BAB 3

1073 Words
"RARA PULANG!" pekik Aura saat memasuki rumahnya. Vito yang mendengar hal itu mendengus kesal lalu segera menaiki tangga menuju kamarnya. Bi Sani dari arah dapur datang dengan tergopoh-gopoh menghampiri nyonya mudanya itu. "Sudah pulang non?" Aura menoleh lalu tersenyum "Udah, Bi. Mama sama papa pada kemana?" Tanya Aura sambil melepas sepatunya "Tuan kan ke Semarang non. Kalo nyonya tadi titip pesan katanya nyonya juga ada urusan di Surabaya. Jadi nonya pergi ke Surabaya," Aura mengernyitkan dahi dalam mendengar penjelasan Bi Sani.  "Kok mama gak bilang sama Rara sih Bi? Berapa hari mama ke Surabaya?" "Katanya tiga hari non. Mungkin nyonya gak sempat ngabarin. Tadi juga kayanya keburu-buru banget." "Yaudah deh, Bi. Rara ke kamar ya," Bi Sani hanya tersenyum mendengar penuturan nona mudanya itu. Aura pun segera menaiki tangga dengan malas. Baru ingin memegang handle pintu kamarnya, pintu kamar sebelah terbuka lebar dan menampilkan Vito yang sudah rapi dengan pakaian Casualnya. Tentu saja hal itu membuat Aura mengurungkan niatnya untuk membuka pintu kamar dan malah bersandar di dinding.  "Mau kemana kak? Baru juga pulang," tanya Aura. Vito terkesikap kaget melihat adik perempuannya yang kini sudah berada tepat disebelahnya. "Mau jalan," ucap Vito pelan setelah berhasil menetralkan keterkejutannya.  "Kemana? Sama siapa? Ngapain? Gue ikut ya?" "Gak, gak, gak! Anak kecil kepo banget. Mending lo sekarang masuk kamar terus tidur," Jawab Vito sembari sedikit mendorong Aura menjauh.  "Gue bukan anak kecil!" Pekik Aura sambil menghentakan kakinya kesal. "Ya apa kata lo dah. Gue mau pergi. Jaga rumah baik-baik ya," ucap Vito lalu segera melenggang pergi. Aura sendiri hanya menghembuskan nafas berat lalu memasuki kamarnya. *** 'Brak!' Aura yang sedang asik dengan alam mimpinya itu terkesikap dan seketika duduk mendengar dobrakan yang begitu keras dari luar kamarnya. Perempuan itu mengedipkan kedua matanya dengan masih setengah sadar. "Apaan tuh?!" Gumam Aura sambil mengusap dadanya yang masih berdetak dengan kencang. Gadis itu lalu menoleh ke arah samping tepat dimana jam dindingnya berada. Pukul 18.30 "Gue tidur lama juga ya," gumam Aura sambil mengusap wajahnya. Perempuan itu kemudian bangkit lalu segera menuju kamar mandi untuk melakukan ritual rutinya setiap sore. Apalagi kalau bukan Mandi. Setelah menghabiskan waktu sekitar setengah jam, adik tiri Vito dan Felik itu keluar kamar untuk makan malam. Tapi langkahnya harus terhenti saat mendengar ringisan dari kamar kakak tertuanya.  Aura mengernyitkan dahi bingung, ia kemudian merubah langkah haluannya menuju kamar kakaknya. 'Ceklek' "Kak?" panggil Aura membuat Vito sontak menoleh dan seketika membuat adiknya itu terkesikap. "Astaga!" pekik Aura refleks mundur beberapa langkah saat melihat wajah lebam Vito "Itu muka kenapa kak?!" pekik Aura khawatir lalu segera berjalan cepat ke depan Vito "Gak kenapa-napa. Lagian lo ngapain kesini? Gak ketok lagi," sungut Vito sambil mengompres luka disudut bibirnya. Aura meringis melihat kakaknya tersebut. "Sini biar gue aja yang obatin," ucap Aura dan langsung mengambil handuk yang sedang dipegang Vito. Ervito ingin protes tapi saat melihat pelototan adiknya itu akhirnya ia mengurungkan niatnya dan membiarkan Aura mengobati lukanya. Toh ia juga tidak bisa mengobati lukanya sendiri.  Aura mendekat ke arah Vito hingga jarak mereka sangat dekat. Bahkan kini Vito bisa merasakan hembusan nafas Aura. Sedangkan Aura sendiri terlalu fokus dengan lebam kakaknya hingga tidak menyadari jarak yang telah dibuatnya. Seketika jantung Vito berdetak lebih cepat dari biasanya 'Kenapa nih jantung gue?!' batin Vito berteriak.  "Lo lagian ngapain pake Berantem segala sih?! Tuh liat muka jadi benjol-benjol macem telur puyuh gitu," cerocosan Aura sama sekali tak dihiraukan Vito. Ia masih berusaha mengontrol detak jantungnya yang tiba-tiba saja disco saat Aura didekatnya. "Udah nih selesai," ucap Aura sambil menjauhkan diri dari kakaknya, "Eh ma-makasih." gumam Vito tergagap takut tertangkap basah bahwa sedang memperhatikan adiknya itu "Hmm, jangan ulangin lagi!" gumam Aura sambil merebahkan dirinya di ranjang kakaknya "Kok bisa sampe kaya gitu sih kak?" tanya Aura sambil memejamkan matanya merasakan ke empukan bantal Vito.  "Biasa laki-laki," itu kata terakhir Vito sebelum dirinya masuk ke kamar mandi. Aura sama sekali tak beranjak dari tidurnya, ia malah semakin memejamkan matanya kealam mimpi. Vito keluar kamar mandi 15 menit kemudian. Hal pertama yang ia lihat adalah adik perempuannya yang malah tertidur lelap di ranjangnya itu.Vito berjalan ke arah adiknya lalu duduk di pinggiran kasur sambil memperhatikan wajah Aura.  "Lo cantik juga ternyata," gumam Vito sambil tersenyum. Sedetik kemudian ia menggelengkan kepalanya cepat-cepat guna menyingkirkan pikirannya itu. "Lo gila Vit!" gumamnya lagi, Vito akhirnya memilih keluar daripada berimajinasi dengan pikiran gilanya. *** Aura mengerjapkan matanya beberapa kali sambil menguap "Ah, gue ketiduran lagi," gumamnya pelan. Aura pun kemudian turun dan langsung keluar dari kamar kakaknya itu untuk menuju dapur karena memang perutnya sudah mengadakan konser. "Mau kemana?"tanya Vito tanpa menoleh saat adiknya itu melewatinya "Laper," gumam Aura tanpa menghentikan langkahnya menuju dapur. Vito tanpa sadar mulai memperhatikan punggung Aura yang semakin menghilang "Ish, gue kenapa lagi?!" gumam Vito pada dirinya sendiri, lalu segera mengalihkan pandangannya ke layar televisi yang sebenarnya tak ia perhatikan sedari tadi. Karena ia terlalu fokus memikirkan adiknya. Entah kenapa ia tak bisa berhenti memikirkan adik tirinya itu hari ini.  Lamunan Vito mulai terusik saat merasakan sofa yang didudukinya bergerak. Vito mengalihkan pandangannya ke samping dan melihat Aura duduk bersila sambil memakan makanannya. Seketika jantungnya berdetak lebih cepat kembali. 'Ini kenapa lagi jantung gue?' batin Vito panas dingin. Tanpa sadar ia berulang kali mengubah posisi duduknya karena tak nyaman. Aura mengernyitkan dahi melihat tingkah aneh kakak nya itu. "Lo kenapa deh kak?" Tanya Aura memandang bingung orang disebelahnya itu "Eh, nga-ngapapa," Ucap Vito berbohong, tapi gerakannya masih tak bisa berhenti "Yaudah deh gue pindah aja. Lo kayanya gak nyaman ada gue," ujar Aura ingin bangkit, namun Vito langsung menahan pergelangan tangan Adiknya itu "Jangan!" ucap Vito spontan membuat Aura menaikan sebelah alisnya kebingungan. Aneh sekali reaksi kakaknya ini. "Kenapa?" "Eh ya-ya e-enggak papa, temenin gue," "Tumben," gumam Aura pelan, namun tak urung juga kembali mendudukan tubuhnya dan segera kembali memakan makanannya tanpa bertanya kembali. Vito menghembuskan nafas lega karena Aura tak meneruskan pembicaraan. Setidaknya ia tak perlu tergagap menjawab pertanyaan-pertanyaan Aura. Cukup jantungnya saja yang berdetak diluar kendali. Hanya sebentar. Tidak ada angin, tidak ada hujan tiba-tiba saja Aura menyenderkan kepalanya di bahu Vito, yang tentu saja membuat Vito terkesikap. Jantungnya pun semakin liar berdetak.  "Kak, Felix mana?" Tanya Aura masih dengan tangan yang aktif memakan makanannya. Hening, tak ada jawaban dari Vito. Ia masih sibuk dengan pikirannya sendiri sampai tidak mendengar pertanyaan Aura. "Kak? Kak Vito?" Panggil Aura menarik diri dari bahu Vito "Eh, apa?" "Kak Vito kenapa deh?" "Gapapa, lo tadi tanya apa?" Aura menghembuskan nafas lelah "Felix mana?" "Felix nginep di rumah temennya," "Lah, gak balik dia?" "Ya enggalah, namanya juga nginep." Sungut Vito. Aura sendiri hanya nyengir lebar "Oh iya, hehehe." Vito memutar bola mata malas. Malam itu mereka habiskan dengan menonton tv bersama. Dengan Aura yang terus bercerita dan Vito yang kewalahan menetralkan gejolak dijantungnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD