boleh gagal, agar dapat terus hidup!' Aku menggunakan jarum runcing yang disiapkan untuk melukai jariku. Kemudian meneteskan darah ke dalam kendi kecil yang berisi air hitam.
Normalnya, lingkaran sihir akan bercahaya sesuai element yang dimiliki, namun ... sejak beberapa menit setelah diriku meneteskan darah ... lingkaran sihirnya tidak bereaksi. Pertanda bahwa, aku bernasib sama seperti kakak keduaku.
"Sayang sekali ... , nampaknya aku uarus menyingkirkan saudaraku lagi!" gumaman kakak pertama mengejutkan diriku.
"
'Apa aku akan tiada sekarang?' pikirku gemetar
seakan tak percaya.
"A ... ayah?" aku mengucap sembarang untuk mengelabui penyihir kerajaan dan kelima saudaraku.
"Apa yang?" semua orang menengok bersamaan. Sementara aku, berlari sekencang mungkin memanfaatkan kelalaian mereka.
"Cih, kejar dia!" suara lantang kakak pertama terdengar jelas di telingaku.
"Padahal kita terlahir dari ibu yang sama, mengapa kau bisa setega ini Kak Neil!" gumamku kesal membayangkan kekejian kakakku yang pernah menghabisi salah satu adik kandungnya yang mana merupakan kakak keduaku.
'Kak Luke! apakah kau mengalami hal ini juga, dulu?!' pikirku tak percaya sembari berlari meninggalkan gedung kebangkitan.
'Padahal kupikir semua rumor itu palsu!'
'Kupikir kak Neil tak sekeji ini hingga benar benar menghabisi saudara kandungnya sendiri!'
'Padahal baru kemarin aku merasa mulai dekat dengannya, apa apaan semua ini!'
'Jika ini mimpi, seseorang tolong bangunkanlah aku!'

