Sebuah ketukan pintu membuat Jasper langsung menutup berkas-berkas yang ia baca.
Ia menoleh kearah pintu ruangannya dan mendapati Mike masuk.
Mike menarik kursi di hadapan meja kerja Jasper. Ia menyandarkan punggungnya.
"Aku kemarin sudah mengikuti, Alice", ujarnya membuka perbincangan tanpa menyapa terlebih dahulu.
"Dia baik-baik saja bukan? Bahkan dia membawa beberapa kantung belanja", sahut Jasper sambil tersenyum.
"Apa kau tidak merasa ada yang aneh? Apa setelah dia pulang, dia menangis atau bersikap berlebihan?", tanya Mike membuat Jasper bingung.
Jasper mengerutkan keningnya. "Tidak ada yang aneh. Dia seperti biasanya. Hanya saja aku sempat melihat matanya sembab memerah. Aku tidak berani tanya kenapa karena aku tahu dia sangat sensitif ahkir-ahkir ini", jelasnya.
Mike berdecak lidah. Ia menatap Jasper tak yakin.
"Ada apa Mike? Seperti ada yang mengganggu pikiranmu?",
Mike mengangguk. Ia kemudian mengambil ponselnya dari saku dalam jakcet kulit hitamnya.
"Kemarin Lucas ada di pusat perbelanjaan itu..", ujarnya sambil menyodorkan sebuah gambar di dalam ponsel kepada Jasper.
Jasper menerima ponsel itu. Ia menatap Mike. "Jangan bilang mereka bertemu",
Mike bergeming. Ia mengangguk lagi perlahan membuat Jasper menghela napasnya panjang.
"Tapi, kau tenang saja. Lucas tidak menyakiti Alice atau bersikap kasar padanya.
Bahkan dia menolong Alice saat istrimu itu hendak jatuh",
"Apa?! Alice tak bercerita padaku", seru Jasper sambil melebarkan matanya.
"Tenanglah. Dia baik-baik saja. Dia tidak sampai jatuh. Mungkin dia tidak mau membuatmu khawatir", balas Mike.
Jasper kini terdiam. Banyak sekali pikiran yang berputar di kepalanya.
Terutama tentang Alice dan Lucas.
"Dan kedua...", Mike menggantung kalimatnya, "Tapi, kau jangan marah ataupun emosi, Jas",
Jasper mengangkat alisnya.
"Apa? Kenapa?",
"Saat aku mendekati mereka. Aku sengaja duduk di bangku dibalik punggung Lucas mencoba mendengarkan apa yang mereka bicarakan.
Dan Lucas...
Dia meminta maaf pada Alice atas perbuatannya",
"Alice memaafkannya?", tanya Jasper.
Mike mengangguk. "Ya, dan mereka sekarang memulai pertemanan",
Ucapan Mike membuat Jasper merasakan kepalanya pening.
Ia memijit perlahan pangkal hidung diantara kedua matanya.
"Kau harus menjaga Alice lebih extra, Jas. Aku sangat yakin bahwa Lucas pasti berusaha merebut Alice darimu",
Jasper hanya berdehem pelan. Ia memejamkan matanya sejenak.
Lalu bangkit dan melangkah kearah jendela di ruang kerjanya.
"Aku tidak bisa. Alice akan sangat marah bila aku terlalu over protective",
Mike ikut bangkit. "Tapi, jika kau tidak melakukan itu. Bisa-bisa Alice akan luluh lagi padanya.
Bukannya aku ingin memanas-manasimu.
Kau tahu sendiri rasanya menyimpan perasaan yang belum bisa berpaling dari orang yang kau cintai.
Maksudku, move on sangatlah susah.
Dan kau tahu juga bukan? Dulu kau pernah memperingati Alice tentang Lucas.
Tapi, ia percaya pada Lucas daripada dirimu yang sudah dikenalnya sejak lama",
Benar apa yang dikatakan Mike.
Ketakutannya mulai timbul sekarang.
Lucas pasti berusaha mendekati Alice lagi.
Dan apa yang harus ia lakukan?
Beberapa saat mereka berdua terdiam dengan merenung masing-masing.
Hingga Jasper menghela napasnya panjang membuat Mike menoleh.
"Kenapa, Jas? Kau dari tadi terlihat sangat kusut dan banyak pikiran",
Jasper memutar tubuhnya menghadap Mike. Ia memasukan tangannya kedalam saku celana kain hitamnya. Raut wajahnya terlihat takut, bingung, dan sedih.
Kenapa dia? Pikir Mike.
"Aku sudah memikirkan matang-matang semalaman. Apalagi saat kau memberitahuku tentang ini membuatku yakin. Dan juga sejak Lucas datang menemui Alice lagi di restaurant waktu itu",
"Tentang?",
"Aku akan membiarkan Lucas mendekati Alice",
Mike melebarkan matanya. Ia mendekat kearah Jasper dengan langkah lebar. "Kau sedang bercanda bukan?",
Jasper menggeleng, "Aku sangat serius Mike",
Mike mendesah kasar. Ia mengusap wajahnya frustasi.
"Jasper... Kau bisa-bisa menghancurkan rumah tanggamu sendiri", ujarnya dengan penekanan agar pria itu paham.
"Aku tahu apa yang aku lakukan, Mike.
Memang itu resikonya.
Tapi, aku tidak mau terus-terusan hidup dilanda dilema.
Aku sendiri masih tak yakin Alice mencintaiku sepenuhnya atau tidak.
Jika ini terjadi saat kita kuliah.
Aku yakin seratus persen karena memang akulah pria pertama yang disukainya.
Tapi, ini keadaan yang berbeda.
Aku butuh bukti", jelas Jasper
"Maksudmu?",
"Seperti kataku tadi. Aku akan membiarkan Lucas melakukan apa yang dia mau. Kita akan bersiang secara sehat.
Jika Alice nantinya masih berada disisiku meski Lucas mencoba sekuat apapun.
Sudah jelas buktinya.
Dan disitu aku bisa tahu bahwa memang aku sangat dicintainya",
Mike menggeleng, "Aku masih tidak setuju, Jas.
Semua orang itu hampir sama dengan kucing. Bila diberi ikan asin pasti akan datang.
Dan apa kau tidak memikirkan anakmu nantinya? Alice sedang hamil",
Jasper menatap Mike tajam. Ia mendengus setelah itu. "Aku tidak butuh persetujuanmu.
Aku tahu apa yang aku lakukan. Dan aku juga tahu konsekuensinya", ujarnya sedikit ketus sambil menunjuk Mike.
Setelah itu, ia keluar dari ruang kerjanya sendiri dan meninggalkan Mike disana dengan pandangan bertanya kearah punggung Jasper.
"Kenapa dia bersikap aneh?", tanya Mike pada diri sendiri.
•••
"Morning, Jas. Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu",
Sapa Alice sambil menuangkan kopi kedalam cangkir saat melihat Jasper baru saja masuk ke dalam ruang makan.
Jasper diam tak membalas. Ia melangkah kearah meja bar sambil mengenakan kaus dan langsung duduk di salah satu bangku.
Lalu ia meletakan sikunya yang dilipat diatas meja.
"Kau sakit, Jas?", tanya Alice bingung. Tak biasanya Jasper tidak membalas sapaannya.
Bahkan pria itu terdiam.
"Jas? Are you okay?", tanyanya lagi sambil mendekat kearah Jasper.
Jasper masih diam tak menjawab.
Hingga Alice berdiri disamping Jasper dan menyentuhkan telapak tangannya ke kening pria itu.
Tapi, dengan cepat Jasper menangkap tangan Alice sebelum wanita itu mengecek kondisinya.
"I'm okay, sweet",
Alice mengerutkan keningnya. "Tapi wajahmu tampak pucat.
Apa kau mau aku panggilkan dokter?",
Jasper menggeleng. "Mungkin aku hanya kelelahan bekerja",
"Kau yakin?",
"Aku sangat yakin", jawab Jasper.
Alice mengangguk perlahan. Ia tak yakin dengan kalimat 'Aku sangat yakin' dari Jasper.
Wajah Jasper terlihat sedikit tegang dan tampak lelah.
Tapi, ia berusaha untuk tak mengganggu Jasper. Mungkin memang dia banyak pikiran.
Entah benar atau tidak, Alice tidak tahu karena ia sudah tak bekerja lagi semenjak kehamilannya diketahui.
"Baiklah", ujar Alice dengan nada tak yakin."Kau mau makan di meja makan atau disini?",
"Bukankah kau tidak suka makan di meja makan?", tanya Jasper sambil tersenyum simpul.
Alice menghela napasnya lega. Ternyata suaminya itu menggodanya. Bahkan Jasper menggodainya tentang hal yang menurutnya sangat privasi bila pria itu tak memaksanya bercerita dulu.
Ia memeluk Jasper erat dari belakang. "Aku lebih senang bila kau menggodaku daripada bersikap sok dingin", gerutunya.
Jasper tertawa renyah. Ia turun dari bangku dan membalikan tubuhnya.
"Aku tadi tidak bersikap sok dingin. Aku belum sepenuhnya mengumpulkan nyawaku saat bangun tidur", ujarnya sambil meletakan kedua tangannya diatas bahu Alice.
Alice mencebikan bibirnya.
"Kalau begitu mana sapaan untukku?",
Jasper dengan cepat menarik dagu Alice dan melumat bibir merah itu perlahan. Ia tersenyum. "Good morning sweetie. Apa tidurmu nyenyak?",
Perlahan sebuah senyuman muncul di wajah Alice. Ia terkekeh, "Kau selalu membuatku terkejut",
"Bukankah kau suka kejutan, sweet?",
"Tapi tidak jika kau memberiku kejutan seperti tadi. Apalagi sampai kau berpura-pura marah dan kawan-kawannya", jawab Alice.
"Maafkan aku okay? Sekarang kita sarapan dan bersiaplah. Hari ini aku akan mengajakmu ke suatu tempat",
Alice menautkan alisnya. "Kemana?",
Jasper kembali mengecup bibir Alice. Ia tersenyum miring sambil menundukan kepalanya mensejajarkan dengan perut Alice yang sedikit membuncit. "Aku ingin mengunjungi anakku", katanya.
Setelah itu ia meninggalkan Alice yang masih berusaha mencerna apa maksud Jasper.
"Aku akan mengajakmu honey moon yang kedua", timpal Jasper dari arah pantry sambil mengerligkan matanya membuat Alice merasakan pipinya memanas.
•••
Jasper menuntun Alice memasuki private jet yang sudah disiapkan di Manhattan Regional Airport.
Ia masih belum mengetahui kemana Jasper akan membawanya pergi.
Apa benar akan ada honeymoon kedua?
Ia sendiri juga bingung kenapa masih saja malu pada Jasper.
Entahlah..
"Sayang, kita mau kemana sebenarnya?", tanya Alice.
Jasper menoleh kepadanya dengan pandangan terkejut. Lalu ia segera mendorong Alice pelan kearah seat.
"Can you repeat again?", tanyanya dengan binar mata bahagia.
"Repeat again?",
"You called me what?", tanya Jasper.
"Sayang?", ujar Alice bingung. Entah itu pertanyaan atau pernyataan.
Jasper mengangguk. Ia meraih tangan Alice kedalam gengamannya. "Ini pertama kalinya kau memanggilku sayang", katanya senang.
Alice tersenyum. "Benarkah?",
"Benar. Ini pertama kalinya. Bahkan saat kita pacaran dulu kau tidak pernah memanggilku sayang, sweet, babe, darl, atau lainnya.
Kau selalu memanggilku Jas or Reid if you're in bad mood condition"
Alice tersenyum lagi. Ia menyandarkan kepalanya dan melingkarkan tangannya di lengan Jasper. "Kita mau kemana, sayang?", tanyanya lagi membuat Jasper tertawa.
"Kau akan tahu nanti. Yang pasti, disana akan ada Mike dan juga Lucas",
Deg!!!
Why Lucas, again?
Oh my goodness. This is will be the longest trip ever.
Batin Alice.