CHAPTER 15

2317 Words
Alice menggerutu ke arah Jasper yang sedari tadi menuntunnya entah kemana. Matanya ditutup oleh kain hitam hingga ia tak bisa melihat apapun. Dia sempat berpikir, mau kemana Jasper membawanya. Apalagi ia merasakan tanah yang dipijaknya cukup lembek.  Kedua, suara deruan ombak memasuki indra pendengarannnya. Pantai... Jasper membawanya kepantai. Tapi, untuk apa? Ini sudah pukul sepuluh malam. Sambil berusaha bersabar. Alice mencoba mengikut kemana Jasper menuntunnya. Hingga ia duduk di sebuah bangku membuat Alice mengernyit bingung. "Jangan buka matamu. Tunggu perintahku", ujar Jasper. Alice mengangguk. Dengan perlahan Jasper membuka penutup mata yang terikat di kepala istrinya dan segera duduk di bangku di sebrang Alice duduk. "Satu.... Dua.... Tiga.... Buka matamu", Perlahan Alice membuka matanya. Ia mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk kemata. Saat pandangannya sudah seratus persen jelas. Ia langsung menutup mulutnya tak percaya. Jasper Reid. Duduk dihadapannya dengan senyum mengembang dibibirnya. Tak hanya itu, meja dihadapannya juga telah dihias sedemikian rupa apiknya membuat Alice tersenyum. Candlelight dinner... "Jas...", ujar Alice bingung harus berkata apa. Ia hampir saja meneteskan air matanya terharu. "Aku tahu kau sudah memimpikan makan malam romantis di tepi pantai sejak kita kuliah dulu", balas Jasper sambil tersenyum manis. Alice terkekeh, "Tapi aku tak pernah membayangkan makan malamnya akan seromantis ini. Bunga mawar, lilin, dan juga wine?", tanyanya sambil mengangkat sebotol wine di atas meja. Jasper mengangguk, "Dan ini sebabnya kenapa aku sedari tadi sibuk dan tak bisa menemanimu berbelanja", Alice memasang wajah cemberutnya. "Tapi, kau tidak perlu menyuruh Lucas untuk menemaniku", gerutunya. Pagi tadi saat dirinya selesai menemani Jasper untuk pertemuan. Ia ingin sekali mengunjungi salah satu mall yang tak jauh dari hotel mereka tinggal. Tapi, Jasper dan Mike sangat sibuk dan tidak bisa menemaninya. Ia hendak pergi sendiri. Dan Jasper melarang itu dan menyuruh Lucas untuk menemaninya. Alice sempat marah dan menolak.  Tapi, bukan Lucas namanya kalau tidak bisa membuatnya pergi bersama. "Dan makan malam ini sebagai ucapan permintaan maafku karena membiarkanmu pergi bersama Lucas tadi siang", Alice mengela napasnya. Ia meraih tangan Jasper ke dalam genggamannya. "Terima kasih", "Untuk?", "Untuk segalanya", jawab Alice. Ia menatap Jasper. "Aku sangat beruntung memiliki mu dihidup ini, Jas. Kau mau menerimaku apa adanya dan mencintaiku sepenuhnya", Jasper tersenyum, ia mengecup tangan Alice. "Aku harus menepati janjiku bukan? Sejak pertama kita pacaran dulu dan saat diatas altar. Aku sudah berjanji bahwa aku akan selalu mencintaimu", Alice mengangguk. Ia merasakan matanya mulai berat karena air mata menggenang di kelopaknya. Tapi, ia tak bisa menahan air mata bahagia itu. "Kenapa kau menangis?", tanya Jasper khawatir sambil mengusap air mata Alice yang baru saja jatuh. Alice tak menjawab. Ia bangkit dan melangkah mendekat kearah Jasper. Lalu ia duduk di pangkuan Jasper dan menyandarkan tubuhnya pada d**a bidang itu. "Berjanjilah padaku juga kalau kau akan selalu disisiku", Jasper terdiam sejenak. Ia membelai lembut puncak kepala Alice. "Aku tidak bisa berjanji untuk hal itu.  Kau tahu? Hidup dan mati berada di tangan Tuhan. Tapi, percayalah bahwa aku tidak pernah sedikitpun memikirkan untuk meninggalkanmu, Alice.  Apalagi anak kita sedang tumbuh disana", ujarnya sambil mengusap perut Alice. Alice masih saja terisak. "Aku takut, Jas", "Takut kenapa?", "Bukan apa. Tapi, aku hanya takut tentang Lucas. Aku takut bahwa perasaanku akan berubah lagi saat dia berusaha mendekatiku", Jasper tersenyum simpul. Ia memeluk Alice. "Kau tidak perlu takut. Begitupun denganku. Aku sangat percaya bahwa kau bisa melupakannya", "Aku sudah melupakannya", elak Alice. "Aku tahu kau sudah melupakannya. Tapi, secara teori, perasaan sangatlah susah untuk dihilangkan. Butuh waktu yang lama. Dan aku akan menunggu waktu itu, Alice", ujar Jasper pelan. "Aku tidak marah padamu. Tidak pernah terpikir olehku untuk marah", Alice menoleh pada Jasper. Sambil mengusap air matanya ia berkata, "Maaf", Jasper tersenyum, "Simpanlah maafmu. Aku tidak butuh itu", ujarnya. "Jangan menangis lagi", pintanya sambil mengecup kening Alice. Alice mengangguk. "Sekarang duduklah di tempatmu. Ayo kita habiskan malam ini berdua. Aku sudah menyiapkan makanan kesukaanmu", Alice bangkit dari pangkuan Jasper dan kembali duduk di bangkunya. Setelah itu, Jasper dengan cekatan menyiapkan semua peralatan makan dan mulai membantu Alice untuk mengambil hidangan. Mereka berdua menikmati makan malam dengan canda, tawa, dan cerita tentang keduanya di masa lalu. Diiringi deruan angin laut dan ombak yang menggulung membuat malam ini merupakan malam terbaik bagi Alice. Jasper.... Pria yang tak pernah ia bayangkan menjadi suaminya dan ayah dari anaknya saat ini. Dia begitu baik menerima Alice tanpa melihat kehidupan lamanya. Dia juga begitu mencintai Alice tanpa syarat meski dulu Alice sendiri masih ragu terhadap perasaannya. Sambil menopang dagunya diatas meja. Dunia seakan berhenti dan terpaku pada keduanya. Dunia seakan hanya memberi ruang pada Alice untuk memperhatikan Jasper yang bercerita tentang keluarganya. Tentang kehidupan masa kecilnya yang membuat Alice tak bisa menahan tawanya. Ia beruntung akan hal yang saat ini terjadi. Tapi, dibalik senyuman Alice. Ia merada ada yang aneh terhadap Jasper. Seperti ada kilatan kesedihan dimata pria itu. Alice tidak tahu kenapa. Dan ia berharap semua akan baik-baik saja. Semua akan berjalan sesuai yang dia harapkan. "Alice...berdirilah", Panggilan itu membuat Alice mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia tersenyum kearah Jasper dan mengikuti perintah pria itu. "Ikutlah denganku", pinta Jasper sambil menggandeng Alice berjalan menyusuri bibir pantai. Mereka berjalan hingga tebing yang tinggi membuat Alice bergidik ngeri. "Jas, kenapa kita ke tebing? Kalau kita jatuh bagaimana?", tanya Alice panik. "Jangan terlalu kesana. Nanti kau jatuh!", teriaknya lagi. Jasper tersenyum kearah Alice. "Jadi kau takut kehilanganku?", Alice berdecak lidah, "Pertanyaan macam apa itu. Tentu tidak", gerutunya. "Sebenarnya kita mau kemana?", Jasper tak menggubris pertanyaan Alice. Ia masih melangkah dan menuntun Alice hingga berada di tebing yang lebih rendah dengan lipatan dibawahnya.  Dan tanpa aba-aba. Jasper dengan cepat mendorong tubuh Alice perlahan menempel pada dinding tebing. Lengannya mengunci pergelangan Alice dan menatapnya. Menatap wajah cantik istrinya yang terkena sinar bulan dimalam hari. "Aku mencintaimu, Alice. Sangat mencintaimu", lirih Jasper sambil menghubungkan kening dan hidungnya dengan Alice. "Aku juga sangat mencintaimu, Jas", lirih Alice. Jasper terdiam dengan deru napas memburu menerpa wajah Alice. Matanya terpejam dan bibirnya bergetar. Sebenarnya ada apa? Tanya Alice dalam hati. Ia sangat yakin jika ada sesuatu dengan Jasper. Dan ia yakin bahwa Jasper ingin mengatakan sesuatu kepadanya. "Kiss me, Alice", Alice menghela napas lega dan tersenyum. Ia sudah keringat dingin saat Jasper terlihat akan mengatakan hal buruk padanya. Tapi, ternyata tidak. Tanpa banyak berpikir. Alice menarik tengkuk Jasper agar pria itu mendekat dan menciumnya. Tapi, saat bibirnya baru menyentuh bibir Jasper. Dengan cepat tubuh Jasper merosot jatuh. "Jasper!", pekik Alice. Jasper terjatuh dipelukannya tak sadarkan diri. ... Lucas dan Mike berdiri dalam diam tak jauh dari Alice yang duduk di kursi yang berada tepat di samping ranjang putih. Mereka hanya mendengar suara isakan tangis dan juga monitor di atas meja. Ruangan itu terasa sangat hampa dan juga sunyi saat Jasper terbaring di sana dengan keadaan tak sadarkan diri. "Keluarlah. Aku ingin berbicara padamu", bisik Mike. Lucas mengangguk. Sebelum ia keluar mengikuti Mike. Ia melangkah mendekat dan menyentuh bahu Alice. "Aku keluar sebentar", Tak ada jawaban. Hanya isak tangis yang tertahan yang lolos dari bibir Alice membuat hari Lucas berdetak tak karuan. Sambil menghela napas. Ia keluar dari kamar itu dan menutup pintu perlahan. "Ada apa?", tanya Lucas pada Mike. Mike terdiam sejenak. Lalu ia mengusap wajahnya kasar dan menjatuhkan bokongnya di atas bangku yang disediakan di setiap lorong rumah sakit. "Apa Jasper tidak memberi tahumu tentang kondisinya?", tanya Mike. Lucas menggeleng. "Dia tidak memberitahuku", "Sudah dua hari ini dia belum juga sadar. Dokter juga belum memberitahukan hasil tes darah Jasper", ujar Mike frustasi. "Kita berdoa dan berharap semua baik-baik saja. Mungkin Jasper kelelahan hingga tubuhnya drop", Mike menggeleng, "Aku bukan orang bodoh! Aku pernah masuk dalam organisasi kesehatan.  Jika sudah dua hari tak sadarkan diri tidak mungkin kelelahan", serunya. Ucapan Mike membuat Jasper terdiam. Sebenarnya apa yang terjadi pada Jasper? Batin Lucas. "Kita harus menemui dokter secepatnya untuk tahu hasil tesnya, Mike. Jika sesuatu yang buruk terjadi. Kita harus melakukan sesuatu", ujar Lucas sambil menyandarkan diri pada dinding. Mike mengangguk, ia menatap Lucas dengan matanya yang membengkak karena kelelahan. "Kau benar", sahutnya. "Aku juga tak bisa melihat Jasper terbaring di kasur sialan itu!", "Kau sudah menghubungi orang tuanya?", tanya Lucas. Mike mengangguk lagi, "Ya. Mereka dalam perjalanan karena kemarin mereka berada di Singapore. Butuh 16 jam dan transitnya hingga sampai disini", Lucas mendesah panjang. Pikirannya menjadi semakin kacau sekarang. Selain Jasper. Ia sangat mengkhawatirkan Alice dan juga bayinya. Malam itu, saat mereka semua masih berada di Hawaii. Lucas dan Mike sedang mengobrol di cafe yang tak jauh dari hotel untuk mencari angin. Tiba-tiba Lucas mendapatkan panggilan dari Jasper yang ia kira sedang tidur dengan Alice mengingat jam sudah menunjukan hampir tengah malam. Saat Lucas mengangkat panggilan itu. Hanya ada suara tangisan Alice. Ia terkejut dan panik. Ia mencoba bertanya ada apa tapi Alice masih tak bisa mengontrol tangisannya. Hingga Mike menyambar ponsel Lucas dan membimbing Alice untuk meredakan tangisannya. Lucas sendiri tak bisa berpikir jernih saat mendengar Alice menangis. Ia hanya melirik Mike yang tampak tenang. Hingga Mike menatapnya dengan mata melebar. Lucas semakin yakin bahwa ada sesuatu buruk terjadi. Dan benar saja, Mike mengatakan bahwa Jasper jatuh pingsan di pantai. Lucas dan Mike dengan cepat menghampiri tempat dimana Jasper dan Alice berada. Mereka berdua sempat bingung saat melihat sebuah meja makan yang dihias dengan indah tapi tidak ada siapapun disana.  Tapi, Lucas tak hilang akal. Ia mencoba melacak ponsel Jasper melalui aplikasi GPS dan mencarinya. Hingga mereka menemukan Alice dan Jasper. Lucas dengan cepat membopong tubuh Jasper. Sedangkan Mike menuntun Alice dan memeluk wanita itu erat. Mike juga berusaha menenangkan Alice dengan berkata bahwa Jasper pasti baik-baik saja. Malam itu juga, Lucas dan yang lainnya langsung terbang kembali ke Manhattan dengan private jet miliknya. Dan malam itu juga, mereka langsung membawa Jasper ke rumah sakit. "Tuan Mike Stangle dan Lucas Graves? Bisa kita bicara?", Suara seorang pria membuat Lucas dan Mike menoleh. "Baiklah dok", jawab Lucas. "Bisa kita bicarakan di ruangan kerja saya?", Mike dan Lucas bangkit dan mengikuti sang dokter ke ruangannya yang tak jauh dari kamar Jasper di rawat. Mereka di persilahkan duduk di sofa tamu sambil menunggu sang dokter mengambil beberapa amplop. Mike yakin bahwa sesuatu yang buruk sedang terjadi dan hal itu membuatnya takut. "Maafkan saya sebelumnya karena tidak memberitahukan kondisi Tuan Jasper Reid yang sebenarnya langsung saat ia masuk ke ICU", ujar sang dokter sambil duduk dihadapan Mike dan Lucas. "Apa maksud dokter?", "Apa dokter tahu kondisi Jasper sebelumnya?", tanya Mike dan Lucas berurutan. Sang dokter mengangguk sambil menghela napasnya. "Maafkan saya. Saya tidak bermaksud menutupi hal ini karena Tuan Jasper sendiri yang meminta. Dan saya hanya menunggu waktu", Mike mendengus, "Waktu apa? Temanku sedang tak sadarkan diri di ICU. Bahkan adikku sedang mengandung hanya menangis dua hari ini melihat suaminya diatas ranjang dingin rumah sakit", serunya dengan nada setingkat lebih tinggi. Lucas menepuk bahu Mike agar pria itu sedikit sabar. Pasti ada penjelasan lebih lanjut dari sang dokter. Dokter itu menghela napasnya. "Tuan Jasper berkata kepada saya saat kontrol terahkirnya tiga bulan lalu jika kemungkinan terburuk terjadi. Saya harus menunggu dua hari sebelum memberitahukan kepada kalian berdua. Dia juga tidak memperbolehkan saya mengatakan hal sebenarnya pada istrinya, Nona Alice", Lucas memejamkan matanya beberapa detik. "Apa maksud dokter dengan kemungkinan terburuk?", "Kemungkinan terburuk itu seperti yang kalian ketahui. Ia jatuh koma dalam kurun waktu yang tidak bisa diprediksi" Mike tiba-tiba menggebrak meja, "KENAPA DOKTER BILANG DIA HANYA PINGSAN?!", "Saya dalam keadaan terdesak, tuan Mike. Mohon pengertiannya juga. Apalagi saat itu ada Nona Alice di ruangan itu", "Mike, tenanglah. Kita harus mendengar alasan dokter lebih jauh", ujar Lucas berusaha sabar. "Sebenarnya sudah berapa lama Jasper nenderita penyakitnya?", Dokter mengeluarkan sebuah kertas hasil laporan medis Jasper dari dalam amplop. Ia menyodorkan kepada Lucas. "Itu hasil tes Tuan Jasper sejak dua tahun lalu. Saat itu ia hanya melakukan kontrol biasa. Tapi, ternyata ada masalah di bagian otak besarnya. Ia tampak drop dan seperti hilang arah. Tapi, keajaiban terjadi. Dua bulan setelah itu. Ia datang untuk kontrol dan melakukan terapi dengan senyum mengembang di wajahnya.  Saat saya tanya kenapa dia sangat bahagia. Dia berkata bahwa ia bertemu dengan cintanya", Deg! Lucas terdiam merenung. Itu tepat saat ia melancarkan aksinya untuk menggancurkan Jasper lewat Alice. Tepat saat pesta dan Alice menemui Jasper. "Semangat dan kebahagiaan melalui orang yang dicintainya yang membuat Tuan Jasper berusaha bertahan dan berjuang untuk sembuh. Dia selalu rutin untuk terapi dan meminum obatnya membuat perkembangan baik pada penyakitnya. Saat saya mengatakan bahwa harapan  untuk sembuh semakin dekat.  Ia sangat bahagia. Bahkan kebahagiaan itu berlanjut hingga ia mempersiapkan pernikahannya. Tapi, takdir berkata lain. Penyakitnya malah semakin parah beberapa hari setelah itu.  Saya mencoba menindak lanjut dengan jalan terahkir, yaitu operasi. Dan Tuan Jasper menolak operasi itu karena ia tahu bahwa resikonya bisa fatal. Kehilangan seluruh memorinya atau biasa dikatakan lupa ingatan, amnesia. Dia berkata bahwa ia tak mau hidup dengan kehilangan kenangan indahnya bersama nona Alice. Atau membuat Nona Alice menderita karena tidak bisa diingatnya. Selain alasan itu. Tuan Jasper juga punya alasan lain kenapa ia tak mau di operasi", "Apa alasan itu?", tanya Lucas terbata.  Sedangkan Mike hanya terdiam menatap lantai dengan pandangan kosong. "Dia tidak mengatakannya pada saya. Dia bilang bahwa ia akan mengatakannya hanya untuk kalian berdua dan juga nona Alice nanti. Dan berdoalah agar keajabian kedua terjadi lagi selagi saya berusaha", Bibir dan tangan Mike bergetar. Ia berusaha menahan tangisannya tapi tidak bisa lagi. Jasper Reid. Kakaknya. Masuk kedalam ruang ICU dalam keadaan koma. Bahkan pria itu menderita dan melawan penyakitnya sendiri. Mike tahu persis bagaimana tekanan mental yang dialami Jasper saat tahu bahwa tak ada harapan untuk sembuh. Dan saat harapan kecil itu ada. Tuhan sudah berkata lain dan membuatnya harus memilih. Hidup tanpa kenangannya atau mati tapi mengingat seluruh kenangannya. "Apa sebenarnya penyakit Jasper?", tanya Lucas lirih. Mike menoleh kearah sang dokter. Ia menunggu jawaban itu keluar. "Tumor otak", Seperti mendapatkan sambaran petir dan hantaman palu besar. Mike dan Lucas tak bisa memikirkan apa-apa lagi. Otaknya seperti berhenti berputar. "TIDAK!", Teriakan itu membuat mereka semua yang berada di dalam ruangan menoleh ke sumber suara. Dan tepat diambang pintu.  Alice dengan tangisannya berdiri disana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD