11

2293 Words
Mata Sean seketika langsung teralihkan saat mendapati penampilan Miracle yang sangat mempesona. Wanita tunawicara ini terlihat begitu berbeda dengan dandanan berkelas bak model papan atas. Terlihat ada senyum puas di mata Sean ketika berjalan menghampiri wanitanya. Ternyata ia tidak salah memilih seorang make over untuk wanitanya. Sungguh mengagumkan. Jemari Sean berniat mengusap pipi mulus wanitanya, tapi Miracle justru dengan acuh memalingkan wajah supaya tak tersentuh oleh tangan kotor Sean. Mungkin karena Miracle belum bisa melupakan kejadian tragis tadi. Sean yang memicingkan bibirnya tidak terlihat marah atas penolakan Miracle. Ia malah memajukan lehernya sampai bibirnya berada di samping telinga Miracle dan berbisik "stay with me, sweetie. You're so wonderful." Kemudian mengecup singkat leher Miracle yang terekspos bebas. Walaupun tubuh Miracle memberikan reaksi kejutnya, ia tetap berusaha mengabaikan lelaki bastard itu dengan menutup mata sesaat agar tubuhnya tidak memberikan reaksi yang berlebihan lagi. * Miracle telah dibuat terperangah lagi saat memasuki sebuah pesta mewah nan berkelas ini. Semua terlihat menawan dan mempesona. Baru kali ini Miracle mendatangi sebuah pesta yang benar-benar mewah. Sangking terkesimanya sampai-sampai Miracle menumbur tubuh Sean yang berhenti karena sedang bertegur sapa dengan beberapa koleganya. Tanpa merubah posisi, Sean menengok kearah Miracle yang bergegas menjauhkan diri beberapa senti dari Sean. "Apa dia bersamamu, Sean?" Tanya Fredy, salah satu kolega Sean. Kepala Sean menengok ke suara pertanyaan itu lalu menganggukkan kepala sekali. "Model dari negara mana lagi yang kamu bawa sekarang? Dia terlihat sangat menarik." Sahut Gibrel menatap penuh ketertarikan dengan Miracle yang hanya berdiri beberapa senti dari belakang Sean. "Apa kamu lupa, Sean selalu membawa wanita cantik ke pesta. Dan seperti biasa, kita juga bisa bersenang-senang bersama wanita yang dibawa olehnya. Bukan begitu, Sean?" Mata gairah Davin seperti tidak sabar ingin segera mencicipi Miracle juga. Tentu saja, mata-mata penuh nafsu itu membuat Miracle merinding sendiri. Dan sekarang, terpaksa ia harus mencari perlindungan agar tidak dimakan oleh orang-orang yang haus ingin dipuaskan. Miracle yang sedari tadi tidak ingin disentuh oleh Sean kini harus memegang erat lengan lelaki bastard ini. Karena satu-satunya orang yang ia kenal hanya Sean seorang. Sean melihat gerakan tangan Miracle yang melingkari salah satu lengannya dengan kuat, ia pun menjadi mengerti apa yang Miracle rasakan sekarang. Ketakutan. Ya, mata Miracle terlihat mulai ketakutan setengah mati membayangkan hal yang sangat buruk akan menimpanya lagi dengan pria-pria hidung belang didepannya. "Akan ku pastikan tangan kalian patah jika kalian berani menyentuhnya." Tegas Sean membalas tatapan penuh nafsu didepannya. "Come on, Sean. Biasanya kamu memberikan begitu saja kepada kami. Kenapa tidak untuk dia?" Protes Davin. "Carilah wanita lain." Jawab Sean datar. "Yang kamu bawalah yang selalu beda dengan yang lain." Sahut Fredy sambil menjulurkan tangan kanan berniat mengelus pipi Miracle. Dengan cekatan tangan Sean menahannya dengan tatapan tajam lalu berkata. "Jangan menguji kesabaran ku." Melempar tangan Fredy. "Are you serious, man?" Sambar Gibrel tidak percaya karena Sean tidak memberikan wanitanya kepada mereka. Padahal setiap kali Sean membawa wanita ke pesta pasti mereka selalu ditawarkan untuk membawa wanitanya bersenang-senang juga. Tapi ini? Ada apa dengan Sean? Pikir kolega-koleganya. Lalu mereka pun memutuskan untuk pergi meninggalkan Sean bersama Miracle. Napas lega pun dihembuskan oleh Miracle karena mereka sudah pergi. Bayangan akan kejadian yang sangat mengerikan itu kini sudah sirna. Syukurlah. Ia pun berniat melepas tangannya dari lengan Sean, tetapi belum sampai terjadi ia mendengar suara Sean yang begitu seksi. "Jika tidak ingin diganggu lagi. Biarkan saja tanganmu disana." Saran Sean tanpa melihat dan tanpa merubah posisinya. Sedangkan Miracle melihat Sean yang berdiri kokoh dengan arogansinya lalu melihat lengan Sean sembari berpikir. Sepertinya pilihan terbaik sekarang adalah berada didekat Sean, sangat dekat seperti perangko. Sean mulai melangkahkan kakinya setelah merasakan eratan tangan Miracle melingkar erat di lengannya lagi. Ada senyum tipis terukir di bibir lelaki bastard saat ini. Karena tanpa diminta, Miracle sudah memutuskan sesuai keinginan Sean. * Entah apa yang dibicarakan Sean bersama dengan orang-orang di meja besar ini. Sama sekali Miracle tidak mengerti alur pembicaraan mereka. "Sepertinya, wanita yang kamu bawa kali ini sangat pendiam?" Ujar Stefan yang duduk di seberang meja, diam-diam memperhatikan Miracle dari tadi. Ujung mata Sean melirik kearah Miracle yang sedang menggigit bibir bawah. "Setidaknya perkenalkan dirimu, nona cantik." Tambah Stefan yang terlihat tertarik dengan wanita yang duduk di samping Sean. "Namanya Miracle." Tandas Sean mengalihkan pandangan Stefan yang dari tadi menatap Miracle. Dan Sean tidak suka itu. "Keajaiban? Mmhhpp, Miracle... Keajaiban apa yang sudah kamu buat?" Mata Stefan kembali mengarah ke Miracle yang hanya menatap canggung lelaki di seberang meja. "Kamu memang jago memilih wanita, Sean." Sambar Hanson yang hanya dibalas senyum datar oleh Sean. "Katakan cantik, di kamar mana supaya kita bisa lebih saling mengenal." Sepertinya Stefan antusias untuk mengenal lebih dalam Miracle. Sedangkan Sean, rasanya geram sekali jika Miracle terus-terusan digoda oleh pria lain. "Dia tidak bisa mengatakan apapun pada dirimu, Stefan. Karena dia seorang tunawicara." Satu meja pun cukup terkejut mendengar penjelasan Sean barusan. Apalagi wanita yang ada di meja itu seperti langsung mencemoohnya dengan tatapan yang tidak enak. "Really??" Tanya Thomas yang duduk disebelah Miracle menatap penasaran wanita disampingnya. "Happy now?" Tandas Sean menatap Stefan yang cukup tercengang. "Kamu selalu mampu memberikan kami kejutan Sean. I like it." Seru Hanson tersenyum lancip disana. "Bisu, huh?" Tanya Stefan menatap lurus kearah Miracle yang mengangguk memberi jawaban lelaki disana. Senyuman Stefan yang terbaca oleh Sean, sepertinya mengandung ketertarikan dengan Miracle. Oh tidak mungkin, karena hampir wanita yang dibawa Sean selalu menarik perhatiannya. "Hai everybody." Sapa seorang wanita yang benar-benar seorang model. "Ini dia, ratu pesta malam ini." Sela Thomas menyambut kedatangan Amely. Dengan senyum manisnya, mata Amely melihat Sean duduk disana lalu ia melangkahkan kaki menghampiri sasarannya. "Hai, Sean. Bisa kita bicara sebentar." Pinta wanita cantik itu tetapi Sean hanya diam menatap Amely sebelum akhirnya bangkit berniat memenuhi permintaan Amely. Mengetahui pergerakan Sean, segera Miracle mengikuti langkah lelaki bastard ini karena hanya bersama dia, Miracle merasa aman sekarang. Amely menghentikan gerakannya saat mendapati seorang wanita membuntuti Sean. Dengan keanggunan beserta keangkuhan nya, Amely bertanya kepada Miracle. "Apa kamu pengasuh Sean?" Kesal Amely. "Dia tidak bisa bicara. Biarkan saja. Sekarang apa mau mu?" Kedua alis Amely terangkat saat mendengar pernyataan itu. Pandangannya pun sama dengan wanita yang di meja tadi. Rasanya sudah biasa Miracle mendapat cemoohan seperti ini. Dan ia juga menyadari akan kekurangan yang ia miliki. Sehingga tatapan mereka tidak begitu menyinggung perasaan, karena memang benar begini kenyataannya. "Kamu tahu aku, aku tidak ingin privasi ku terusik." Tatapan Amely yang dingin itu seraya seperti es beku. Jadi, mau tidak mau Miracle harus menunggunya. * Wanita yang dipanggil Amely benar-benar sebuah bukti kesempurnaan dari sang pencipta. Bahkan Miracle sebagai wanita saja tidak bisa berpaling dari paras cantik itu. Pikir Miracle memperhatikan Sean dan Amely dari jauh. Mereka terlihat begitu cocok bila bersama. Ibarat Dewa dan Dewi yang saling menyempurnakan. Mata Miracle berkedip-kedip saat melihat Sean akan memberi ciuman kepada Amely. Sungguh, sungguh pemandangan yang benar-benar membuat sesak rasanya. Ingin sekali ia berpaling tapi hatinya justru memintanya untuk tetap menonton adegan itu. "Sepertinya Sean mengabaikan keajaiban disini." Tegur Stefan yang tiba-tiba muncul memergoki Miracle yang sedang memperhatikan Sean dan Amely bermesraan. Miracle hanya tersenyum sekilas melihat Stefan disampingnya. "Beritahu aku Miracle, bagaiman cara agar kita bisa saling komunikasi?" Tanya Stefan, kemudian Miracle mengeluarkan handphone lalu mengetik sesuatu. Apa hubungan kamu dengan Sean? Stefan mengerutkan kening saat membaca pertanyaan Miracle. Lalu terukir senyuman di wajah Stefan. Entah apa yang sedang direncanakan hanya Stefan yang tahu. Sementara, ditengah cumbuan bersama Amely. Sean membuka mata dan mendapati Miracle bersama Stefan. Saat itu juga, Sean mengakhiri ciumannya. Berani sekali Stefan mendekati wanitanya. Kesalnya dalam hati. Tanpa permisi, Sean meninggalkan Amely begitu saja kemudian menuju kearah Miracle yang sedang mengobrol seru dengan Stefan. "Kita pulang." Sean menarik kasar pergelangan tangan Miracle. Tentu sikap Sean sangat mengejutkan orang disekitarnya. Kenapa Sean berubah protektif seperti ini dengan wanitanya. *   "Apa yang kamu bicarakan dengan Stefan tadi?" Tanya Sean setelah menutup pintu kamar. Miracle menggelengkan kepala.Melihat jawaban itu, mata Sean seperti mencari kebenaran dari jawaban Miracle. Ia melangkahkan kaki mendekati Miracle sambil melepas jasnya. "Stefan selalu mengincar wanitaku. Dan aku tidak suka kalau dirimu termakan olehnya." Sean menghentikan langkahnya setelah mereka begitu dekat hingga mata mereka saling bertemu, sementara tangan Sean melempar jas ke atas sofa. Keheningan sesaat itu bubar saat nada dering khusus untuk Derrick berbunyi. Sean merogoh kantong celana lalu memencet tombol terima dari layar handphone nya. Mata Sean sesaat memandang Miracle sebelum akhirnya ia harus mencari tempat untuk melanjutkan pembicaraannya dengan Derrick. Ada kelegaan saat melihat kepergian Sean. Seperti beban seberat satu ton di pundaknya menghilang begitu saja. Huuft. "Enggak akan ku lakukan kesalahan yang sama lagi. Aku akan benar-benar menghilang dari pandanganmu." Desis Miracle di hati sambil berjalan kearah meja rias lalu duduk disana menatap ke cermin sembari melepas satu per satu perhiasan yang menempel pada dirinya. "Aku harus keluar." Sean tiba-tiba merengkuh tubuh Miracle dari belakang. Tanpa menoleh Miracle bisa melihat pantulan bayangan Sean dari cermin, begitu pula sebaliknya. Sean membalas tatapan Miracle dari dalam cermin. "Pelayan akan datang membawakan beberapa makanan yang bisa kamu nikmati." Ucapnya penuh perhatian. Sepertinya Sean terlihat peduli dengan asupan makan Miracle, mungkin karena dia tidak mau melihat Miracle pingsan karena kelaparan lagi. Dan sebelum Sean benar-benar pergi, ia pun memberi kecupan singkat di pundak Miracle. Tentu saja, sentuhan itu mampu membuat bulu roma Miracle menggidik sehingga membuat Sean memicingkan bibirnya "Don't go anywhere." Bisiknya, kemudian berlalu. * Tok. Tok. Suara ketukan pintu itu membuat jantung Miracle berdebar nggak karuan. Sampai ia harus menyembunyikan bibir bawahnya untuk menormalkan rasa was-was. Dengan penuh keberanian, Miracle membuka pintu. Dan seorang pelayan berjenggot masuk membawa table tray yang dipenuhi dengan makanan yang sangat menggiurkan. Ternyata hanya seorang pelayan. Pikirnya yang menggambarkan wajah kecewa. Ia pun mempersilahkan pelayan hotel itu masuk untuk menaruh bawaannya.Miracle yang merasa frustasi duduk di sofa menopang kan sikunya diatas paha agar dagunya bisa menahan kepala. Pikirannya melayang mencari cara lain untuk melarikan diri lagi. Belum juga menemukan cara, ia dikejutkan oleh suara seseorang yang ia kenal. "Hei, Miracle." Desis seorang pelayan yang sudah berdiri didepannya. Tentu Miracle mengangkat kepalanya sambil mengerutkan kening karena tidak kenal siapa pelayan yang sudah memanggil namanya. "Ini aku, Stefan." Mendengar nama itu, mata Miracle semakin membulat saat pelayan itu melepas janggut yang ternyata palsu. Sangking kagetnya, Miracle bangkit dari duduk menatap Stefan yang benar-benar datang untuk membantunya lepas dari jeratan Sean. Ternyata Stefan tidak main-main dengan ucapannya di pesta tadi. Dia datang dan bersedia membantu Miracle kabur saat Sean tidak berada bersamanya. Untuk kali ini, Sean tidak akan menemukan dirinya lagi. Itulah janji Stefan kepada Miracle. "Cepat, pakai baju pelayan ini." Miracle langsung menerima satu stel baju pelayan itu, kemudian bergegas ke kamar mandi. Sambil menunggu Miracle selesai ganti baju, Stefan menyelimuti bantal dan guling di atas tempat tidur untuk mengecoh Sean. Beberapa saat kemudian barulah Miracle keluar dari kamar mandi lengkap dengan penyamaran sebagai pelayan hotel. Stefan yang mengamati dari bawah sampai atas merasa yakin bahwa Miracle tidak akan dikenali lagi. Ia pun mengangguk pasti kemudian meraih tangan Miracle untuk dituntun keluar dari hotel. Baru beberapa langkah, Miracle menahan lengan Stefan lalu mengetik sesuatu. Apa kamu bakal baik-baik saja jika menolongku. Aku takut, lelaki bastard itu akan menyakitimu jika dia tahu. Stefan berpikir sejenak setelah membaca ketikan Miracle. Ia pandang Miracle yang terlihat ketakutan setengah mati. "Aku jamin, kamu dan aku tidak akan pernah bisa ditemukan oleh Sean. Percayalah." Sahut Stefan meyakinkan Miracle lalu kembali menuntun wanita itu keluar dari tempat ini. * Buugh. Stefan menutup pintu mobil untuk Miracle, ia pun berlari ke pintu kemudi untuk menjalankan mobilnya setelah mereka berhasil keluar hotel tanpa dicurigai siapapun. Walaupun begitu, tetap saja Miracle berdebar tak karuan. Rasanya lebih baik ia mati saja daripada harus hidup dengan jantung yang hampir copot setiap waktu. Memorinya memutar kembali dimana saat ia kabur dulu. Sungguh, meski ini sudah bukan yang kali pertama tetap saja jantungnya seakan melompat-lompat tak beraturan. Sangat menegangkan dan mengerikan sekali jika sampai Sean mengetahui pelarian dirinya. Ia jadi teringat pesan dari paman tukang kebun itu. "Jika di Paris nanti ada kesempatan untuk melarikan diri, kabur saja. Jangan takut. Aku akan baik-baik saja disini. Carilah kehidupan yang bahagia." Tak sadar air mata Miracle menetes mengingat kebaikan paman tukang kebun itu. "Kamu baik-baik saja?" Stefan membubarkan lamunan Miracle saat ia mulai mengemudikan mobil. Dengan tersenyum manis Miracle mengusap air mata lalu menganggukkan kepala. Kemudian matanya menatap ke depan penuh harap agar Sean tidak akan pernah lagi menemukan dirinya lagi. Angin kebebasan sepertinya sudah bisa Miracle rasakan. Lega sekali. "Sepertinya kamu senang sekali bisa terbebas dari Sean." Miracle yang tersenyum bahagia mengetik sesuatu untuk orang yang sudah menolongnya. Terima kasih banyak. Aku benar-benar berterima kasih kepadamu, Stefan. Sekilas-kilas Stefan membaca ketikan itu sembari tersenyum kemudian menoleh kearah Miracle. Tangan Miracle pun langsung menunjuk ke depan dan menunjuk kemudi supaya Stefan tetap fokus dengan jalannya. "Kamu mau makan?" Tawar Stefan begitu ramah. Tanpa ragu sedikitpun, Miracle mengangguk. * Semua terlihat gelap gulita saat Sean memasuki kamar hotel. Ia pikir Miracle sudah tertidur lelap, jadi Sean hanya menyalakan lampu kecil di sebuah meja lalu mengambil sebotol anggur untuk di tuangkan kedalam gelas. Samar-samar ia lihat table tray yang belum tersentuh sama sekali. Berarti Miracle tidak memakannya. Setelah ia menghabiskan tiga gelas anggur, ia pun melangkah ke tempat tidur dimana Miracle sedang tidur pulas dibalik selimut hangat disana. "Bastard, huh?" Desisnya teringat kalau Miracle ternyata selalu menyebutnya seperti itu. Sean tidak marah atau tersinggung dengan sebutan tersebut karena memang benar begitu. Justru membuat Sean terseringai setiap melihat amarah dari Miracle lalu memanggilnya 'bastard' dari dalam hati. Pelan-pelan tangan kanan Sean membuka selimut itu supaya bisa melihat wajah polos wanitanya. Baru sedikit ia buka, matanya langsung berapi sampai-sampai gelas yang berada di tangan kiri remuk dalam genggamannya. Ia tidak peduli dengan rasa perih dari anggur yang bercampur dengan darah. Nafasnya yang berat seakan ingin mencabik-cabik bantal guling yang ternyata ada di balik selimut itu. Dia sudah dibodohi. Benar-benar dibodohi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD