"Kau yakin sayang mau pergi sekarang?", tanya Jasper lembut.
Alice mengangguk, "Ya, aku ingin pergi sekarang",
"Tidak bisa besok belanjanya? Hari ini aku tidak bisa menemanimu",
Alice tersenyum. Ia mengecup singkat bibir Jasper, "Kau bekerjalah. Aku tak masalah bila pergi sendirian. Mungkin aku bisa meminta bantuan Mike nantinya",
Jasper masih memasang tampang memelasnya. "Ayolah sayang... Besok saja ya?",
"No! Aku mau sekarang. Lagi pula, bayinya juga mau kalau hari ini aku berbelanja", sahut Alice cepat.
"Bayinya tidak meminta apa-apa. Kamu saja yang ingin pergi kan?", balas Jasper sambil cemberut.
Alice menyengir lebar. Ia mencubit gemas pipi Jasper. "Kalau begitu ijinkan ya?",
"Keras kepalamu sejak dulu tidak hilang sama sekali",
"Boleh kan?", Alice masih mencoba merayu suaminya ini.
Jasper berdecak lidah. Ia menurunkan Alice dari pangkuannya dan bangkit dari sofa. "Okay aku akan mengijinkanmu pergi. Tapi, ada syaratnya",
"Apa?",
"Sebelum aku pulang kantor. Kau harus sudah ada di rumah.
Kedua, kau harus pergi bersana supir.
Dan ketiga, kabari aku terus", jelasnya.
Alice tiba-tiba tertawa membuat Jasper bingung. "Kau berlebihan, Jas",
"Memang. Tapi, itu caraku untuk melindungimu jika aku tidak ada. Bila perlu aku akan menyewa bodyguard mahal",
"But, it's too much for me. You don't have to doing that.
If something happens to me or I'm not in secure position. I know that you will find me out",
"Fine. You win darl. You can go out for shopping. But, remember the terms that i give to you",
Alice tersenyum lebar. Ia bangkit dari sofa dan mencium pipi Jasper. "Thanks. Aku akan bersiap", ujarnya bersemangat dan berlari kecil meninggalkan Jasper di ruang tamu dengan gelengan kepala.
Saat Alice sudah benar-benar pergi. Jasper mengambil ponselnya dari celana pendek khaki nya dan mengetik sebuah pesan disana.
Jasper Reid :
Kau sibuk? Jika tidak aku mau minta bantuanmu.
Alice akan pergi berbelanja di pusat kota. Bisa kau ikuti dia? Entah perasaanku saja atau tidak, aku takut bila Lucas mencoba menemui Alice lagi.
Aku hari ini harus ke rumah sakit untuk menanyakan sesuatu pada dokter Alice.
Tak lama, notifikasi ponsel Jasper muncul. Ia segera membuka pesan balasan itu.
Kau beruntung. Saat ini, aku berada di pusat perbelanjaan di pusat kota untuk mengambil sebuah tender. Aku akan menyempatkan diri menjaga Alice.
Kau tenang saja, Jas.
-MS-
Jasper menghembuskan napas lega. Setidaknya, ada orang yang ia percaya bisa menjaga Alice nanti.
•••
Alice melangkahkan kakinya mencoba mencari salah satu departement store yang menjual dasi yang diinginkan Jasper.
Hari ini, ia sengaja ingin berbelanja sendiri agar Jasper tidak tahu bila ia membelikannya hadiah ulang tahun.
Sambil terus melangkah membawa beberapa kantung belanja. Ia berbelok hendak masuk ke dalam departement store yang berada tak jauh darinya.
Saat baru memasuki toko itu, kaki Alice tiba-tiba terkilir dan dirinya hampir terjatuh bila seseorang tidak menahan tubuhnya dari belakang.
Ia menghembuskan napas lega. Lalu Alice mengusap perutnya dan bersyukur dalam hati.
"Hati-hati miss. Lantai di sini lumayan licin",
Suara itu!
Alice menyibakan rambutnya dan mengangkat wajahnya.
Entah ia beruntung atau tidak.
Pria yang membantunya itu adalah Lucas Graves.
"Lucas?",
Lucas juga terkejut mendapati seorang wanita yang ia tolong baru saja adalah wanita bermata hijau. Wanita yang harus ia hindari.
Alicia Lengowaski yang kini menyandang nama besar keluarga Reid di belakangnya.
Saat Lucas tersadar ia harus menjauh dari Alice. Ia segera melepaskan cekalan tangannya di lengan kanan Alice dan hendak berbalik.
Tapi, dengan sigap Alice menarik Lucas agar pria itu tidak pergi.
"Hei! Kau mau kemana?",
"Lepskan tanganmu, Alice", ujar Lucas ketus sambil menghempaskan tangan Alice yang mecekak pergelangan tangannya.
"Maafkan aku", sahut Alice takut-takut.
Rupanya wanita itu masih takut kepadanya. Apa ia semenyerankan itu? Batin Lucas.
Dan kedua, dimana Jasper? Kenapa Alice bisa pergi sendirian berbelanja?
"Terima Kasih",
Lucas paham kenapa Alice berterima kasih kepadanya. "Ya, lain kali kau harus pergi bersama Jasper atau harus ada yang menemanimu. Kalau tadi aku tidak ada disana dan kau jatuh. Siapa yang bertanggung jawab atas bayi yang kau kandung bila terjadi apa-apa", ujarnya masih dengan nada ketus.
Alice membelalakan matanya membuat manik hijau itu semakin terlihat jelas. Tapi, ia buru-buru merubah raut wajah terkejutnya menjadi biasa. Ia lupa kalau Lucas waktu itu ada di rumah sakit. Jelas saja ia tahu bahwa Alice sedang hamil.
Lucas menggelengkan kepalanya. Lalu ia melangkah meninggalkan Alice.
Alice awalnya masih takut saat kata-kata ketus Lucas. Tapi, ia teringat bahwa ia harus meluruskan sesuatu.
"Lucas!",
Lucas berhenti melangkah.
Untuk apa wanita itu memanggilnya?
"Bisa kita bicara?",
Lucas menghela napasnya. Kenapa menghindari Alice sangat sulit. Ia seperti dipermainkan pleh waktu.
Dulu ia yang mengejar Alice dan kini gilir Alice yang mengejarnya.
"Kau ingin bicara apa?", tanya Lucas sambil kembali membalikan tubuhnya.
"Bisa kita bicara di Palazo Café ?",
•••
Lucas mengernyitkan keningnya saat melihat kertas yang baru saja disodorkan Alice kepadanya.
"Itu surat pernyataan pengembalian perusahaan orang tuaku yang kau berikan kepadaku sebagai hadiah pernikahan",
Ia mengerti, Alice berniat mengembalikan perusahaan orang tuanya yang sempat diambil Lucas.
Ia sengaja memberikan itu saat hari pernikahan Alice.
"Untuk apa kau kembalikan kepadaku? Bukankah hutang orang tuaku masih kurang seharusnya?", tanya Alice lagi.
Lucas bergeming sambil membenarkan posisi duduknya. Apa ia harus menerima kembali perusahaan itu? Tapi, bukan itu masalahnya. Ia sekarang sudah tak peduli lagi pada hutang sialan orang tua Alice.
Ia masih punya banyak uang yang dihasilkan dari perusahaannya.
"Ambilah. Aku sudah tidak butuh itu lagi. Aku juga tidak mau berurusan lagi dengan keluargamu atau dirimu",
"Maksudmu?",
"Pergilah Alice. Dan bawa kertas sialan ini dari hadapanku", serunya dingin sambil mendorong kertas dihadapannya kearah Alice.
"Really? Kau mengusirku? Kau masih dendam padaku karena aku anak dari Lengowaski? Kalau kau masih dendam, kenapa kau kembalikan perusahaan orang tuaku saat hutang itu belum lunas, Lucas?",
Lucas terdiam kembali. Pertanyaan Alice membuatnya bingung harus menjawab apa.
Apa dia harus berkata bahwa ia tak ingin berurusan denganya lagi karena ia masih cinta?
"Jawab aku", desak Alice.
Alice melihat bahwa ada yang dipikirkan oleh pria dihadapannya. Seolah pikiran itu sangat mengganggu dan tak bisa keluar dari dalam otak.
Hingga beberapa saat mereka terdiam, Lucas menarik napasnya dalam berusaha meringankan bebannya.
"Kau boleh menamparku",
"Wait.. What?!",
"Kau boleh memenjarakanku atau apapun yang kau mau untuk menghukumku",
Alice semakin bingung. "Lucas? What are you talking about?",
"Apa kau masih membenciku, Alice? Jika kau masih membenciku. Hukumlah aku.",
Alice tertegun saat Lucas memberinya pertanyaan seperti itu.
Dadanya mulai bergemuruh lagi, jantungnya mulai berdetak cepat.
Matanya pun mulai terasa memanas.
Apa ia membenci Lucas? Setelah semua yang dia lakukan kepadanya? Berpura-pura seolah mencintainya tapi tidak sama sekali.
Memanfaatkannya untuk menjebak Jasper dan meraih puncak keberhasilan bisnis Graves Enterprises.
Detik berikutnya, Alice membuang napasnya kasar, "Tentu Lucas.
Aku masih membencimu. Sangat membencimu. Aku sampai pernah meminta pada Tuhan agar kau diberikan karma dan hukuman karena menyakitiku", ujar Alice menggantung sambil menahan air matanya sekuat mungkin.
Dia tidak boleh menangis di depan Lucas. Itu sama saja ia menghianati Jasper.
Lucas hanya menghela napasnya. Dia sudah tahu ini akan terjadi. Ia juga sudah tahu bahwa Alice akan mengatakan bahwa dirinya sangat dibenci. Tapi, ternyata Lucas salah.
Ia tidak pernah mengira bahwa Alice benar-benar memiliki hati yang sangat baik bagaikan malaikat saat wanita itu melanjutkan kalimatnya, ia berkata...
"Tapi, aku memaafkanmu Lucas. Aku memaafkanmu tanpa kau harus memulainya", lanjutnya dengan nada sedikit bergetar.
Wanita itu memaafkannya.
Alice memaafkan segala perbuatan yang sudah ia lakukan.
Haruskah dirinya bahagia?
Lucas mencoba memberanikan diri menyentuh tangan Alice. Tapi, wanita itu segera menarik tangannya membuat Lucas menarik napasnya lagi.
"Alice, maaf karena aku terlalu bodoh.Aku mencoba untuk meminta maaf padamu. Tapi, Jasper dan Mike menghalangiku karena mereka sayang padamu. Mereka berpikir bahwa aku akan menyakitimu lagi",
Alice mengangguk. Ia membuang muka ke arah lain sambil mengusap sudut matanya dengan ibu jari agar Lucas tak melihat. Lalu ia terkekeh pelan.
Tapi, kekehan itu sangat Lucas tahu. Terdengar menyedihkan dan terluka.
"Semua pria memang bodoh, Lucas. Tidak hanya kau, Jasper ataupun Mike",
"Ya aku tahu. Karena kebodohanku itu. Aku kehilangan semuanya. Maksudku, aku kehilangan orang yang sayang padaku. Begitupun sebaliknya.
Dan aku selalu bertanya-tanya. Kenapa penyesalan selalu datang diahkir?
Aku sangat menyesal, Alice.
Saat Mike memperingatiku tentangmu. Aku tak peduli dan berpikir masih membencimu.
Hingga undangan itu datang. Aku mulai tersadar.
Aku mencarimu Alice. Aku berusaha meminta maaf sebelum kau benar-benar jadi milik Jasper.
Aku ingin kau kembali padaku", jelas Lucas.
Alice terdiam. Ia menundukkan kepalanya dan berusaha menahan debaran di dadanya.
"Hingga suatu sore. Aku tak sengaja melihat Jasper keluar dari salah satu apotek. Aku mengikutinya hingga berhenti di satu rumah.
Dan, disitu aku menemukanmu.
Aku melihatmu berada di rumah itu memeluk Jasper yang baru saja pulang. Hal itu membuatku sakit, Alice.
Dadaku terasa sesak saat melihatmu ternyata mencintai Jasper", Lucas menggantungkan kalimatnya.
"Tentu, dia mantan pacarmu dulu", lanjutnya.
"Lucas..", panggil Alice lirih.
Ia tak menyangka bahwa selama ini Lucas mencarinya? Berusaha meminta maaf padanya?
Ia juga tidak bisa marah pada Jasper bila pria itu menghalangi Lucas.
Tapi, kenapa semua harus terjadi padanya?
Kenapa Lucas baru bisa bertemu dengannya sekarang?
Andai dia menemuinya sebelum pernikahan itu terjadi. Ia tak akan menyakiti Jasper. Ia benci hal itu...
Bukan Alice tidak mencintai Jasper. Tapi, hati Alice masih ada ruang untuk Lucas.
Dan mungkin, sampai detik ini.
"Kenapa kau tidak sekuat mungkin menemuiku sebelum pernikahan?",
Lucas mengangkat kepalanya melihat Alice. Ia menatap mata hijau itu yang mulai tergenang air mata.
Hidungnya juga mulai memerah.
Ia membuka mulutnya tak percaya.
Apa Alice juga masih mencintainya?
"Aku mencoba Alice. Tapi, aku benar-benar tak mau menghancurkan kebahagianmu. Aku tidak bisa menyakitimu kedua kalinya",
"Tapi, jika begini... Kau juga menyakitiku disaat kebahagianku saja ada padamu", lirih Alice. "Jangan tanya apakah aku tidak mencintai Jasper, Lucas", timpalnya saat melihat raut wajah Lucas seolah bingung.
"Aku mencintainya. Dia suamiku, dia ayah dari anak yang aku kandung sekarang. Tapi, didalam hatiku tak sepenuhnya milik Jasper. Masih ada sisa untukmu.
Aku menunggumu tapi semuanya terlambat", Alice mulai meneteskan air matanya. Ia sudah tidak kuasa menahannya.
"Jangan menangis, Alice. Jangan menangisi orang bodoh dan b******k sepertiku", balas Lucas.
Alice mengusap air matanya. "Aku menangis bukan karena mu atau Jasper atau lainnya. Aku menangis karena aku bertanya-tanya. Kenapa hidupku diberikan pilihan yang sulit?
Aku tidak tahu harus pergi ke arah yang mana, Lucas.
Di satu sisi aku mencintai Jasper.
Di satu sisi aku masih menunggumu hingga detik ini",
"Kalau begitu. Pilihlah Jasper, Alice. Dia suamimu. Dan kalian sebentar lagi menjadi orang tua.
Dan aku minta maaf karena nembuatmu menunggu.
Tapi maaf, aku harus mundur demi kebahagiaanmu. Aku memutuskan itu sejak aku melihatmu di rumah sakit minggu lalu",
Alice terisak pelan, "Jika tidak ada pilihan lagi untukku. Bagaimana denganmu? Apa kau punya pilihan?",
"Aku masih punya pilihan",
"Kalau begitu, jangan pernah memilih untuk menjauhiku, Lucas",
"Alice...",
"Aku berusaha mempercayaimu saat ini Lucas. Benar katamu. Aku harus memilih Jasper jika itu maumu. Tapi, aku berharap kita tetap saling berhubungan.
Aku tidak mau memiliki perasaan benci yang sebenarnya aku tidak bisa membenci orang itu.
Dan untuk itu, bisakah kita berteman Lucas?", ujar Alice menyela Lucas.
Ia mengulurkan tangannya seperti ingin bersalaman sambil mengusap air matanya.
Alice mungkin bisa menganggapnya teman. Tapi, apakah dia bisa?
"Sulit bagiku untuk menganggapmu teman Alice", sahut Lucas sambil menggeleng pelan. "Tapi, jika aku menjauh darimupun. Itu malah membuatku tersiksa. So... Let me try."
Lanjutnya sambil membalas uluran tangan Alice.
"Jika tidak mencoba. Kita tidak akan tahu bukan sesulit apa rasanya?", ujar Alice sambil tersenyum.
Dan itu pertama kalinya Lucas melihat lagi senyuman Alice untuknya.
Lucas segera melepaskan tangannya. Ia mengangguk. "Jadi kita teman?",
"Ya, kita teman. Lupakan masa lalu dan terus melangkah kedepan yang kita masih belum tahu berujung dimana", jawab Alice.
Maaf Alice. Tapi, aku tidak bisa sepenuhnya menganggapmu teman.
Aku hanya berusaha membuatmu bahagia dan selalu disisimu walau itu menyakitkan untukku.
Karena, aku masih mencintaimu seperti dulu.
Dan rasa cintaku bukan kebohongan. Itu nyata...
Hanya saja keegoisanku lebih besar.