BAB 3: Perkara Rokok

2929 Words
Jam di dinding sudah menunjukan lewat tengah malam, suasana sepi kamar Winter terasa sangat dingin dan berantakan. Sepanjang malam Kimberly terus mencari tahu siapa Winter Benjamin hingga ke dasar, Kimberly juga berusaha mencari-cari keberadaan handpone Winter yang tidak di ketahui keberadaannya. Setelah beberapa jam mencarinya, Kimberly akhirnya menemukan handpone Winter di dalam tas sekolahnya sendiri. Dari handpone yang di temukan, Kimberly semakin menemukan banyak kebenaran menyedihkan tentang kehidupan Winter Benjamin. Ada banyak kebenaran yang Kimberly dapatkan, Paula dan Winter berteman sejak kecil. Saat masih kecil, Winter sangat bersinar dan suka pilates, gadis itu mengumbarkan senyuman di setiap waktu dan aktif melakukan banyak hal seperti anak-anak seusianya. Namun, entah apa yang sudah membuat gadis itu berubah.. Winter bersinar semasa kecilnya saja, saat mulai beranjak dewasa dia berubah, tidak lagi tersenyum dan hanya menunduk tidak pernah mau memandang kamera lagi. Kimberly juga mulai mengetahui, jika Paula adalah orang yang selalu mendorong Winter untuk memakan banyak cokelat dan kue. Ada banyak catatan yang Winter tinggalkan di bukunya dan bukti-bukti percakapan di pesan yang tertinggal. Paula mengatur kehidupan Winter hingga ke dasar seakan tubuh dan pikiran Winter harus di kuasai dan di atur oleh Paula. Kehidupan Winter sangat kacau, dia tidak memiliki kemampuan untuk menjaga dirinya sendiri, bahkan kekayaan dan kekuasaan yang di miliki keluarganya seakan tidak berpengaruh apa-apa untuk Winter. Suara hembusan napas berat terdengar dari mulut Kimberly, Kimberly menjatuhkan dirinya ke ranjang dan terbaring di sana. Pikiran Kimberly berkecamuk memikirkan hari yang akan di di lewatinya esok. Kimberly pasrah jika besok dia meninggal karena itu sudah menjadi keputusannya. Namun, jika dia tetap hidup dengan tubuh seorang gadis bernama Winter, mau tidak mau Kimberly harus menjalankannya. Tetapi, bagaimana cara Kimberly menjalani kehidupan Winter Benjamin? Semua yang di miliki Winter berantakan, tubuhnya, pola pikirnya, kehidupan sehari-harinya, kehidupan sekolahnya, semuanya berantakan dan kacau. Meskipun begitu, kehidupan kedua yang terjadi pada Kimberly sekarang adalah anugrah dari Tuhan. Ini adalah kesempatan kedua yang telah Tuhan berikan. Kemberly terbaring di tengah ranjang sambil memandangi langit-langit kamar yang di hiasi pernak-pernik hiasan bintang yang menyala. Banyak buku yang terbuka bertebaran di lantai, beberapa buku album photo terbuka dan bertaburan. Seluruh isi kamar benar-benar di buat berantakan oleh Kimberly. Kimberly bernapas dengan cepat merasa sesak dan sangat tidak terbiasa dengan tubuh yang besar yang gampang berkeringat dan kelelahan. “Jika besok aku masih hidup dengan tubuh Winter. Aku akan menjadi dia dan memulai hariku yang baru.” Bisik Kimberly dengan suara yang memberat. Sebuah tekad dan rencana muncul di pikiran Kimberly, dia akan akan segera melakukan rencananya jika besok setelah dia bangun, dia tetap menjadi Winter Bejamin. Perlahan Kimerly memejamkan matanya dan tertidur. Kimberly sedang mengumpulkan sisa-sisa mental dan kejiwaannya yang masih normal untuk tetap bisa bersikap biasa saja dengan keajaiban yang dia dapatkan hari ini. Kimberly harus menjalani harinya esok dengan baik dan berani memulai sesuatu yang baru jika memang besok ketika dia membuka mata, dia masih hidup dan masih berada dalam tubuh Winter. *** Kimberly membuka matanya perlahan dan mengeliat dengan kesusahan, cuaca pagi ini sangat cerah membuat Kimberly terbangung lebih cepat karena tidak nyaman. Cukup lama Kimberly terdiam, pikirannya berkelana memikirkan apa yang sudah terjadi hari kemarin. Tangan Kimberly perlahan terangkat untuk memastikan bahwa apa yang terjadi hari kemarin masih terjadi kepada dirinya sekarang. Kimberly menahan napasnya dengan berat melihat tangannya masih sama besarnya dengan kemarin malam, itu artinya saat ini jiwanya masih terperangkap di dalam tubuh Winter Benjamin. “Aku masih ada di tubuh Winter.” Bisik Kimberly napas yang sesak. Perlahan Kimberly terbangun dan melihat seisi ruangan kamar yang berantakan, dengan susah payah Kimberly bergeser dan turun dari ranjang, Kimberly segera pergi ke kamar mandi. Kimberly berdiri di depan cermin kamar mandi dan memperhatikan penampilannya sendiri yang terlihat aneh. Napas Kimberly terdengar sangat berat, dia tidak bisa berhenti memandangi wajah barunya yang sangat cantik namun ada sesuatu yang seharusnya tidak terjadi. Wajah yang kusam, rambut yang tidak terurus, kulit yang kering, tubuh yang tidak begitu jelas bentuknya dan sangat lemah, semuanya harus di perbaiki secara besar-besaran. Kimberly harus menguruskan tubuh Winter, mungkin Kimberly harus menurunkannya lebih dari empat puluh kilogram berat badannya dan melakukan banyak perawatan. Kurus ideal bukan hanya karena untuk tampil cantik karena kecantikan juga harus dari hati. Kimberly adalah mantan super model yang sangat menjaga penampilan dan wajahnya, dia juga sangat menyukai olaharaga, dia akan sangat frustasi bila berolahraga dengan lancar dan tidak bisa memakai pakaian cantik sesuka hatinya karena halangan bentuk tubuh. Perlahan Kimberly menarik ke atas gaun tidurnya dan melepaskannya, Kimberly tersenyum samar melihat tubuh yang kini terpampang lebih jelas di cermin. Winter yang harus Kimberly tangani. “Aku harus bertemu dokter gizi dulu sebelum olahraga dan diet.” Gumam Kimberly seraya melihat-lihat tubuh Winter yang tidak enak dia pandang dari sudut manapun. Kimberly membuang napasnya dengan berat, Kimberly semakin berdiri lebih tegak di depan cermin memandangi mata indah Winter dalam-dalam. Sungguh cantiknya mata Winter, wajahnyapun begitu sempurna di setiap sudut dan lekukannya meski kini tertimbun lemak, sangat di sayangkan Winter tidak menyadari seberapa cantiknya dia. Tidak mengherankan seberapa cemburu dan irinya Paula pada kecantikan dan semua yang di miliki Winter. Kimberly sudah bertekad semalam. Tuhan sudah memberikan jawaban apa yang Kimberly khawatirkan. Pagi ini Kimberly tetap masih hidup dengan tubuh Winer. Itu artinya mulai pagi ini Kimberly harus menerima diri dan belajar menjadi Winter seutuhnya. “Selamat pagi Winter. Selamat tinggal Kimberly.” Sapa Kimberly pada tubuh barunya. *** Benjamin dan Vincent duduk saling berhadapan di meja makan, keduanya hanya diam memandangi banyaknya makanan untuk sarapan pagi. Semua jenis kue makanan berat kesukaan Winter memenuhi meja, namun Winter tidak muncul sejak kemarin bahkan Winter tidak mau memakan apapun selain minum teh. Semalam Benjamin dan Vincent sudah mendiskusikan banyak hal mengenai Winter. Bila Winter masih bersikap aneh sampai hari ini, dengan terpaksa mereka akan membawa Winter pergi ke rumah sakit. Tangan Vincent yang berada di atas meja saling bertautan, pria itu terlihat gelisah karena pagi ini Winter belum muncul juga, Vincent khawatir jika Winter akan kembali mengurung diri seperti hari kemarin. “Aku sangat khawatir dengan Winter, sebaiknya kita hubungi psikolog lagi jika dia tidak mau berbagi cerita kepadaku maupun Ayah mengenai masalah yang dia hadapi.” “Lakukan apapun yang bisa membuat Winter kembali seperti semula.” Jawab Benjamin dengan sedih. “Apa kita akan membawanya ke rumah sakit bila pagi ini dia tetap mengurung diri?.” “Kita harus berkonsultasi dulu dengan dokter. Ayah khawatir bila apa yang terjadi pada Winter sekarang bagian dari traumanya di masa lalu yang kembali muncul.” Dengan berat hati Vincent mengangguk setuju. “Selamat pagi.” Suara Winter dengar tegas menyapa membuat Benjamin dan Vincent langsung mengangkat kepala mereka dan beranjak berlari kearah Winter. “Winter, astaga” Vincent langsung memeluk Winter dengan erat dan merapalkan kata terima kasih karena lega akhirnya Winter keluar dari kamarnya dan tidak mengurung diri lagi. “Aku sangat senang akhirnya kau keluar kamar juga.” Winter tersenyum memaksakan dengan napas begitu Vincent melepaskan pelukannya. Di detik selanjutnya giliran Benjamin yang memeluk Winter dan membuat Winter kembali sesak. “Winter sayang, apa yang terjadi? Apa harimu sangat berat? Harusnya kau mengatakannya kepada Ayah jika kau tidak kuat menjalani harimu. Puteriku yang cantik, Ayah sangat khawatir padamu.” Benjamin terdengar seperti menangis sedih, namun di waktu bersamaan dia sangat lega karena puterinya baik-baik saja. Winter terpaku kaget, tubuhnya terasa bergetar. Dulu, saat berada di kehidupan Kimberly, dia hanyalah seorang wanita cerdas dan selalu bekerja keras sepanjang waktu karena dia terlahir tanpa di ketahui identitas keluarganya. Kimberly memulai segalanya dari nol tanpa sosok orang tua. Saat masih bayi, seorang suster menemukan Kimberly di tengah malam dan di tinggal begitu saja di depan panti asuhan. Akhirnya Kimberly hidup di panti asuhan hingga tumbuh dewasa, hidup di panti asuhana membuat Kimberly selalu bekerja keras untuk mendapatkan apa yang dia. Kerja keras Kimberly akhinya membuat dia mencapai titik tersukses dalam kariernya dengan menjadi seorang super model meski pada akhirnya berakhir dengan tragis. Kimberly tidak pernah merasakan di khawatirkan dengan tulus oleh sosok yang bernama keluarga. Kini Kimberly merasakan bagaimana rasanya di khawatirkan oleh sosok keluarga, rasanya sangat menakjubkan dan hangat. Tanpa sadar Kimberly membalas pelukan Benjamin, sesaat dia teringat bahwa hari ini dia bukan lagi seorang Kimberly, namun Winter Benjamin. “Katakanlah, apakah kau memiliki masalah di sekolahmu?.” Tanya Benjamin seraya melepaskan pelukannya. Mata Winter bergerak kecil melihat Benjamin dan Vincent bergantian, pikirannya berkelana memikirkan alasan apa yang harus dia berikan karena Kimberly sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi hingga membuat Winter Benjamin yang asli di temukan tidak sadarkan diri di atap gedung sekolah. “Aku tidak memiliki masalah apapun.” Jawab Winter dengan terbata. “Setelah sadar dari tidur panjangmu, kau bersikap aneh Winter, kau tidak perlu menyembuyikan apapun karena Kakak dan Ayah akan selalu membantumu jika kau membutuhkan bantuan.” Kata Vincent dengan serius. “Kemarin aku kelelahan, jadi emosiku tidak stabil. Maafkan aku karena sudah membuat kalian khawatir.” Mendengar jawaban Winter membuat Benjamin dan Vincent langsung saling melihat dan bertanya-tanya apakah Winter menjawab dengan jujur atau berbohong. “Apa kamu yakin? Kakak tidak sengaja mengetahui bahwa kau memiliki masalah di sekolah, kau jangan khawatir, kakak sudah menuntut pihak sekolah atas pembullyan dan bodyshaming yang kau terima. Jadi, percaya dirilah, kau mengerti?.” Kata Vincent terdengar sangat hati-hati. “Tidak perlu, aku akan mengatasinya sendiri.” “Tapi Winter.” “Aku baik-baik saja.” Winter tersenyum misterius, dia tidak akan membiarkan orang-orang yang pernah memanfaatkan dan menyakiti Winter berakhir dengan hukuman biasa. Winter akan membalas mereka dan mempermalukan mereka satu persatu hingga mereka tidak bisa melewati hari esok lagi. “Ehem, kau pasti lapar. Ayo, duduklah” Benjamin menepuk pundak Winter dan membawanya menuju meja makan, dengan penuh perhatian Vincent ikut membantu menarikan kursi. Mata Winter bergetar menatap ngeri semua makanan berat yang tersedia di meja, hanya dengan melihatnya saja sudah membuat Winter langsung tidak berselera, malah tenggorokannya terasa langsung mual mencium aroma gula, pengembang, telur, cream di mana-mana. “Winter minumlah.” Vincent memberikan segelas s**u. “Air mineral.” Jawab Winter dengan penuh tekanan. Vincent terlihat kaget, namun dia tidak bertanya. Vincent mengambilkan gelas air mineral dan memberikannya, Winter langsung mengambilnya dan meminumnya hingga habis. “Lagi.” Vincent menelan salivanya merasa bingung, dengan penuh perhatian dia tetap mengambilkan segelas air mineral lagi. Winter meminumnya lagi hingga habis. Itu adalah salah satu kebiasan Kimberly di masa lalu, dia akan minum dengan banyak agar ketika memakan sesuatu, dia menjadi cepat kenyang. Apalagi ketika akan runaway melakukan peragaan busana, Kimberly sangat menjaga berat badannya. “Kau mau memakan apa Winter? Biar Ayah ambilkan.” Benjamin tersenyum lebar. Dengan tegas Winter menggeleng, mulutnya menekan kuat menahan umpatan dan teriakan keras untuk tidak memaki karena semua jatah makanannya adalah makanan berat, sementara Benjamin dan Vincent memakan salad. “Aku mau juss brokoli dan dua potong wortel.” Jawab Winter dengan pelototan. Vincent dan Benjamin tercengang, kini mereka benar-benar yakin bahwa ada sesuatu yang terjadi pada Winter. Winter tidak suka sayuran, di setiap kali sarapan dia hanya memakan makanan kue yang mengandung banyak gula dan cream. Jika kue dan creamnya kesukaannya tidak di sediakan, Winter akan menangis dan merajuk seharian. Vincent kembali berdiri dan memeluk Winter dengan erat sambil mengusap kening Winter untuk memastikan bahwa bahwa adiknya baik-baik saja. “Winter, Kakak akan segera memanggil dokter, sepertinya kepalamu terbentur saat pingsan.” “Aku baik-baik saja” jawab Winter dengan senyuman masam dan kepala yang memiring karena terus di usap Vincent. Dengan terpaksa Vincent kembali duduk di kursinya, menatap Winter dengan sedih penuh kekhawatiran. Benjamin dan Vincent sangat mencintai Winter, mereka sangat protektif dengan Winter semenjak kepergian ibunya Winter. “Winter, katakanlah dengan jujur, Apa yang telah terjadi padamu?.” Tanya Benjamin sedikit mendesak. Tangan Winter sedikit membasah karena gugup, dia sangat ingin menggebrak meja dan mengomel berkata jujur jika berat badannya sangat mengganggu. Namun kini Winter harus menahan makian dan umpatannya dengan berpura-pura menjadi anak baik seperti Winter yang sesungguhnya. Winter menggaruk pipinya yang tidak gatal. “Semalam aku berpikir keras mengenai bentuk tubuhku. Aku merasa sangat kesulitan sepanjang waktu dengan tubuhku, aku tidak bisa berjalan dengan cepat, aku juga tidak bisa memakai pakaian indah seperti gadis lain, aku kesulitan melakukan banyak hal, aku juga merasa cepat lelah saat melakukan sesuatu, aku jga khawatir dengan kesehatan tubuhku jika aku semakin gemuk. Aku berpikir sebaiknya aku memulai hariku yang baru, aku akan mulai melakukan diet untuk menurunkan berat badanku.” Benjamin dan Vincent saling memandang dengan wajah pucat pasi. “Aku ingin bertemu dokter gizi untuk melakukan diet dengan tepat.” Kata Winter lagi. “Pak Han, Tolong siapkan juss brokoli dan beberapa potong wortel untuk Winter!” Pinta Vincent memanggil koki pribadi, Vincent kembali melihat Winter dan tersenyum. “Jika itu yang kau pikirkan, Kakak tidak akan ikut campur selama itu membuatmu nyaman.” “Vincent, ikut aku.” Benjamin segera berdiri dan membungkuk mengecup kening Winter sekilas. Tanpa bertanya Vincent ikut beranjak dan pergi mengikuti Benjamin meninggalkan Winter sedirian. *** Benjamin bersedekap dan berpikir keras mengenai sesuatu setelah perbincangan kecilnya bersama Winter. Nampaknya bukan hanya dia yang kini di buat menjadi bertanya-tanya, Vincent juga tampak berpikir keras. Winter sangat benci beraktifitas fisik setelah mengalami kecelakaan beberapa tahun lalu, Winter juga tidak pernah sedikitpun memikirkan diet meski tubuhnya kian membesar. Sangat mengejutkan begitu mendengar Winter langsung berpikir ingin diet dan menjalani kehidupan yang sehat. Apakah ini hanyalah keinginan sesaat Winter yang labil?. Banyak pertanyaan langsung muncul memenuhi kepala Benjamin. “Ayah” Vincent menahan ucapannya seketika, sorot matanya memancarkan keraguan untuk berkata-kata. Tangan Vincent terkepal kuat mengumpulkan keberanian untuk mengatakan apa yang di pikirannya kepada Benjamin. “Apa mungkin Winter yang dulu sudah kembali?.” Kening Benjamin mengerut samar “Dulu, saat mengalami kecelakaan, dokter bilang Winter akan sembuh dan menemukan kembali ingatannya namun membutuhkan waktu yang sangat lama. Ini sudah tujuh tahun lebih lamanya setelah kecelakaan itu.” “Mungkinkah ini sudah waktunya?.” Benjamin terdiam. Sepuluh tahun yang lalu, Winter adalah gadis yang sangat periang, cerdas dan sangat bersinar karena kecantikan dan keramahannya. Semua itu hancur dalam semalam ketika Winter dan ibunya mengalami kecelakaan mobil. Di kecelakaan malam itu, ibu Winter meninggal dunia usai menyelamatkan Winter. Karena kecelakaan dan kehilangan ibunya, Winter mengalami trauma yang sangat berat hingga membuat dia mengalami banyak perubahan termasuk dengan wataknya. Winter mulai melarikan semua traumanya ke makan dan hanya mengurung diri di dalam kamar, gadis itu menjadi sangat pendiam dan selalu banyak meminta maaf meski dia tidak bersalah. “Apa yang harus kita lakukan sekarang, Ayah?” Tanya Vincent bingung. “Kita ikuti keinginan Winter. Untuk sementara waktu, tolong jaga Winter karena Ayah harus pergi ke Singapur dalam waktu beberapa hari. Kita harus memantaunya.” Ucap Benjamin dengan serius. Vincent mengangguk tanpa suara. *** “Winter tunggulah di sini. Kakak sudah harus membuat janji dengan dokternya dan ingin menemuinya lebih dulu untuk membicarakan sesuatu.” Kata Vincent yang hari ini mengantar Winter pergi ke tempat terapi khusus untuk melakukan berbagai penyembuhan. “Baiklah, terima kasih Kakak.” Jawab Winter dengan nada merendah bersikap sedikit manja. Begitu Vincent pergi, Winter juga pergi menuju halaman tempat terapi. Setiap kali melangkah, beberapa kali Winter harus memukul mulutnya sendiri karena kakinya tersandung. Biasanya saat masih hidup sebagai Kimberly, dia akan mengumpat dan memaki, namun kali ini dia harus menahannya karena masih berada di bawah umur. Orang-orang akan akan memandang negatif Winter jika kebiasaan terburuk Kimberly masih di bawa-bawa. Butuh waktu yang sedikit lebih lama lagi bagi jiwa Kimberly untuk bisa beradaptasi menggunakan tubuh barunya dalam beraktifitas karena semuanya tidak sama lagi seperti dulu. Winter menuruni beberapa anak tangga sebelum menginjak rumput taman. Kaki Winter melangkah lebih hati-hati sambil melihat-lihat ke sekitar memperhatikan banyak orang yang berjalan-jalan, beberapa di antara mereka terlihat sedang latihan di temani oleh pendamping khusus. Perhatian Winter terpaku melihat seorang pria muda duduk di kursi roda tengah merenung. Bila di perhatikan, tubuh pemuda itu terlihat sangat sehat bugar, pakaiannya rapi dan mewah, pria itu terlihat muda dan sedikit mencolok karena pesonanya yang mudah untuk menjadi pusat perhatian banyak perempuan meski duduk di kursi roda. Winter segera duduk di bangku kosong dekat pria itu, kaki Winter terangkat menumpang ke satu kakinya lagi dengan sedikit kesulitan. Mata indah Winter melirik ke sisi, dia kembali melihat pria itu karena ketampanannya sedikit mencuri perhatiannya. Winter menyadari bahwa kemungkinan pria itu hanya memiliki jarak usia beberapa tahun lebih tua darinya. Pandangan Winter tiba-tiba terjatuh pada jaket yang di kenakan pria itu. “Bung.” Panggil Winter dengan alis sedikit terangkat. Pria itu menengok dan menatap Winter dengan tatapan dinginnya. Seketika Winter bergeser ke ujung kursi lainnya dan membuat mereka menjadi sedikit lebih dekat. Winter memeriksa ke sekitar untuk memastikan tidak ada orang yang mendengar. Tubuh Winter mencondong dan menempatkan tangannya di sisi mulutnya, Winter langsung berkata “Kau punya rokok?.” Bisik Winter dengan serius. Pria itu langsung tercengang mendengar pertanyaan Winter yang tidak terduga. “Aku tidak merokok.” Winter berdecih malas, kepalanya sangat suntuk butuh merokok. “Kau tidak berbohong kan?.” “Meski aku memilikinya, aku tidak akan mungkin memberikannya pada anak di bawah umur.” Kening Winter mengerut bingung karena pria itu mengetahui bahwa dia masih berada di bawah umur, dengan tenang Winter tersenyum miring meremehkan, “Bung, aku seorang mahasiswa.” “Bukannya kau anak Sekolah Menengah Atas yang minggu kemarin ramai di perbincangkan?.” Tanya balik pria itu dengan tatapan tajam tidak kalah meremehkan. Senyuman Winter memudar, Winter sedikit gugup karena pria itu tahu bahwa minggu lalu Winter menjadi terkenal di sekolahnya karena dia menyatakan cinta kepada seorang pria lalu di balas dengan di permalukan. “Dari mana kau tahu?.” “Aku, anak kepala sekolah tempat kau sekolah.” Jawab pria itu dengan senyuman jahatnya. To Be Continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD