Sementara Miracle dan Stefan baru saja masuk ke dalam mobil lagi setelah selesai makan.
"Akan aku carikan penginapan untukmu sementara waktu. Soalnya aku tahu, pasti kamu tidak nyaman jika tinggal bersamaku." Ujar Stefan begitu pengertian. Berbeda sekali dengan Sean yang begitu mengintimidasi dan begitu arogan.
Dengan senang hati Miracle menerima tawaran itu. Kemudian Stefan melajukan mobilnya.
Karena Miracle merasa dirinya sudah terbebas dari jeratan berduri itu, sepertinya Miracle bisa tidur nyenyak malam ini hingga berlahan-lahan matanya mulai terpejam dan tertidur pulas. Stefan yang menoleh sekilas hanya tersenyum ketika melihat Miracle begitu lelap.
Entah sudah berapa lama Miracle ketiduran. Ia baru terbangun saat mobil mereka berhenti di tepi jalan. Samar-samar Miracle melihat punggung Stefan, terlihat lelaki itu sedang menelpon seseorang di luar sana.
Sepertinya Miracle juga harus keluar dari mobil untuk mencari udara segar dan meregangkan otot-otot kakunya.
Senyum sumringah pun terpancar dari wajah cantiknya saat keluar dari mobil. Kali ini ia tidak akan membuat kesalahan yang sama, agar ia tidak akan pernah lagi bertemu dengan lelaki bastard itu. Jauh, dan sangat jauh hingga Sean tidak bisa menjangkau. Supaya Miracle bisa memulai hidupnya lagi.
Baru saja Miracle menikmati angin kebebasannya, tiba-tiba dari belakang ada dua orang yang mencengkeram nya kuat-kuat memaksa Miracle untuk ikut dengan orang asing ini.
"Oh ya Tuhan, siapa mereka??! Apa mereka anak buah Sean??!!"
Miracle berusaha meronta dan memberontak. Ia berusaha meneriaki Stefan yang masih sibuk dengan teleponnya. Sementara dua pria berbadan kekar ini menyeret kasar dirinya menuju sebuah mobil hitam.
"Steeffaann!!! Steefaaannn!!!"
Teriaknya memanggil-manggil dalam hati. Air mata pun sudah bercucuran saat dirinya tak berdaya memanggil nama Stefan disana.
Sama sekali Stefan tidak menyadari apa yang sedang terjadi di belakangnya hingga Miracle berhasil dibawa pergi oleh orang yang tak dikenal itu. Apa lagi yang akan terjadi dengan Miracle.
Sekuat apapun Miracle melawan tetap saja ia tidak berdaya didalam mobil tersebut selain pasrah menunggu hingga mobil ini berhenti.
Kalau benar ini anak buah Sean, kenapa bukan lelaki bastard itu yang datang sendiri seperti di pantai waktu itu. Kenapa harus diculik seperti ini. Rasanya ingin sekali Miracle melompat dari mobil ketimbang harus kembali kepada lelaki bastard itu. Umpatnya dalam hati.
*
Sesaat kemudian Stefan berbalik badan tanpa memutus teleponnya. Ia mendapati Miracle sudah tidak ada di mobilnya. Stefan terdiam sejenak lalu berkata dengan orang di dalam telepon.
" Anak buahmu sudah mengambilnya. Berikan uang mu sekarang." Ucapnya dengan senyum liciknya.
"-"
"Meski dia bisu. Tapi dia tidak akan mengecewakan. Percayalah padaku. Aku sudah memperdagangkan banyak wanita. Dan wanita bisu ini, berbeda dari yang lainnya." Jelas Stefan di telepon.
"-"
"Kirimkan saja uang yang aku minta. Pasti kamu tidak akan kecewa."
Stefan kemudian menutup teleponnya dengan penuh kepuasan. Ia bertolak pinggang menatap mobilnya lalu berkata
"kamu telah berutang budi padaku, Miracle. Karena diriku, kamu tidak akan pernah lagi bertemu dengan Sean selamanya."
Bibir Stefan terseringai lebar karena sudah mendapatkan apa yang ia inginkan. Lalu ia masuk ke dalam mobil dan berniat pulang.
*
"Posisinya sudah terlacak."
Seru Derrick yang baru saja melacak GPS yang dipasang di handphone Miracle.
"Dimana dia?" Sahut Sean menahan amarah sejak dari tadi.
"Itu arah ke pelabuhan." Jelas Derrick.
"Wanita itu masih saja ingin bermain-main denganku."
Sean meninju dinding di dekatnya. "Kita kesana sekarang. Dan lihat, apa yang akan aku lakukan setelah berhasil menangkapnya lagi." Lekuk bibir Sean begitu jelas mengucapkan setiap kata yang sudah mengandung amarah yang berapi-api.
"Dia hanya bisa lepas dariku jika dia mati di tanganku." Kecamnya begitu sangat marah karena telah dibodohi oleh seorang wanita tunawicara itu.
*
Badan Miracle di lempar ke lantai setelah sampai di sebuah gedung tua yang tak terawat. Matanya mencari sesosok Sean tapi ia tidak menemukannya. Malah selang beberapa saat, ada beberapa wanita yang di lempar juga seperti dirinya tadi. Mungkin sekitar ada tujuh wanita termasuk Miracle. Mata Miracle terbelalak melihat banyak wanita disini.
"Kenapa Sean membawa wanita-wanita ini? Apa yang akan dilakukan Sean?" Tanya Miracle bingung dan ketakutan.
"Jangan ada yang coba-coba kabur kalau kalian masih ingin hidup." Ancam salah seorang pria berbadan kekar dengan wajah yang menyeramkan itu sebelum ia mengunci pintu.
"Kita akan dijual kemana?" Tanya salah seorang wanita yang terlihat lebih muda dari Miracle.
"Ap, apa??!"
Miracle kaget setengah mati mendengar wanita itu bicara.
"Diam saja. Kamu sendiri yang mau menjual dirimu demi membayar hutang-hutangmu itu." Sahut wanita lain yang sepertinya mengenal wanita muda tadi.
"Tapi aku takut...kamu kan tau perdagangan manusia yang beredar selama ini nggak hanya menjual diri aja, tapi juga organ-organnya..." Kata wanita muda itu.
Deg. Miracle diam terpaku mendengar pembicaraan mereka. Perdagangan. Perdagangan manusia. Miracle teringat ucapan Sean saat di bandara waktu itu.
"lebih baik aku menjual dirimu sebelum kamu melarikan diri dariku."
Ucapan Sean tersebut apa benar-benar dilakukan sekarang. Sean tidak main-main dengan ucapannya. Oh ya Tuhan, apa yang harus Miracle lakukan jika ia sudah menjadi korban perdagangan manusia.
Segera Miracle mengambil ponsel di sakunya untuk menghubungi lelaki bastard itu. Tapi baru saja ia nyalakan ponselnya, ada tangan yang langsung menyaut kasar lalu melempar asal barang itu.
"Apa yang kamu lakukan, huh?" Suara serak itu terdengar begitu menakutkan.
Miracle yang terkesiap langsung melangkah mundur saat pria itu berjalan mendekatinya. "Siapa namamu cantik?" Miracle hanya menatapnya sambil menggelengkan kepala membuat pria itu ingat akan sesuatu.
"Oh...apa kamu wanita bisu itu?"
Tebaknya terus mendekati Miracle hingga menumbur tembok. Mata pria itu mengamati Miracle dalam-dalam.
"Ternyata benar, meski bisu kamu memiliki daya tarik yang tinggi." Ucapnya memicingkan bibir "Mmhp, harus aku cicipi sendiri."
Tanpa basa-basi pria itu langsung mengerahkan aksinya. Ia bungkam mulut Miracle meski ia tahu wanita didepannya bisu, tangan kanannya berusaha membuka resleting celananya. Sementara tangan Miracle berusaha menahannya. Ia jauhkan bibir pria ini dari dirinya dan tangan kanannya berusaha menjauhkan dada pria ini.
"Sean!!! Seeeaaannnnn!!! Seeaannnn!!!"
Untuk pertama kalinya Miracle menyebut nama Sean dan berharap ia ada disini sebelum dirinya tak berdaya melawan kekuatan pria gila di depannya ini.
Seburuk inikah hidup Miracle. Oh ya Tuhan, akankah Miracle akan diperkosa. Betapa miris hidup Miracle.
Tapi ia tidak akan membiarkan hal buruk itu menimpanya. Dengan segenap kekuatan yang dimiliki, ia terus meronta dan memberontak. Tak peduli air mata sudah terkuras habis ia tidak akan membiarkan pria gila ini menyentuhnya. Tidak. Tidak akan pernah. Sebisa mungkin Miracle harus melawan.
Sayangnya, wanita tetaplah wanita yang kekuatannya tidak bisa ditandingi oleh seorang pria. Apalagi pria berotot.
Dan benar, Miracle menutup rapat bibirnya sembari menggeleng-gelengkan kepala saat pria ini memaksa untuk mencium bibirnya. Meski gagal mencium bibir Miracle, pria ini mencumbu bebas leher Miracle saat kedua tangannya dicekal kuat dan tubuhnya di himpit hingga Miracle mampu merasakan sesuatu yang keras dibawah sana.
Tanpa putus asa, Miracle terus memberontak dengan sisa kekuatannya.
Tak habis akal pria ini membalikkan tubuh Miracle menghadap ke dinding agar tidak ada perlawanan lagi.
Oh tidak. Miracle benar-benar tidak bisa berkutik sementara benda keras itu mulai menggesek-gesek kasar di area inti tubuh Miracle.
Rasanya Miracle merasa frustasi dan putus asa. Tubuhnya sudah tidak mampu digerakkan dengan posisi membelakangi pria gila ini.
Salah satu tangan pria ini sepertinya mulai masuk kedalam balik pakaian Miracle, sedangkan tangan satunya mencekal kedua tangan Miracle menjadi satu di atas kepala.
Mata Miracle terpejam tak sanggup melihat keadaan yang menyedihkan ini. Ia sudah tidak bisa lagi berbuat apa-apa kecuali hanya menangis.
Ketika Miracle sudah pasrah dengan keadaan, tiba-tiba saja pria itu melepaskan diri dari tubuh Miracle. Jelas, Miracle segera membalikan badan dan matanya seketika terbelalak saat mendapati leher pria gila itu dijerat tali oleh Sean dengan sangat kuat.
Kedua tangan Miracle menutup mulutnya yang menganga tak percaya melihat Sean yang seperti kesetanan menjerat leher pria gila itu dengan begitu sadis. Tentu saja pria itu gelagapan tak karuan karena tidak bisa bernapas. Walaupun pria itu berusaha melawan tapi ia tidak berdaya karena Sean lebih kuat daripada dirinya.Dan dalam hitungan menit saja, pria itu sudah tidak ada perlawanan dan tidak lagi bernapas. Lalu dengan entengnya, Sean membuang mayat tak berguna itu sembari menatap Miracle yang begitu berantakan.
Entah dorongan dari mana, Miracle berjalan kearah Sean lalu memeluknya dengan cucuran air mata. Padahal ia tahu betul bahwa Sean lah orang pertama yang menghancurkan hidupnya tapi ia abaikan hal itu setelah Sean menyelamatkan dirinya.
Tentu, pelukan itu Sean terima dengan penuh rasa kelegaan. Untung saja dia belum terlambat datang untuk menyelamatkan wanitanya.
Memang awalnya Sean memendam amarah yang sangat besar hingga ingin meledak kepada Miracle yang sudah berani melarikan diri lagi. Namun setelah mendapatkan reaksi Miracle yang begitu hangat setelah menyelamatkannya membuat Sean lupa akan marahnya dan berubah menjadi sangat senang.
"Ooh, terima kasih. Terima kasih. Terima kasih. Sean. Terima kasih."
Hanya ucapan itu yang mampu Miracle katakan dalam hatinya saat ini. Karena Sean sudah menggagalkan pemerkosaan yang hampir saja terjadi. Meski Miracle sadar, bahwa Sean adalah lelaki pertama yang merenggut kehormatannya tetap saja lelaki bastard ini sudah menolongnya. Setidaknya, bukan Sean yang melakukan perdagangan manusia ini. Walaupun Sean pernah mengancamnya. Mungkin hanya untuk menakut-nakuti Miracle.
"Aku sudah disini. Tenanglah." Ucap Sean begitu lembut sambil membelai rambut Miracle berusaha menenangkan isak tangis yang tak bersuara itu.
*
Yah, sepertinya disinilah Miracle seharusnya berada. Dibawah kekuasaan seorang Sean. Kamar yang baru saja beberapa jam lalu ia tinggalkan, kini ia lihat lagi. Dengan kondisi yang masih sama persis sebelum dirinya pergi. Batal guling yang masih terselimuti rapi diatas tempat tidur, dan table tray yang berisikan makanan yang sangat menggiurkan tapi belum tersentuh sama sekali.
"Bersihkan dirimu. Dan beristirahat lah, pasti kamu sangat lelah." Ucap Sean datar lalu meninggalkan Miracle sendiri di kamar.
Setelah melihat Sean benar-benar menghilang dari balik pintu, Miracle menjatuhkan dirinya ke lantai. Seluruh tubuhnya seakan mati rasa setelah mengalami kejadian yang sangat mengerikan tadi.
Bagaimana bisa ia begitu berharap Sean datang untuk menyelamatkan dirinya, sementara tujuan utamanya adalah melarikan diri dari lelaki bastard itu. Belum lagi, reaksi dirinya yang tiba-tiba memeluk Sean. Itu sangat berlebihan. Pikir Miracle setelah menyadari sikapnya.
*
Tanpa ragu Sean masuk ke sebuah bar setelah dapat informasi dari Derrick. Lalu ia memasuki ruangan VVIP milik Stefan.
"Hei, Sean. Apa yang kamu lakukan disini?" Tegur Stefan bersama beberapa wanita cukup terkejut dengan kedatangan Sean.
Mata sedingin es itu menatap Stefan dengan tajam. Berharap dirinya tidak lepas kendali.Berlahan tapi pasti, Sean melangkahkan kaki duduk berhadapan dengan Stefan.
"Ada apa, man?" Stefan masih memasang wajah ramah.
"Rasanya aku ingin mencabik-cabik daging mu." Lugas Sean tidak basa-basi. Tetapi Stefan justru tertawa mendengar ucapan Sean.
"Wanitaku bukan barang dagangan mu."
Lanjut Sean dengan nada yang lebih menekan sehingga mampu membuat senyum Stefan menghilang dari wajahnya. "Aku tahu, Miracle tidak akan mengatakan apapun tentang dirimu. Tapi sayangnya aku sudah tahu bahwa kamu yang sudah melakukan ini semua." Jelas Sean terlihat menakutkan, sampai-sampai Stefan tercengang menatap bola mata Sean yang begitu tajam.
"Kali ini aku anggap tindakan mu ini sebuah kebodohan. Karena sekarang suasana hatiku sedang baik, aku sarankan jangan pernah lagi mengusik ketenangan ku." mata tajam Sean benar-benar telah menusuk mata Stefan. Karena lelaki di depan Sean ini sama sekali tidak berkutik hingga Sean pergi meninggalkan ruangan itu.
*
Meski terlihat tenang, tetap saja jantung Sean seperti berhenti sejenak saat mendapati Miracle tidak ada di tempat tidur.Segera ia menyalakan semua lampu. Dan benar, tempat tidur tertata rapi disana. Miracle melarikan diri lagi.
Rasanya Sean ingin berteriak lalu menghantam siapa saja yang ada di depannya. Ia tarik rambutnya dengan frustasi karena baru kali ini emosinya terkuras habis hanya untuk satu wanita saja.
Ia pun memutar badannya berniat menghantam tembok disana, tapi belum sempat itu terjadi ia menghentikan niatnya saat melihat Miracle dibalik selimut tertidur pulas di sofa.
Sean pun langsung membuang napas kesal sembari bertolak pinggang memandang Miracle disana dengan senyum yang sudah bercampur aduk antara lega, marah, dan jengkel. Bisa-bisanya wanita tunawicara itu tidur dengan nyenyak sementara Sean baru saja mengumpat dengan sumpah serapah. Lalu kenapa dia harus tidur di sofa sedangkan disana sudah ada tempat tidur yang berukuran besar. Walaupun begitu, setidaknya Miracle masih disini bersamanya. Sean menghela napas menatap wanita tunawicara itu.
*
Cahaya matahari seperti nya mampu menembus mata Miracle karena mampu membuatnya terbangun dari mimpi indahnya.Miracle yang baru saja membuka mata, mengencangkan seluruh otot-ototnya sampai sebelum akhirnya teringat kalau terakhir kali ia tidur ada di sofa. Tapi kenapa ia bisa bergerak bebas tanpa terjatuh.
Mata Miracle melirik ke kiri dan ke kanan saat dirinya sadar berada di tempat tidur. Seketika ia terlonjak dari sana sembari menengok ke segala penjuru tempat tidur dengan kebingungan. Bagaimana bisa dirinya pindah ke ranjang ini. Lalu dimana lelaki bastard itu.
Semoga semalam tidak terjadi apa-apa. Cemas Miracle berharap Sean tidak melakukan hal senonoh lagi saat dirinya tertidur lelap.Bergegas Miracle turun dari tempat tidur lalu mendapati Sean tidur di sofa dengan kaki menjulang lurus diatas meja ditemani boneka Teddy bear di sampingnya. Hah? Boneka? Are you seriously?
Sangking penasarannya, Miracle mendekati Sean yang masih terlelap. Ia diam-diam memperhatikan lelaki bastard itu dalam radius satu meter. Berarti semalam tidak terjadi apa-apa, syukurlah.
Bibir Miracle membentuk setengah lingkaran sebelum akhirnya ia berbalik badan untuk menuju kamar mandi.
"Apa kamu baru saja tersenyum kepadaku?" Suara serak itu langsung membuat Miracle berhenti lalu menoleh ke belakang.
Ternyata Sean sudah terbangun dan duduk dengan benar di sofa itu. Sesekali ia memijat tengkuk lehernya, mungkin karena posisi tidurnya yang salah.
"Aku rasa tidak sedang bermimpi kamu tersenyum kepadaku." Lanjut Sean. Sepertinya indra Sean bekerja sangat baik, sampai-sampai dengan mata tertutup ia tahu saja kalau barusan Miracle tersenyum kepadanya.
Bibir Miracle pun terangkat singkat dan matanya sedikit menyipit menatap Sean sebelum akhirnya menghilang di balik pintu kamar mandi.
Itu sebuah senyuman atau memang bentuk bibir Miracle seperti itu. Pikir Sean yang mengedip-edip mata saat melihat bentuk bibir Miracle. Sungguh, rasanya ingin sekali bibir Sean digigit oleh bibir Miracle. Itu adalah salah satu keinginan Sean yang belum terwujud sampai saat ini.
Sean pun mengusap wajahnya beberapa kali supaya tidak terus membayangkan gigitan itu lagi.
*