Prolog
“Apartemen D’Avenue, lantai sepuluh nomor lima puluh dua,” gumam Tara yang kini sudah berdiri di depan sebuah pintu unit apartemen yang menjadi tujuannya.
Gadis itu kembali mengecek handphonenya, memastikan alamat yang ia tuju benar, terutama nomor unit dan lantai apartemen. Ketika sudah yakin, gadis itu memberanikan diri memencet bel sambil berdoa dalam hati agar yang ditemui olehnya bukanlah orang yang jahat.
Tidak lama, pintu di hadapannya terbuka. Seorang laki-laki yang jauh lebih tinggi dari dirinya keluar, lalu menunduk menatapnya. Tara hampir berteriak ketika laki-laki yang ada di hadapannya ini mirip sekali dengan oppa oppa Korea yang tampan itu.
“Tara?” tanya laki-laki itu, sambil menatap Tara bingung.
Tara mengangguk pelan, “I-ini benar rumah pak Adam yang buka lowongan pekerjaan untuk jadi babysitter?” tanyanya, sekali lagi memastikan. Padahal sudah jelas laki-laki itu mengetahui namanya, untuk apa bertanya lagi?
Laki-laki itu mengangguk, “Silahkan masuk,” ujarnya, mempersilahkan Tara masuk ke dalam apartemennya.
Ketika Tara masuk, yang nampak pertama kali di matanya adalah sebuah tumpukan cucian pakaian, cucian piring serta remahan biskuit yang berserakan. Jelas, apartemen tersebut terlihat sangat-sangat berantakan, dan hal tersebut membuat Tara kesal dibuatnya.
“Silahkan duduk,” kata laki-laki itu, “CV nya, bawa?” tanyanya, menagih CV milik Tara.
Tara mengangguk, kemudian memberikan CV miliknya kepada laki-laki itu. Ia terlihat memeriksa selama kurang lebih, dua menit, lalu mengembalikannya kepada gadis itu.
“Udah selesai, pak?” tanya Tara bingung.
“Kamu diterima,” ujar Adam, setelah memeriksa CV milik Tara. “Kita cuma beda satu tahun, nggak usah panggil saya pak,” pinta laki-laki itu kepadanya.
“Hah? Setahun?!” tanya Tara bingung, karena yang ia tahu ia akan menjadi seorang babysitter untuk anak berumur lima tahun. “M-maksud saya-“
“Papa!”
Seorang anak berumur lima tahun berlari keluar dari sebuah kamar, gadis kecil itu kemudian bersembunyi di balik tubuh laki-laki itu sambil menatap Tara penasaran.
“Ini Binar, anak saya,” ujar Adam menjelaskan. “Tugas kamu di sini, menjaga Binar dari jam empat sore sampai jam tiga pagi.”
Tara melebarkan matanya, “Jam tiga pagi?!” tanyanya terkejut, “kenapa sampai jam tiga pagi?!”
Adam menghembuskan napasnya, sudah pasti gadis itu terkejut dengan jam kerjanya yang bisa dibilang, tidak normal. “Saya bekerja di klub malam,” jelas Adam.
“K-klub malam?!”
Enggan memperjelas apa pekerjaannya, Adam langsung menjelaskan soal sistem gaji yang akan ia berikan kepada Tara selama sebulan. “Untuk gaji, memang tidak terlalu besar. Hanya dua juta perbulan. Tapi, selama kerja di sini, kamu bebas makan apa pun yang ada di kulkas saya. Di sini juga ada wifi, kamu bisa pakai internet sepuasnya.”
Dua juta rupiah perbulan itu adalah nominal yang besar, dan tentu saja Tara tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini!
“Jadi, gimana, kamu bersedia sama jam kerjanya?” tanya Adam.
Tara mengangguk, “Saya bersedia, pak. Eh maksud saya, mas. T-tapi, boleh nggak kalau saya minta gaji dibayar di muka?”
Adam mengerutkan dahinya, “Gaji dibayar di muka? Dari mana saya tahu kalau kamu nggak akan kabur bawa uang gaji itu dan nggak bertanggung jawab sama pekerjaan kamu?”
Tara menggeleng, “Nggak akan, mas. Saya janji, saya juga kan masih mahasiswi. Saya cari pekerjaan karena orang tua saya kena musibah dan saya nggak bisa bayar kosan mas. Jadi, saya minta gaji di muka untuk lunasin kosan saya selama dua bulan ini.”
Adam terlihat berpikir. Jika ia menolak, ia tidak mungkin akan menemukan pelamar lain dalam waktu dekat. Ia juga tidak mungkin menemukan pelamar lain yang masih ingin lanjut jika mengetahui jam kerjanya, jadi, laki-laki itu memutuskan untuk memberikan gaji di muka, namun hanya setengahnya.
“Saya kasih setengahnya, untuk jaga-jaga biar kamu nggak kabur.”
Tara tersenyum lebar, ia merasa senang sampai-sampai menepuk tangannya kegirangan. “Makasih mas, makasih!”
Adam kemudian menggendong Binar, dan meletakkan gadis kecil itu di pangkuannya. “Binar, kenalin, ini tante Tara. Tante Tara akan jagain kamu kalau papa kerja ya,” jelasnya kepada gadis kecil itu.
Binar mengangguk, “Owgey, pa! Hai, kak Tara.”
Tara mengerjapkan matanya, ia sama sekali tidak berpengalaman mengurus seorang anak lima tahun, namun ia harap semuanya akan berjalan lancar dan baik-baik saja.
“Halo, Binar.”