6

2470 Words
"Miracle!! Miracle!!!" Suara lantang seorang lelaki itu telah mengganggu ketenangan Miracle yang sedang bersantai diatas hammock. Miracle pun turun dari hammock-nya untuk menghampiri lelaki itu. Ia mengangkat dagu sekali sebagai tanda menanyakan apa yang sedang terjadi kepada lelaki yang lebih muda setahun darinya tapi sudah menjadi kepala pengurus pantai ini. "Ada yang ingin menyewa pantai ini selama dua hari." Jelas Kelvin begitu semangat. "sebenarnya mereka butuh malam harinya saja. Jadi, siang kalian masih bisa membuka cafe." Lanjutnya. Miracle mangguk-mangguk. Selama dirinya tidak dirugikan tidak masalah baginya. "Tapi..." Kelvin ragu mengatakannya. Miracle mengerutkan kening penasaran menunggu kalimat selanjutnya. "Tapi aku butuh orang untuk melayani mereka." Tandas Kelvin lagi. Miracle seketika menggidik mendengar kata 'melayani mereka' dari mulut Kelvin. Tangannya bertolak pinggang bermaksud meminta penjelasan mengenai apa yang baru saja Kelvin katakan. Melihat ekspresi Kelvin yang bingung, barulah Miracle tahu kalau lelaki didepannya tidak mengerti. Lalu Miracle pun merogoh saku untuk mengambil note dan bolpoin untuk menulis sesuatu. Seketika Kelvin tertawa lebar membaca tulisan Miracle. "Melayani pria hidung belang. Itu maksud kamu??!" sahut Kelvin berusaha menahan tawa. "Are you crazy???" Kelvin menoyol kepala Miracle "bagaimana bisa kamu berpikiran seperti itu? Kamu sepertinya pernah menjadi korban pria hidung belang." Tambah Kelvin menggoda sembari menahan geli. Memang benar. Itu yang ada dipikiran Miracle sekarang. Dan itu dia simpan rapat-rapat agar tak ada satu orang pun yang tahu. * Malam ini, pemandangan tepi pantai benar-benar disulap menjadi seperti tempat eksotis. Banyak kursi dan meja yang tertata rapi disana dengan assesoris-assesoris yang saling menyempurnakan Satu per satu tamu mulai berdatangan. Dengan senang hati Miracle dan beberapa temannya menyambut mereka dengan hidangan pembuka. Terlihat Miracle begitu ramah dengan senyum manisnya melayani para tamu. Ketika acara sudah dimulai, para pelayan kemudian meninggalkan tempat untuk menyiapkan hidangan yang lain. Miracle terlihat begitu sibuk membantu rekan-rekannya. Tentu hal itu membuat senang yang lain. Jika ada piring atau gelas yang kotor, Miracle langsung mencucinya tanpa diperintah. Jika ia mendengar hidangan habis, ia langsung melihatnya kemudian mengantarkan hidangan tersebut ke meja yang sudah disiapkan. Miracle seperti tidak memiliki rasa lelah. "Meja bintang meminta anggur sekarang." Seru Kelvin masuk ke dapur. Segera Miracle meraih nampan dan mengambil sebotol minuman menuju meja yang dimaksud penuh semangat. Dengan ramah dan sopan, Miracle menuangkan anggur kedalam gelas satu per satu diatas meja. Miracle tetap tersenyum manis meski orang-orang yang duduk tidak memperhatikan karena sibuk dengan pembicaraan mereka. Dan akhirnya, gelas terakhir sudah terisi anggur. Saat berniat pergi, tak sengaja mata Miracle melihat sesosok lelaki duduk di meja yang baru saja ia tuangi  anggur. Deg!! "Oh mine!" Kejutnya setengah mati dalam hati saat ia tahu, lelaki itu adalah lelaki bastard yang telah merenggut kehormatannya. Seketika Miracle membalikkan badannya dan bergegas berlari sejauh mungkin. Tapi sebelum itu terjadi, ia malah menabrak seorang pelayan lain saat membalikkan tubuhnya sehingga hidangan yang dibawa oleh rekannya tumpah ke pakaiannya. Tentu saja, hal itu menarik perhatian orang disekitar. Termasuk meja dimana Sean duduk. "Kamu tidak apa-apa?" Tanya rekannya merasa tidak enak hati. Miracle menggelengkan kepala cepat. Lalu segera menjauh dari tempat itu. Sean tidak tahu siapa pelayan itu karena hanya punggung dan rambut terurai yang ia lihat. Tapi saat melihat gerakan gelengan kepala itu, ia mengerutkan keningnya. Mulai bertanya-tanya memutar otak sembari memperhatikan kepergian pelayan itu. Sebelum akhirnya, disadarkan oleh rekan disebelahnya. * Tanpa berpikir panjang, Miracle masuk kedalam kedai. Kemudian menguncinya rapat-rapat. Jantungnya seakan ingin meledak. Ia takut jika lelaki bastard itu menemukan dirinya. Bayangan tentang malam itu membuatnya miris setengah mati. Miracle tidak menyangka melihat lelaki bastard itu lagi. "Oh ya Tuhan, jangan biarkan dia menemukanku. Aku mohon...aku mohon..."  Harapnya dalam hati. Saat ini dirinya benar-benar ketakutan. Apa yang harus dilakukan. Apa yang harus dilakukan. Itu yang ada dibenaknya sekarang. Mondar-mandir tidak jelas. Sesekali duduk dengan was-was, sesekali berdiri memutar otak. Tok. Tok. Tok. Tubuh Miracle terkesiap. Siapa yang berada dibalik pintu. Apakah lelaki bastard itu. Oh ya Tuhan, rasanya ingin mati saja jika benar lelaki bastard itu yang dibalik pintu. Pikir Miracle. "Hei, Miracle. Apa yang sedang terjadi?" Suara itu mampu meruntuhkan rasa takut yang hampir menenggelamkannya. "Miracle?" Panggil Kelvin sekali lagi. Ketika pintu terbuka, tangan Miracle langsung meraih tangan Kelvin agar segera masuk kedalam lalu kembali menutup pintu. "Apa kamu baik-baik saja?" Cemas Kelvin. Dengan kedua telapak tangan, Miracle menutup wajahnya sesaat berusaha menenangkan dirinya. "Hei?" Tegur Kelvin mengguncang kecil bahu Miracle. Miracle kemudian tersenyum tipis sembari menarik napas. Ia berisyarat bahwa semua baik-baik saja. "Apa benar tadi kamu..." Kelvin tidak melanjutkan ucapannya karena tidak ingin menyinggung perasaan. Miracle mengangguk sekali mengerti apa yang ingin Kelvin tanyakan. Memang benar kalau ia membuat sedikit kekacauan disana. "Apa kamu ingin istirahat?" Tanya Kelvin cukup cemas melihat Miracle gelisah. Tanpa basa-basi Miracle menganggukkan kepala. Dia saat ini Miracle benar-benar membutuhkan istirahat. Oh tidak, tepatnya membutuhkan persembunyian. * Lebih baik tetap didalam kedai. Keputusan ini adalah tindakan yang paling aman sekarang. Tidak peduli dengan pelanggan yang harus kembali pulang. Setidaknya untuk hari ini saja sampai acara berakhir. Tapi Miracle belum memberi tahu Kelvin kalau tidak bisa membantunya kali ini. Ia harus segera memberi tahu Kelvin secepatnya. Keputusan Miracle sangat benar tidak keluar dari kedainya. Karena Sean keliaran di pantai untuk menghabiskan waktu santainya. Meski cuma mengenakan celana kolor sederhana saja dan memamerkan bentuk tubuhnya yang atletis sudah membuat para kaum hawa disekitar pantai meleleh setengah mati. Tentu saja, ia bagaikan jelmaan dewa Yunani yang hadir untuk memikat para wanita. Mata Sean mengarah kearah satu kedai yang tertutup rapat. Ia membandingkan kedai yang lain begitu ramai. Mungkin disana memang tidak ada pemiliknya. Ia pun berjalan menuju kedai itu berniat meregangkan otot disana. Karena Sean tidak suka dengan kegaduhan, makanya ia memilih untuk beristirahat di kedai tutup itu. Sesaat kemudian, Miracle membuka pintu berniat keluar sebentar menemui Kelvin. Tapi saat melihat di terasnya ada lelaki yang benar-benar dia kenal. Mata Miracle melebar dan seketika dia tutup kembali pintu itu mengabaikan suara 'brak' yang dihasilkan dari bantingan pintu tersebut karena sangking terkejutnya lalu ia kunci. Jantungnya seketika berdentum sangat kencang. Hingga tangannya harus menyentuh jantungnya untuk menenangkan diri. "Bagaimana bisa dia berada diluar kedai-ku???" Berusaha menarik napas karena rasanya seperti kehabisan asupan oksigen. Sementara suara pintu tertutup itu cukup membuat mata Sean terbuka. Matanya mengarah ke pintu yang masih tertutup. Ia pun bangkit tanpa mengalihkan pandangannya, lalu berniat membukanya. Untung saja, Miracle langsung menguncinya. Dengan harap-harap cemas, Miracle terus berdoa agar lelaki itu segera pergi dari teras kedainya. Mata Miracle terpejam lega saat mendengar langkah pergi lelaki itu dari kedai-nya. "Sepertinya aku tidak bisa tinggal disini lagi. Aku harus menjual kedai ini." Pikir Miracle. * Pagi ini semua orang sibuk membereskan acara semalam. Mereka saling gotong royong, kecuali Miracle yang belum kelihatan batang hidungnya. Mata Kelvin mengarah ke kedai milik Miracle yang masih tertutup rapat. Apa sakitnya semakin parah? Pikirnya karena kemarin Miracle sempat mengatakan dirinya tidak enak badan. Miracle baru saja memerjapkan mata saat mendengar Kelvin memanggil-manggil namanya sembari beberapa kali mengetuk pintu. Dan pintu baru terbuka, Kelvin langsung nyelonong masuk mengecek dahi dan leher Miracle. Tentu saja, Miracle menepisnya. "Apa kamu masih sakit?" Miracle menggelengkan kepala. Sakit, adalah alasan dia agar tidak keluar seharian kemarin. Miracle tersenyum lalu keluar dari kedai berniat membantu yang lain membereskan sisa acara semalam. "Jangan paksakan diri jika kamu masih sakit." Tutur Kelvin malah membuat Miracle mengerutkan kening menatap lelaki didepannya mulai sok dewasa. Miracle pun meraih telapak tangan Kelvin untuk diletakkan ke dahi dan lehernya. Normal. Tidak ada yang sakit. Kemudian tersenyum manis lalu bergabung dengan yang lain. Sedangkan Kelvin hanya mematung memperhatikan sikap aneh Miracle sejak dua hari ini. * Sean memutuskan untuk tidak langsung kembali. Ia masih ingin menikmati satu hari lagi di pantai ini. Dengan berdiri didepan kaca tembus pandang bertelanjang dada dan mengenakan celana abu-abu bermotif santai diatas lutut, Sean menikmati pemandangan pantai dari dalam kamarnya. Sungguh, menakjubkan. Ia benar-benar menyukai pemandangan laut disini, dia menyukai pasir putih disini, dia menyukai penginapan di pantai ini. Mungkin menghabiskan satu hari disini tidak membuatnya merugi. Ditengah ketenangannya, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Nada dering itu adalah nada dering khusus dari Derrick. Jika ia menelpon berarti ada sesuatu yang sangat mendesak. Sepenting apa Derrick menghubunginya. "Ya." Sahut Sean tidak tertarik. Namun setelah mendengar ucapan Derrick dibalik telepon mampu membuat mata Sean melebar. Setelah menutup telponnya, segera ia mengecek pesan gambar yang ia terima dari Derrick. Benar. Dia adalah Miracle. Yakinnya menatap foto yang baru saja dikirim oleh Derrick. "Finally..." Senyum miringpun terukir di wajah tampannya. Ia tidak menyangka bahwa wanitanya sedekat ini tapi ia tidak menyadari. Wait. Sean memutar sedikit memori-nya dengan seorang pelayan yang kabur setelah menabrak pelayan lain. Senyum tak percaya pun kembali terukir. Seharusnya malam itu ia sadar, kalau pelayan itu adalah Miracle. Berarti malam itu Miracle sudah tahu kalau dirinya di pantai ini dan wanita itu kemudian bersembunyi darinya lagi. * Setelah selesai membantu membersihkan pantai, Miracle pun segera mandi. Akhirnya, lelaki bastard itu sudah pergi. Jadi ia bisa kembali beraktifitas seperti biasa, mengumpulkan pundi-pundi uang dengan mulai membuka kedai lagi. Pasti para pelanggannya sudah tdak sabar menanti kedai-nya untuk dibuka. Miracle mengongkek pinggang ke kanan dan ke kiri agar otot-ototnya tidak menegang saat melakukan aktifitas rutinnya. Mengambil napas dalam-dalam lalu membuangnya cepat dengan antusias. Segera Miracle membuka pintu dengan semangatnya. Waktunya menjemput rejeki. "Halo sweetie..." Deg!!! Jantung Miracle seakan berhenti berdetak ketika melihat sesosok laki-laki di depan pintu kedai-nya. Kakinya seakan mati rasa, bahkan tubuhnya hampir ambruk. Tetapi dengan cekatan Sean menahannya. Tentu dengan senyum kemenangan karena sudah berhasil menemukan apa yang diinginkan. Miracle langsung melepaskan diri dari sentuhan lelaki itu dan melangkah mundur secara otomatis saat Sean melangkah mendekatinya. "Seperti yang sudah pernah aku katakan. Dirimu memang seperti keajaiban, sama dengan namamu" Nada suara itu tetap sama seperti malam itu. Tak sadar, Miracle sudah meneteskan air mata. Ia teringat jelas kejadian di rumah itu. Membayangkannya saja sudah membuat merinding apalagi tinggal disana. Terlihat jelas kebingungan, ketakutan, kemarahan bercampur aduk dalam wajah cantik Miracle. Sedangkan Sean hanya tersenyum lancip disana penuh dengan kemenangan. Bagaimana bisa lelaki bastard ini tahu Miracle ada disini. Oh ya ampun. Bulu kuduk Miracle merinding melihat situasi ini. Sekarang, tubuh Miracle sudah menabrak dinding sehingga ia tidak bisa kemana-mana lagi saat kedua tangan Sean memenjarakannya seketika. "Permainan sudah berakhir, sweetie..." Mata mereka saling bertemu dengan arti yang berbeda tentunya. Melihat kebencian, amarah, dan ketakutan, tidak mengurungkan niat Sean untuk mulai menyentuh kulit lembut pipi wanita didepannya. Dengan kasar Miracle menampiknya. Mata Sean mengikuti gerakan tangannya yang dibuang kasar oleh wanita didepanya ini. Bukannya marah, Sean justru tersenyum kecut. "Kamu masih sama" Mata Sean berubah penuh gairah menatap Miracle. Tangan kiri Sean menjambak rambut belakang tengkuk Miracle. Tentu saja perlakuan Sean membuat Miracle meringis kesakitan. Tanpa dikomando, Sean meluncurkan ciuman panasnya kearah bibir Miracle. Berusaha melumat habis meski bibir didepannya telah ditutup rapat. Tangan Miracle memukul-mukul asal tubuh Sean dengan mata terpejam, berusaha berontak dan melepaskan diri. Namun tubuh lelaki bastard ini sedikitpun tidak bergerak mundur malah semakin menempelkan tubuhnya hingga Miracle merasakan dekupan jantung lelaki bastard ini. Ciuman ini seperti sebuah pelampiasan diri Sean yang sudah berminggu-minggu frustasi dengan sesosok wanita ini. Tanpa mempedulikan pukulan lemah Miracle, tangan kanan Sean menelusup masuk kedalam baju Miracle dan langsung meremas gundukan kenyal itu. Sontak Miracle mengejang hingga tidak bisa mengendalikan bibirnya yang langsung terbuka saat mendapatkan rangsangan yang tak terduga-duga. Sungguh kuat sekali tenaga Sean sehingga Miracle tidak mampu menghindari serangan demi serangan yang diberikan oleh Sean. Bahkan untuk oksigen pun sulit masuk kedalam pernapasan Miracle. Ditambahkan lagi sentuhan gila Sean seperti setrum berdaya tinggi yang mampu membuat Miracle tidak berdaya. * "What the f**k??!!" Kelvin langsung menarik kasar pundak Sean yang terlihat jelas memaksa Miracle berciuman dengannya. Mau tidak mau ciuman itu harus terputus ditengah jalan. Sean menoleh kearah lelaki yang sudah berani menganggu kenikmatannya. Kelvin langsung menarik tangan Miracle supaya menjauhi pria asing itu. Melihat kondisi Miracle yang berantakan dan wajah yang basah karena air mata. Kelvin menjadi sangat marah. Meski mata Kelvin tak setajam Sean, tetap saja memancarkan bola api yang sangat besar. Sementara Sean hanya tersenyum miring sembari mengusap bibir bekas ciuman panasnya. Napas kembang kempis Kelvin menandakan bahwa dia sudah diselimuti emosi. Jelas saja ia sangat marah, ketika seorang gadis tunawicara mendapatkan pelecehan seperti itu. Dia bahkan tidak habis pikir ada seorang laki-laki yang memanfaatkan seorang gadis tunawicara untuk melampiaskan nafsu gilanya. Miracle yang seperti bisa membaca apa yang akan terjadi, seketika dia berdiri diantara dua lelaki itu dan menghentikan Kelvin yang berniat menghantam Sean. Tentu saja, Kelvin menghentikan kepalan tangannya yang sudah setengah melayang karena Miracle ada didepannya sembari menggelengkan kepala beberapa kali. "Miracle, apa yang ka-" ucapan Kelvin terhenti saat melihat wajah lelaki asing itu tersenyum menertawainya. Tangan Miracle langsung meraih kepalan tangan Kelvin untuk memohon agar tidak melakukan hal bodoh ini. "Aku mohon...jangan lakukan itu. Kamu tidak tau siapa lelaki bastard didepan mu ini. Dia sangat kejam, bahkan melebihi iblis. Aku mohon...aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi denganmu...." Pinta Miracle dalam hati. Melihat mata memohon itu, Kelvin pun mengurungkan niatnya untuk menghajar lelaki itu. Dengan sombongnya Sean mengangkat dagu-nya karena telah mendapatkan pembelaan dari wanitanya. "Aku anggap, aku tidak pernah melihat lelaki ini." Sean merapikan pakaiannya. Sedangkan Kelvin terlihat tidak suka dengan ucapan Sean, tapi bagi Miracle ucapan itu seperti memiliki makna kalau Kelvin akan tetap baik-baik saja. "Aku akan kembali nanti, sweetie." Baru satu langkah Sean berhenti sejenak "dan jangan mengulang kesalahan yang sama..." Kepala Sean menoleh kearah Miracle dengan senyum yang mematikan. Melihat sikap pria asing ini benar-benar membuat Kelvin muak dan tak bisa lagi mengendalikan dirinya. Ia balik kasar pundak lelaki itu dan langsung meluncurkan sebuah hantaman kuat kearah bibir Sean. Meski badan Sean tidak terpelanting tapi cukup membuat kepalanya menoleh kasar ke kiri dengan darah diujung bibir. Cukup kuat. Dengan tatapan membunuh, Sean mengusap kecil bibirnya yang berdarah dan melihat bekas darah di punggung tangannya. "Kamu sudah melakukan kesalahan yang besar, bocah ingusan." Desisnya dalam hati. Ternyata Sean lebih cekatan dibanding dengan Kelvin. Tentu saja, Sean bukanlah sembarangan orang. Seperti angin, hantaman Sean langsung membuat tubuh Kelvin terpelanting ke tanah. Sangat sakit. Miracle bingung dan ketakutan, ia terkejut saat Kelvin memberanikan dirinya menghantam lelaki bastard itu. Belum sempat ia bertindak Sean sudah menghantam lebih kuat lagi. Hentakan kaki berat Sean mengarah ke Kelvin, sepertinya ia ingin menghajar habis-habisan bocah ingusan itu. Oh tidak. Kelvin bisa mati di tangan Sean jika dibiarkan. Miracle berusaha menahan lengan berotot Sean namun tak digubris sama sekali. Dia tidak bisa berteriak memohon menghentikan keganasan Sean. Miracle hanya bisa menangis tanpa suara dan terus berusaha menahan Sean yang sudah dikuasai iblis. Dengan kasar Sean meraih kaos lelaki itu berniat menghujani pukulan demi pukulan ke sekujur tubuh bocah ini. Entah dorongan dari mana dan pemikiran dari mana, Miracle mendekap erat tubuh lelaki bastard itu dari belakang, masing-masing tangannya menelusup masuk diantara lengan lalu mengaitkan jemarinya ke pundak lelaki bastard ini. Berharap Sean mengurungkan niatnya.   Dan benar, Sean terhenti. Ia diam untuk merasakan pelukan hangat yang tiba-tiba menyerangnya sehingga mampu meredamkan api amarah dalam dirinya. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD