Penyesalan Narendra (After Flight Accident)

2007 Words
Kita akan membahas tentang Naraya Aruna .... Semua orang enggak ada yang tahu siapa sebenarnya Naraya Aruna saat menikah dengan seorang Aktor tampan paling terkenal di Indonesia, terlebih dia adalah anak pertama dari Lukman Pradipta, seorang konglomerat paling disegani di Indonesia. Tak ada yang tahu tentang dia hingga kabar bahwa beliau menjadi salah satu korban dari Pesawat Beoing 737 yang jatuh bulan lalu. Kabar angin yang berhembus adalah Narendra Pradipta menikahi seorang gadis tanpa keluarga yang dia temui di lokasi syuting filmnya. Naraya adalah seorang Manajer yang bekerja untuk mengatur segala sesuatu di rumah Produksi Eagle Picture. Dan... Narendra tertarik kepada gadis itu di awal perjumpaan mereka, menikah hanya dalam waktu satu bulan setelah bertemu. Tapi.. Apakah kalian tahu latar belakang menyedihkan yang dialami oleh wanita itu. Dia adalah wanita yang hidup sebatang kara sejak lulus SMA, dia diselamatkan oleh Kirana Almira, Pemilik Eagle Picture setelah berhari-hari terluntang lantung. Dikuliahkan oleh Kirana sekaligus bekerja di Eagle Picture dari posisi yang paling bawah. Menjalani dua kehidupan yang menguras tenaganya. Di pagi hari, Naraya akan kuliah, sedangkan setelah kuliah dia akan memulai pekerjaannya di Eagle Picture hingga dini hari. Tak ada yang pernah menyangka bahwa gadis yang dijuluki Cinderella masa kini, itu memang menjalani kehidupan sebagai seorang Cinderella di dunia nyata. Tak ada yang tahu betapa kesedihan yang dia alami sebelum bertemu dengan suaminya yang merupakan pria sempurna yang diimpikan oleh semua orang. Tampan, baik, memiliki karier yang cemerlang, bahkan Putra dari Konglomerat paling terkenal di Indonesia. Tapi, apakah pernikahan yang kita anggap sempurna itu benar-benar sempurna? Menurut kabar yang berhembus, kepergian Naraya Aruna ke Singapura sendirian adalah untuk menenangkan diri. Dari foto-foto online yang tersebar. Terlihat wanita yang mirip dengan Naraya keluar dari ruang Obgyn dengan wajah sendu. Dia mengusap perutnya dengan tatapan penuh kesedihan. Rumor yang beredar menyebutkan bahwa pernikahan antara Naraya dan Narendra tidak berjalan dengan baik karena ada wanita lain yang datang ke tengah mereka yang tak lain dan tak bukan adalah Sarah Myer. Mantan tunangan Narendra dulu sebelum menikah dengan Nara. Narendra terkekeh, menertawakan narasi yang diucapkan oleh kedua orang presenter gosip itu yang membahas tentang Nara. Mendengarkan dengan seksama fakta terakhir yang diberikan presenter gosip itu dengan kekehan menyakitkan. Dia sadar bahwa selama sebulan terakhir ini, namanya menjadi perbincangan khalayak ramai dengan fakta perselingkuhannya. Kepalanya bersandar di dudukan pinggir sofa seperti orang yang sedang tengkurap. Pandangannya terus melihat ke arah tv yang terus menayangkan berita tentang Nara. Sebulan. Semua headline baik itu media cetak, online maupun elektronik mengabarkan tentang kecelakaan pesawat itu dan juga Nara. Rasanya jika dia bisa menggantikan posisi Nara atau setidaknya menahan kepergian gadis itu semua ini tak akan terjadi. atau mungkin cara terbaik adalah tidak membuat Nara masuk ke dalam hubungan rumit yang dia ciptakan sendiri. Narendra memekik, menekan d**a kirinya yang semakin hari semakin nyeri. Satu tahun, usia pernikahan mereka satu tahun dan dia tak tahu sedikit pun tentang gadis itu. Selama sebulan terakhir dia mengetahui fakta-fakta menarik seorang Naraya Aruna hanya dari televisi dan artikel yang ditulis orang lain. Hal yang lebih menyakitkan untuknya adalah saat mengetahui dari kedua adiknya bahwa Mamanya dulu begitu membenci Nara dan bahkan berniat untuk mencelakai gadis itu hingga akhirnya membuatnya kehilangan janin yang dia kandung. Nara tak pernah mengatakannya. Dia selalu bersikap biasa dan bahkan selalu memperhatikan kedua orang tuanya meskipun setelah kejadian itu tak pernah terjadi. Gadis itu bersikap seolah robot yang disetting untuk selalu terlihat baik-baik saja dan untuk pertama kalinya, dia menunjukkan emosinya di pertemuan terakhir mereka, yang membuat penyesalan Narendra semakin menjadi-jadi. Jika saja, dia bisa sedikit saja rasa perhatian yang dia berikan kepada Sarah untuk Nara. Semua ini tak akan pernah mungkin terjadi “Berhenti menonton semua hal ini!” pekik Naresh yang tiba-tiba datang dan mengambil remot yang ada di atas meja “Biarin saja. Jangan dimatikan!” Teriak Narendra kepada adik pertamanya itu yang hanya bisa terdiam melihat kakaknya lebih terlihat seperti makhluk hidup. Dia melirik ke arah Naresh, adik pertamanya yang juga terlihat sendu. “Baru menyesal karena menyia-nyiakan Nara setelah dia nggak ada,” ucapan bernada Sarkasm yang diucapkan Naresh membuatnya tak dapat berkutik. Dia hanya terdiam, bangkit dari posisinya dan duduk dengan bersandar ke punggung sofa. “Ada kabar?” ujarnya lirih yang dijawab dengan gelengan Naresh. Dia duduk di sebelah Kakaknya itu lalu mendesah. “Tim SAR dan tim penyelamat masih belum menemukan titik koordinat yang tepat.” Narendra menggigit bibirnya, mendongakkan kepala ke atas lalu memijit pangkal hidungnya untuk menahan air matanya yang kembali ingin terjatuh. Memikirkan bagaimana Nara belum ditemukan membuat rasa sakitnya semakin menjadi-jadi. Dia tahu gadis itu bahkan tak suka hujan dan kini gadis itu kemungkinan berada di dasar laut yang dingin dan gelap. Narendra menundukkan kepalanya, menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya sebelum kemudian menarik rambutnya dengan cukup keras sehingga membuat kulit kepalanya terangkat. Pulang yuk, Ra.... aku belum sempat meminta maaf kepadamu. Narendra mendesah frustrasi. Dia tak pernah menyangka bahwa menunggu kabar yang tak pasti akan sesakit ini. Apakah ini yang Nara rasakan setiap hari, menunggunya yang bahkan tak pernah ingat dengan rumah. Kehadiran Sarah membutakan dirinya. Membuatnya tak menyadari bahwa selama 6 bulan pertama pernikahan mereka, Nara sudah berhasil menutup rasa sakit yang Sarah berikan. Kenapa baru sekarang dia menyadari bahwa rasa sayangnya berkembang untuk Nara setelah dia kehilangan gadis itu. Dia ditutupi oleh egonya dan membuatnya tak menyadari ada seorang gadis yang selalu menyambutnya dengan tulus dan mendengarkan semua keluh kesahnya tanpa sedikit pun mengeluh. “Papa nyuruh kamu ke sini lagi?” tanya Narendra kepada Naresh. Adiknya yang sejak tadi terus sibuk dengan ponselnya, menghubungi semua orang yang dia tahu untuk mendapatkan berita tentang kakak iparnya. Naresh mengangguk, “Papa khawatir lo bakalan ngelakuin hal bodoh.” Suasana hening terjadi di antara mereka, selama ini hanya Naura dan Naresh yang baik dengan Nara, memperhatikan Nara selayaknya kakak kandung mereka sendiri, memberikan rasa nyaman yang Nara tak pernah dapatkan darinya atau Mama. Dia tahu, saat bertemu dengan Papa untuk pertama kalinya, Papa menyukai Nara dan membiarkan mereka menikah, berbeda dengan mama yang lebih mementingkan bibit, bebet dan bobot Nara. Sehingga membuat beliau begitu membencinya. “Lucu nggak, Ren..” Suara Naresh yang mengambang membuat Narendra menoleh ke arahnya. Matanya terlihat berkaca dengan tatapan sendu. “Nara tahu kalau mama nggak pernah menyukai dia, tapi bersikeras tinggal di rumah seminggu terakhir sebelum kepergiannya.” Narendra mengangkat tubuhnya, menatap adiknya dengan tatapan tak percaya. “M-maksud lo?” tanya Narendra tak mengerti, dia melihat adiknya yang biasanya cuek kini terlihat sendu “Nara tinggal di rumah?!” “Lo nggak tahu. Ah iya, gue lupa lo memang nggak pernah ingin tahu apa yang Nara lakukan,” Kata Naresh tajam. “Nara bilang kalau lo yang nyuruh dia tinggal di rumah, katanya lo bakalan syuting di Eropa dan apartemen lo lagi perbaikan,” Naresh terkekeh. “Alasan yang mengada-ada memang, dia bahkan berjanji ke Mama bahwa ini terakhir kalinya dia akan merepotkan Mama, dan kejadian. Itu memang terakhir kalinya, Mama bahkan kita semua ketemu sama Nara.” Naresh menelan ludahnya, “Lo tahu betapa nggak sukanya Mama sama Nara, tapi entah mengapa seminggu terakhir itu, Nara ngelakuin yang nggak pernah gue sama Naura lakuin. Ngedeketin mama dan ngebuat mama suka sama dia. Gue nggak nyangka saja kalau itu dia lakuin agar nggak ada yang mengenangnya dengan kebencian.” “Lu pasti nggak tahu apa yang membuat Papa yang bagi kita berdua mengerikan dan hanya memperlihatkan senyumnya sama Naura bisa membagi senyum itu ke Nara yang bukan siapa-siapa.” Naresh kembali menghentikan ucapannya, “Seminggu Nara di rumah, gue baru sadar... satu-satunya orang yang dengan senang hati menerima ajakan Papa mancing Cuma dia. Naura bahkan bilang bahwa Nara sering menemani Papa mancing. Suatu hal yang kita anggap paling membosankan dan menakutkan di dunia, dilakukan Nara dengan senyuman.” Narendra terdiam, air mata yang dia tahan kembali keluar. Sebulan terakhir, air matanya terus mengalir bersamaan dengan penyesalan dan rasa sakit yang dia rasakan. Dia tertawa, tertawa memekikkan, menertawakan dirinya sendiri yang bodoh. Saat menyadari bahwa Nara pergi dari Apartemen dan membawa semua barang-barang miliknya saat masih lajang. Dia mencari Nara ke tempat yang mungkin Nara datangi tapi hasilnya nihil. Dia tak menyangka bahwa Nara akan bersembunyi di tempat yang tak pernah dia pikirkan. Rumah orang tuanya. Tempat yang mungkin saja menjadi neraka oleh seorang menantu yang tak disukai oleh mertua perempuannya, namun yang Nara lakukan adalah datang ke sana seolah menyodorkan diri. “Mama bagaimana?” “Masih syok. Berita kepergian Nara bahkan kata-kata yang Naura berikan ke Mama membuat beliau tenggelam dalam penyesalan seperti yang lo lakuin.” “Mama terus bilang bahwa beliau tak menyangka apa yang dia lakukan ke Nara juga akan membunuh cucu yang selama ini selalu menjadi alasan mama membencinya. Bagaimana setelah itu Nara bahkan tetap datang di setiap pertemuan keluarga dengan senyuman yang sama seperti tak pernah terjadi apa-apa. Sama sekali tak pernah menyalahkan Mama atas semua kejadian yang terjadi dan...” Naresh menghentikan ucapannya, tatapan matanya nanar sembari menggigit sudut bibir, menahan kesedihan yang dia rasakan. “...Mama menyadari bahwa Nara nggak seperti yang dia pikirkan begitu dia pergi untuk selamanya.” Naresh kembali mendesah lalu menatap foto pernikahan Kakaknya yang ada di samping TV. “Nara kayaknya nggak pernah tersenyum penuh kebahagiaan kecuali di foto itu.” Narendra mengikuti arah pandangan Naresh sebelum kemudian terdiam. Benar. Nara memang tak pernah tersenyum seceria itu dengan tatapan penuh binar kebahagiaan selain di foto-foto pernikahan mereka. “Gue masih nggak ngerti, kenapa lo nyia-nyiain wanita yang bener-bener tulus sama lo demi mantan tunangan Lo yang sudah jelas-jelas ninggalin lo waktu itu.” Narendra terdiam tak dapat membalas kata-kata yang diucapkan oleh Naresh. Rasanya dia ingin mengutuk dirinya sendiri karena tak bisa berpikir dengan jernih. Dan membuatnya melakukan tindakan bodoh itu. Dia tak menyadari bahwa enam bulan pertama pernikahan mereka begitu indah. Walaupun dia memanfaatkan Nara, tapi setidaknya enam bulan pertama itu mereka sama seperti pengantin muda lainnya. Canda dan tawa terjadi di antara mereka, selama awal pernikahan mereka dia bahkan sama sekali tak pernah memikirkan kembali tentang rasa sakitnya dengan Sarah. Hingga... akhirnya Sarah kembali dan membuatnya kembali dibutakan oleh pesona memabukkan oleh mantan tunangannya itu. “Nyesel nggak lo, Ren... jujur, gue dan Naura sekarang dipenuhi dengan rasa bersalah yang teramat besar. Jika saja waktu itu kita berdua nggak masa bodoh dengan apa yang terjadi hanya karena lo kakak kandung kita, jika saja waktu itu kita berdua nyadarin lo bahwa perselingkuhan yang lo lakuin ini salah, Mungkin saja membuat Nara nggak bakalan naik pesawa terkutuk itu. Dia mungkin nggak bakalan berpikir untuk kabur ke Singapura Cuma untuk menghindari lo. Dan mungkin, setidaknya gue sama Naura bisa bantu jaga anak kalian,” ujar Naresh dengan nada bergetar. Narendra sendiri seperti dihantam oleh kenyataan. Telapak tangannya menekan kedua matanya yang tertutup memberikan tekanan kepada bola matanya agar tidak mengeluarkan mengeluarkan air matanya. Namun sepertinya gagal, ego dan harga dirinya yang selama ini dia banggakan akhirnya hancur berkeping-keping di depan adiknya. Rasa bersalah dan penyesalan yang teramat besar yang dia rasakan sekarang membuatnya tak berdaya. Dia menatap sekali lagi foto pernikahan yang ada di samping televisi, berusaha berdiri dan melangkah dengan tertatih menuju ke arah foto itu, menatap foto Nara yang kini terlihat begitu cantik di hadapannya. Air matanya menetes mengenai wajah Nara. Dengan tangan yang bergetar, Narendra mengusap wajah Nara, lalu kembali mendekap foto itu dengan erat, sama seperti sebulan yang lalu saat dia mendekap surat terakhir Nara untuknya. “Kenapa waktu itu gue ketemu dengan Nara...” Tubuh Narendra luruh hingga memuatnya bersimpuh, “Seharusnya saat itu gue nggak ketemu dengan dia dan membuat Nara masuk ke dalam permainan yang gue mainin.” Narendra berteriak, menangis dengan begitu keras sembari memanggil nama Nara dan mengucapkan permintaan maafnya yang terlambat. Bullshit dengan semua perkataan orang bahwa laki-laki pantang nangis. Rasa sakit yang teramat besar membuatnya tak dapat menahan kesedihan dan penyesalan yang teramat besar. Jika saja dia bisa memutar waktu, rasanya dia ingin pergi ke masa lalu di mana pertama kali dia bertemu dengan Nara dan membangun hubungan yang baru, tanpa pikiran piciknya yang hanya menginginkan Nara sebagai pelampiasan karena kepergian Sarah dulu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD