Kedatangan Jordan

1125 Words
“Kepiting Sayang, jangan sok-sokan deh. Makanlah makanan yang ada! Di luar sana banyak sekali yang sakit tetapi nggak mampu makan. Kamu masih dikasih makanan enak pakai telur begini masa masih protes sih. Sekarang, ini dimakan dulu. Gue lanjutin nyalin materi lo.” “Iya deh iya. Tapi Mending lo pulang dulu aja sekarang. Besok ada kuliah pagi kan? Ini nggak usah di selesaiin nggak apa-apa. Gue bisa nyalin besok kalau udah enakan.” “Beneran nggak papa?” “Nggak apa-apa.” “Ya udah kalo gitu gue balik dulu ya? Jangan lupa dimakan lontongnya. Awas jangan sampai tersisa sedikitpun. Mubazir. Cepet sehat ya, Ting. Gue balik dulu,” ucap Beno. Dia mengelus lembut rambut sang kekasih dengan penuh kasih sayang. Beberapa menit kemudian, dia sudah melesat pergi dari ruangan itu. Sementara Adis, masih sibuk memandang lontong dan telur goreng yang masih tergeletak manja di meja yang ada di samping tempat tidurnya. “Ben, Ben. Kapan sih lo mau manjain gue dikit aja. Elo itu udah sempurna banget menurut gue. Kalau Aja lo nggak pelit, pasti gue tambah bahagia banget. Masih pacaran aja lo pelitnya kayak gini sama gue, gimana kalau udah nikah nanti,” monolog Adis. Tak lama kemudian, terdengar suara pintu terbuka. Seorang laki-laki yang umurnya nggak jauh dari Beno masuk dengan senyum ke ruangan Adis. “Hai, Adis? Lo sudah baikan?” Laki-laki itu tersenyum manis. Adis langsung tersenyum lebar. Namun, semyumlebarnya bukan karena kesengsem dengan senyum manis laki-laki itu, tetapi karena apa yang ada ditangan kanannya. “Jordan?” Meskipun tengah terbaring, terlihat sekali wajah sumringah Adis saat melihat satu keranjang buah-buahan lengkap. Ada apel, pir, kiwi, jambu, dan juga buah-buahan lainnya. Selain itu dia juga membawa pizza. Ah, kedatangan Jordan benar-benar seperti oase di tengah padang pasir. “Hai. Lo udah makan belum? Gue bawain pizza sama buah.” Jordan tampak begitu keren dengan celana putih juga kemeja putih yang dilengkapi dengan sweater warna hitam. Rambutnya Dipomade rapi. Sepatu putihnya membuat dia tampak lebih keren. Namun sayangnya, dia bukan siapa-siapa Adis. Hanya teman. Namun, Jordan jauh lebih royal daripada pacarnya sendiri. Penampilannya benar-benar berbeda 180 derajat dengan Beno yang apa adanya. “Tahu banget sih lo kalau gue belum makan. Siniin cepet pizzanya!” Adis sumringah. Dia segera bangun dari tidurnya, menengadahkan tangannya meminta Jordan segera memindahtangankan sekotak pizza. “Kelaparan banget lo ya? Sabar kenapa?” Jordan segera membuka pizza yang dia bawa lalu menyodorkannya ke arah Adis. Adis yang memang sudah mendamba makanan enak segera melahap Pizza yang dibawakan oleh Jordan. Jordan yang saat itu duduk di tepi tempat tidur, langsung menoleh ke arah lontong plastik yang ada di atas meja dan juga bungkusan kecil di sampingnya. “Apaan tuh, lontong? Dari Beno?” “Hooh. Di beliin lontong doang sama telur goreng. Males banget makannya.” Jordan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Beno … Beno. Kapan sih dia mau berubah. Elo juga sih. Kenapa Masih betah sih sama dia. Banyak cowok di luar sana yang jauh lebih sayang sama kamu dibandingkan Beno. Salahsatunya … “ “Salah satunya lo? Hahaha … Ogah banget. Lo banyak yang ngejar. Bisa mati berdiri kalau punya pacar kayak lo.” ‘Dis, gue beneran sayang sama lo. Kenapa sih lo masih mau bertahan sama orang yang jelas-jelas nggak mau prioritasin lo. Apalagi yang lo lihat dari Beno? Dibeliin pizza sama Beno aja belum pernah kan seumur hidup lo?’ Jordan memandang Adis yang memakan pizza dengan lahap. Adis adalah satu-satunya wanita yang disukai oleh Jordan di kampus. Meskipun banyak yang mendekatinya, dan ingin dekat dengannya, tetapi dia tidak menggubris mereka sama sekali karena di hatinya sudah ada Adis. Perempuan yang selalu apa adanya. Perempuan yang suka makan apa aja dan makan banyak tanpa gengsi di depan laki-laki. Perempuan yang ceplas-ceplos tetapi berhati baik. Itulah yang disukai oleh Jordan dari Adis. Karena kebanyakan wanita yang dia temui, mereka sering pencitraan di depannya. Senyum mereka, kata-kata mereka, tingkah laku mereka di depan Jordan, semua fake. Jordan bisa melihat itu dengan jelas, dan dia tidak suka itu. Dia lebih suka wanita yang apa adanya seperti Adis. “Pede Boros. Mana mungkin gue suka sama cewek ceroboh kayak elo. Ya paling nggak lo bisa dapetin yang jauh lebih baik dari Beno. Kasihan gue lihat elo kurus kering kerontang begini gara-gara enggak pernah dikasih makan sama Beno.” “Siapa bilang gue nggak dikasih makan. Gue selalu dikasih makan sama dia. Ya Meskipun makanannya itu-itu doang setiap hari. Tapi ya sudahlah. Dia itu orang yang paling perhatian dan paling care sama gue. By the way, thank you udah bawain gue pizza.” Adis tersenyum lalu kembali memakan pizza dengan lahap. Namun, di tengah-tengah dia makan pizza, Adis merasa perutnya kembali berulah. Dia kembali merasakan mual. Dia memegangi perutnya, lalu menutup mulutnya karena dia benar-benar ingin muntah. “Eh eh, Lo ngapain dis? Kok tiba-tiba muka lo memerah gitu?” “Jordan, sepertinya gue mau muntah deh,” ucap adis sambil menutup mulutnya. “Hah? Muntah? Eh tunggu … tunggu dulu. Jangan muntah dulu dong. Lo kan Bisa muntah di kamar mandi. Jijik gue kalau lihat orang muntah,” ucap Jordan yang saat itu menjauhkan dirinya dari Adis dan menutup mulutnya. Jordan memang paling jijik sama muntahan. Jadi dia tidak mau melihat Adis muntah di hadapannya, karena pasti dia akan ikut muntah dan perutnya serasa diaduk-aduk. Seketika, Adis langsung Menatap jordan dengan tatapan kesal. Segitunya dia sama orang sakit. Kalau di sini ada Beno, pasti dia akan cepat-cepat mencari tempat muntahan dan langsung memijit-mijit tengkuk Adis. “Dan, tolong ambilin tempat muntahan dong dibawah. Ribet kalau mau ke kamar mandi. Gue harus bawa selang infus juga. Cepetan ambilin! Udah gak betah gue pengen muntah,” ucap Adis yang masih menutup mulutnya. Perutnya sudah mual tak karuan. Namun dia tetap masih menahan. “Ish, jijik banget pakai tempat muntahan. Lo ke kamar mandi aja deh gue anter.” “Nggak keburu, dodol. Cepet ambilin!” “Iya deh iya.” Dengan menutup hidungnya dengan tangan kanan, Jordan berjalan perlahan mendekati tempat tidur Adis. Lalu dia merunduk, mengambil baskom kecil yang biasa digunakan oleh Adis untuk memuntahkan isi perutnya. Ya, memang biasanya begitu. Setelah makan dia sering kali muntah. Dengan ibu jari dan jari telunjuknya, Jordan mengambil baskom kecil itu. Lalu dia berdiri dan bersiap memberikan baskom itu pada Adis. Namun, belum sampai adis menerima baskom itu, rasa mualnya tidak bisa tertahankan lagi. Akhirnya dia memuntahkan isi perutnya dihadapan Jordan, dan … tidak sengaja mengenai sweater hitam brandednya. Jordan hanya melongo sejenak sambil melebarkan matanya. Dia tidak bisa berkutik karena tiba-tiba Adis benar-benar muntah di hadapannya tanpa aba-aba. “Adis … jorok banget sih Lu. Ah, gue pamit dulu ke kamar mandi. Jijik banget gue,” ucap Jordan. Lalu dia berlari ke kamar mandi. Sementara Adis hanya melongo melihat sikap Jordan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD