Semua orang di ruangan VIP itu terlihat begitu serius membicarakan bisnisnya. Ada sekitar delapan orang duduk di meja besar dan saling berinteraksi.
Hanya saja Sean sepertinya sedang tidak fokus. Ia masih memikirkan Miracle yang tidak pernah tersenyum dengannya. Rasanya ia masih terlihat kesal karena Miracle hanya tersenyum dengan tukang kebun itu. Apalagi sikap Miracle yang langsung melenggang pergi begitu saja setelah pulang belanja.
Ia rogoh saku jasnya untuk mengambil ponsel lalu mengetik sebuah pesan.
Sementara Miracle yang sedang menyisir rambut didepan kaca teralihkan saat mendengar bunyi bip di atas meja riasnya. Muncul nama Sean di layar tersebut. Dengan penasaran Miracle membuka pesan itu.
Apa yang sedang kamu lakukan?
Miracle mengerutkan kening membaca pesan dari Sean. Dia merasa ada yang aneh dengan sikap Sean seharian ini. Miracle mengangkat handphone itu lalu membalas pesan tersebut.
Sepertinya kamu bisa melihat sendiri dari CCTV.
Singgung Miracle kemudian terdengar suara bip dari handphone-nya
Aku ingin kamu yang menjawab pertanyaanku.
Miracle menyipitkan mata saat membaca balasan arogan itu. Ia menghela napas sebelum mengetik sebuah pesan lagi.
Tidak perlu.
Membaca pesan balasan ketus dari Miracle membuat Sean semakin kesal. Rasanya ia ingin sekali pulang dan menemui wanitanya untuk memberi pelajaran diatas ranjang. Bip.
Karena hari ini kamu sudah baik hati, aku tidak lupa untuk terima kasih.
Seketika Sean menegakkan duduknya saat membaca balasan Miracle barusan. Sepertinya ia lebih tertarik dengan chatting-annya ketimbang dengan pertemuan yang jelas-jelas didepannya.
Cuma ucapan terima kasih saja?
Miracle membuang napas kesal saat membaca balasan lelaki bastard ini. Seharusnya ia tidak mengucapkan terima kasih meski Sean sudah baik kepadanya.
Jangan bermimpi meminta lebih. Dasar lelaki bastard.
Ups. Mata Miracle terbelalak saat ia sadar mengetik 'bastard' kepada Sean setelah terkirim. Oh ya ampun, pasti Sean akan sangat marah pikir Miracle sambil menggigit bibir bawah. Bip.
Bastard? Apa itu panggilanmu untukku?
Jantung Miracle seketika berdetak tak karuan saat membaca balasan dari Sean. Jemarinya serasa kaku untuk membalas pesan ini. Bip. Suara itu muncul lagi sebelum ia balas.
Akan kutunjukkan se-bastard apa aku ini.
Glek. Suara tenggorokan yang menelan saliva itu sangat jelas terdengar sampai ke telinga Miracle sendiri setelah membaca pesan balasan lagi dari Sean.
Tidak. Tidak. Kamu tidak perlu menunjukkan apapun.
Sean terkekeh sendiri membaca balasan Miracle, ia sudah bisa membayangkan gerakan gelengan kepala wanitanya yang sangat lucu dan polos.
Sementara, Derrick dan beberapa koleganya sedang memperhatikan dirinya.
Seketika bibir melengkung itu menghilang dan berubah datar saat ia menyadari orang-orang dihadapannya menatapnya penuh penasaran.
"Apa semuanya baik-baik saja Mr. Sean ?" Derrick membubarkan kecanggungan yang ada di pertemuan ini. Meski terlihat dingin, tetap saja Sean salah tingkah. Ia simpan handphone-nya ke dalam saku jas lalu mempersilahkan lainnya untuk memulai lagi. Entah dari mana pembicaraan mereka, Sean berusaha mengikuti alurnya.
Sepertinya Miracle sudah berhasil membuat Sean kacau dan tak terkendali.
*
Sampai kapan Miracle akan terus berada disini. Pertanyaan itu selalu muncul di benaknya.
Ia yang berdiri di dekat jendela dengan tatapan kosong merasa sudah putus asa. Tidak ada jalan lagi untuk lepas dari jeratan ini. Bisa saja Miracle egois mencari seribu cara agar bisa melarikan diri tanpa memikirkan nyawa paman tukang kebun yang sudah menolongnya. Tapi tidak mungkin ia tega mengorbankan nyawa orang demi kebebasannya sendiri. Tidak mungkin.
Memorinya memutar kembali ketika di pantai. Seharusnya Miracle tidak keluar dari kedainya selama satu minggu ketika melihat Sean ada di pantai saat itu. Kenapa ia sangat terburu-buru keluar. Bodoh sekali. Pikirannya sangat menyesali kecerobohannya yang membuat dirinya kembali ke rumah terkutuk ini. Miracle menghela napas pasrah menjalani hidup seperti ini.
Yang paling mengenaskan adalah lelaki bastard itu hanya tertarik dengan tubuhnya. Ia merasa dirinya sama dengan wanita murahan diluaran sana. Dan yang paling menyebalkan ketika tubuhnya selalu berkhianat dengan akal sehatnya. Saat itulah Miracle begitu sangat jijik dengan dirinya sendiri. Serangan gairah yang diterimanya membuat tubuh Miracle sulit untuk dikendalikan. Dan ia sangat benci itu.
"Memikirkan cara untuk melarikan diri, huh?" Suara parau itu selalu mampu membuat bulu roma menggidik.
Miracle tidak berani memutar tubuhnya karena pantulan bayangan dari kaca memperlihatkan kalau Sean berada tepat dibelakangnya dan sangat dekat.
Dengan lembut Sean mencium pundak Miracle. Tentu saja sikap itu mampu membuat tubuh Miracle tersentak kecil meski ia berusaha untuk biasa-biasa saja.
Sean yang terus-terusan mengusap lembut pundak hingga ke tengkuk itu membuat tangan Miracle mengepal didepan debaran jantungnya. Bersiap memberi benteng jika Sean melakukan hal yang tak diinginkan.
"Aaahh, kamu selalu mampu membuatku bergairah." Bisik Sean membuat Miracle jijik dan berniat untuk pergi.
Tapi baru satu langkah saja, tangan kanan Miracle langsung dipelintir oleh Sean. Sehingga Miracle meringis kesakitan dan tidak bisa berbuat apa-apa. Telapak kiri Miracle hanya bisa menempel di kaca depannya, sementara tangan kiri Sean melingkari perut Miracle.
"Lelaki bastard, huh?" Desis Sean menciumi leher jenjang didepannya. Walaupun Miracle berusaha biasa saja, tetap saja tubuhnya memberi respon yang berbeda. Sudah tidak bisa dipungkiri.
Mata Miracle melebar saat dibawah sana, ia merasakan sesuatu yang keras.
Oh tidak. Untuk kali ini, ia tidak akan membiarkan lelaki bastard ini menjamah tubuhnya. Tidak akan.
Dengan sekuat tenaga Miracle memberontak sebisa mungkin. Sementara Sean terkekeh dalam hati melihat perlawanan dari wanitanya. Kemudian Sean pun melepas pelintiran itu lalu membalikkan tubuh Miracle agar mereka saling memandang.
Sean merogoh sesuatu di kantong jasnya. Mengambil sebuah kantong kain yang terlihat begitu elegan berwarna biru tua.
"Buka."
Titahnya memberikan barang tersebut. Mata Sean memberi isyarat agar Miracle segera mengambil barang itu dari tangannya.
Dengan canggung Miracle menerimanya lalu membuka kantong cantik ini dan seketika terkejut kagum melihat apa yang ia pegang.
Bibirnya terbuka lebar karena sangking terpesonanya oleh sebuah kalung yang sangat terkenal itu.
"Oh my Gosh!!!?"
Mata Miracle semakin tak percaya saat membaca ada tulisan 'TITANIC' menghiasi kantong tersebut. Matanya berbinar-binar melihat Sean yang masih terdiam membalas tatapannya.
"Are you like it, sweetie?"
Dengan santainya Sean bertanya seperti itu.
Sedangkan Miracle masih tidak percaya memegang benda secantik dan semenakjubkan ini.
"Itu berlian biru asli. Bukan imitasian seperti yang dikenakan Rose dalam film itu." Jelas Sean mampu membuat Miracle terhipnotis akan kalung tersebut sampai-sampai ia tidak sadar Sean menyentuh kedua pundaknya lalu menciumnya singkat sebelum akhirnya memutar tubuh Miracle menghadap kaca.
Kemudian Sean meletakkan kepalanya diatas pundak kanan Miracle sembari jemarinya menempel pada tangan Miracle yang masih memegang kalung itu dan berkata.
"Seperti Rose..."
Nada Sean terdengar begitu pelan dan lembut memperhatikan kalung itu dengan sesekali mengusap berlian disana
"aku ingin kamu mengenakan kalung ini sendiri... Hanya kalung ini... Tanpa paksaan... Tanpa amarah... Tanpa kebencian... Dan tanpa sehelai apapun... Hanya kalung ini...seperti Rose..." Ucapan yang terdengar seperti bisikan yang dalam sehingga mampu menyentuh hati Miracle.
Kepala Miracle berniat menoleh ke kanan dengan kesadaran yang baru saja kembali setelah terhipnotis dengan benda cantik di tangannya. Dan baru saja ia menoleh, Sean sudah langsung memberi ciuman panas yang tidak bisa terelakkan lagi.
Ketika ia tahu kepala Miracle berniat menjauh, tangan kanan Sean segera menahannya agar tidak terlepas. Ia terus mencecap bibir ranum itu, kemudian melumatnya penuh gairah dan berusaha menelusup masuk kedalamnya.
Gelayar dalam tubuh Miracle tentu tidak bisa dikendalikan lagi meski ia berusaha memberontak. Semua sia-sia karena Sean begitu mahir mempermainkan tubuhnya. Sehingga ciuman itu berlangsung cukup lama dalam kuasa Sean.
*
"Mr. Sean sangat menyukaimu."
Goda paman tukang kebun itu sembari memercikkan air ke wajah cantik Miracle.
Miracle mendelik saat mendengar jawaban dari pria setengah baya itu.
"Jangan menatapku seperti itu." Sindir beliau menahan geli melihat Miracle mengusap wajahnya yang basah. "Pasti semua menyangka kamu adalah kesayangan Mr. Sean, apalagi setelah Mr. Sean memberi kalung yang sangat mahal dan berkelas itu. Tidak semua wanita seberuntung dirimu." Jelas tukang kebun itu begitu tenang.
Dengan kesal Miracle mengetik sesuatu di handphone-nya lalu ditunjukkan kepada beliau.
Kenapa paman membelanya terus?
Beliau tertawa setelah membaca ketikan tersebut. "Tentu aku membelanya, dia adalah atasanku." Candanya justru membuat Miracle semakin kesal.
"Dengar nak, semua ini terjadi karena kesalahanku. Maafkan paman." Tukang kebun itu menggenggam tangan Miracle penuh penyesalan "paman juga tidak tahu, kapan Mr. Sean akan melepaskan dirimu. Yang paman tahu sekarang Mr. Sean menginginkanmu." Miracle menggelengkan kepalanya lalu mengetik sesuatu.
Tidak. Dia tidak menginginkan diriku. Dia hanya menginginkan tubuhku. And I am not a bicth.
Mata Miracle mulai berkaca-kaca, pria itu pun mengusap iba pipi gadis didepannya ini. Dia mengerti betul dengan apa yang dikatakan Miracle. Si tukang kebun ini benar-benar tidak bisa melakukan apapun lagi karena Sean sudah mengancam akan membunuh keluarganya jika sekali saja ia membantu Miracle kabur lagi. "Maafkan aku, nak..." Hanya tetesan air mata yang keluar dari mata Miracle sembari menggelengkan kepala dan mengetik sesuatu.
Jangan menyalahkan diri paman terus. Aku janji tidak akan membuat paman disiksa lagi oleh lelaki bastard itu.
Ketiknya membuat pria itu mengerutkan kening setelah membaca tulisan terakhir.
"Bastard? Apa itu panggilan untuk Mr. Sean?"
Miracle menganggukan kepala. "Pasti Mr. Sean akan sangat marah jika tahu kamu memanggilnya seperti itu." Lanjut pria tersebut terkekeh.
Dia pantas dipanggil bastard
Ketik Miracle dengan ekspresi tidak sukanya dengan Sean. Sementara tukang kebun itu hanya geleng-geleng kepala membayangkan kemarahan boss-nya sembari menghela napas menatap wajah cantik gadis tunawicara ini. Ia bahkan tidak habis pikir boss-nya sangat menyukai Miracle. Entah sebuah anugerah atau bencana yang dialami Miracle sekarang.
"Apa perlu kupesankan minuman untuk kalian berdua?" Suara tegas itu mampu merusak suasana diantara Miracle dan tukang kebun itu.
Dengan kasar Sean meraih tangan Miracle supaya menjauh dari tukang kebun itu.
"Sekali lagi aku melihatmu menyentuhnya, aku pastikan akan mematahkan tanganmu." Ancam Sean begitu mengerikan.
Miracle yang mendengarnya saja menggidik lalu melepas kasar cengkeraman lelaki bastard ini. Tentu saja, Sean menoleh kearahnya dengan kesal melihat sikap Miracle.
"Aku tidak suka dia memegang pipi mu, ok." Tandas Sean membuat Miracle melihatnya dengan tatapan aneh.
Mungkin lelaki bastard ini memasang lebih banyak CCTV di seluruh sudut rumah ini sehingga ia tahu semua yang terjadi disini. Oh sungguh bastard orang ini. Pikir Miracle. Dia benar-benar licik.
"Kita pergi dari sini." Dengan posesif Sean menarik tangan Miracle lalu menggelandang nya pergi dari pria setengah baya itu.
Walaupun begitu Miracle masih sempat menengok ke belakang melambaikan tangan sembari memberi kissbye untuk beliau yang membalasnya dengan senyuman senang disana.
Tapi tidak begitu dengan Sean, dia merasa sangat kesal melihat sikap manis Miracle dengan tukang kebun itu.
"Rasanya aku ingin sekali melenyapkan saja tukang kebun itu." Celetuk Sean yang terdengar sampai telinga Miracle.
Seketika Miracle yang tidak suka mendengar ucapan itu meninju lengan lelaki bastard disisinya.
"Oh, sekarang kamu memukulku demi pria tua itu." Umpat Sean memegang bekas tinju Miracle yang sebenarnya tidak terasa sakit sedikitpun tapi mampu membuat hati Sean memanas.
Tentu aku akan membelanya sampai kapanpun, karena dia orang yang baik.
Ketik Miracle membuat hati Sean tambah memanas.
"Baik?"
Sean menatap penuh rasa keingintahuan "jika dia baik, lalu kenapa dia bekerja dengan seseorang seperti ku? Seseorang yang kamu sebut 'bastard', seseorang yang mungkin kamu bilang kejam, jahat, dan mungkin seperti iblis."
Sean melangkahkan kaki mendekati Miracle yang justru memundurkan langkahnya. Mata mereka terkunci sampai bayangan mereka muncul di bola mata lawannya.
"Apa kamu yakin dia sebaik itu?" Lanjut Sean membuka sudut pandang Miracle "tentu dia juga pernah melakukan sesuatu hal yang mungkin tidak kamu suka. Hanya saja, ia melakukannya tidak didepanmu." Jelas Sean benar-benar membuat Miracle tak percaya
"dan..."
Sean menarik pinggul Miracle supaya menempel pada dirinya, sementara kedua tangan Miracle berada di depan dada bidang didepannya agar tidak terlalu dekat. "Apa bedanya pria tua itu dengan diriku..." Tambahnya kemudian mencium bibir kenyal Miracle penuh kelembutan.
Ia melakukannya tanpa ada nafsu yang menggebu-gebu, ia bahkan tidak memaksa Miracle untuk menerima ciumannya, ia hanya ingin Miracle merasakan setiap sentuhan bibirnya. Sungguh berbeda dari yang biasanya. Sampai-sampai entah sadar atau tidak kedua tangan Miracle melunak, tidak lagi memberontak, kepalan tangan kirinya kini terbuka menyentuh dada bidang tersebut dan tangan kirinya mulai menyelusuri ke pundak Sean sembari mengikuti setiap lumayan yang lelaki bastard ini berikan.
"Oh ya Tuhan!!?"
Seketika Miracle menjauhkan diri saat dirinya sadar telah hanyut dalam pesona lelaki bastard ini. Dengan pipi merona Miracle mengusap kecil bibirnya berusaha menghapus gelayar yang baru saja ia nikmati.
Sedangkan Sean terlihat menyembunyikan senyum kemenangannya karena sudah berhasil membuat Miracle jatuh dalam pesonanya untuk yang pertama kalinya.
Dalam hati Miracle terus saja menyumpahi dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia hanyut dalam ciuman itu. Oh ya Tuhan, ia benar-benar merasa sangat jijik dengan dirinya sendiri sekarang. Sungguh tubuh yang tak tahu diri. Umpatnya dalam hati.
*