Gina mengernyitkan kening begitu melihat wajah lebam Ical ketika laki-laki itu memasuki Kelas. Pandangannya beralih pada Sheila yang berjalan tepat di belakang Ical. Sama seperti sebelumnya Gina langsung tahu siapa penyebabnya didukung dengan tangan Sheila yang gemetar sembari menggenggam sebungkus cokelat.
"Yuda?" ucap Gina nyaris kehilangan suaranya ketika Sheila berdiri di depan tempatnya duduk.
"N-na..."
Gina menarik tangan Sheila. Menyuruhnya untuk segera duduk di sampingnya kemudian seperti biasa memberikan teh manis hangat yang selalu ia bawa di tumblr-nya. "Minum gih."
"Nggak-nggak, Na." Sheila menoleh ke belakang menatap Ical yang duduk di kursi paling ujung. "Gue harus ngobrolin ini sama Yuda."
"Lo mau ngomong gimana?"
Sheila menatap Gina lamat. "Gak tau... yang jelas lo temenin gue ya?"
"Dih!"
"Gue gak berani dong kalau sendirian!" kata Sheila yang mungkin terdengar aneh. Bagaimana bisa ia tidak berani padahal yang diajak bicara adalah seseorang terdekatnya. "Pokoknya gue perlu lo di samping gue. Udah. Itu aja."
Gina diam sejenak. Meskipun dirinya menentang keras untuk Sheila melanjutkan hubungan dengan Yuda, tapi perempuan itu juga dengan tegas membatasi diri untuk berurusan langsung dengan Yuda.
Sheila menatap Gina memelas. "Na, please?"
"Oke. Tapi ini beneran gara-gara Yuda, kan?" tanya Gina memastikan lagi.
Sheila mengangguk mantap. Tidak perlu bertanya pada Ical, dari cara Ical menatapnya di depan Kelas tadi, Sheila tahu bahwa Yuda adalah penyebabnya.
***
Basecamp Primrose tertutup rapat, di dalam ruangan tersebut berkumpul sebelas orang. Di antaranya sembilan orang laki-laki dan dua orang perempuan. Stella mengangkat tangannya ketika Lando selesai dengan semua penjelasan yang ia rangkum dalam waktu satu malam.
"Cewek boleh ikut, kan?"
Lando meneguk separuh isi botol air yang diberikan oleh Yuda. Laki-laki itu menatap Stella yang duduk di atas meja sembari memainkan rambut ikalnya. "Boleh. Selama ada persiapan. Punya perlengkapan. Punya pengalaman."
"Jadinya cuma lima gunung, Bang? Gak kurang?" tanya Tio, laki-laki berambut gondrong dengan wajah rupawan. Kerap kali disukai sesama jenis sebelum menumbuhkan kumisnya.
"Kita sepakat pakai waktu liburan sebulan sebelum pada pulang kampung, kan? Jadi ya... sama perjalanan, belum nongkrongnya, mampir sana-sini. Perkiraan gue sebulan lebih dikit paling semingguan."
Yudis mengetuk-ketukan jemarinya di atas meja membuat laki-laki itu menjadi pusat perhatian. "Ini yang jalan internal aja kan? Gak pakai rekrutemen anak baru?"
Lando mengangguk. "Gue gak mau ambil resiko."
"Waktu kita berarti tinggal tiga bulan." Yuda mengambil alih sebagai wakil ketua Primrose, yang ditunjuk langsung oleh Lando berkat loyalitas laki-laki itu pada organisasi selama dua tahun terakhir. "Selama itu kita semua bakal sibuk masing-masing. Tugas, praktikum, UAS. Jadi gue sama Lando harap kalian bisa ngatur waktu buat tetep olahraga."
Yudis kembali mengajukan pertanyaan. "Kita olahraga sendiri-sendiri?"
"Betul."
"Hah?" Yudis mengernyitkan kening kemudian terkekeh pelan. "Enggak— maksud gue ada ya orang yang olahraga sendirian?"
Lando menatap Yudis sembari menahan senyumnya ketika Yudis menambahkan kalimatnya. "Secara sadar?"
"Harus bisa disiplin." Yuda kembali mengambil alih pembicaraan. "Nantinya lo semua bakal sibuk sama urusan kuliah masing-masing. Kalau gue sama Lando bikin jadwal latihan, yang ada kalian bakal capek. Bikin alasan segala macem buat bolos latihan. Terus apa ujungnya?"
Yudis menaikkan sebelah alisnya tahu ke mana arah pembicaraan ini.
Yuda menarik napas dalam-dalam sebelum berkata,"Kita akhirnya gak satu tujuan lagi!"
Rapat selesai tanpa sanggahan seperti sebelumnya. Yudis menutup pintu Basecamp dengan sekali sentakan penuh tenaga hingga menimbulkan suara keras. Membuat dua orang yang tersisa si dalam Basecamp, Lando dan Tio.
Lando segera tertawa lepas begitu melihat wajah kesal Yudis yang lagi-lagi kalah berdebat dengan Yuda yang notabene-nya adalah junior.
"Eits, selow Bang Yud," kata Tio seraya menghisap rokoknya.
Yudis langsung menuju Lando. Mendorong laki-laki itu hingga terjatuh dari sofa yang ia tempati demi menghentikan tawa menyebalkan dari sahabat seperjuangannya itu. "Gila lo nunjuk wakil macem itu!"
Tanpa repot harus naik kembali ke sofa, laki-laki itu memilih bersandar di kaki Tio. "Tadinya dia gak senyebelin itu."
"Enggak— maksud gue gini loh..." Yudis menghela napas panjang. Berdecak keras sambil menyurai rambutnya ke belakang. "Itu anak gak perlu nyindir gue kan?"
"Betul Bang."
"Tau kok, gue salah di pendakian kemarin. Tapi wajar dong gue protes sama jadwalnya?" Yudis menatap Lando yang mengangguk-anggukan kepala. "Itu bocah buat juga seenak jidat. Gak pakai rapat atau minimal ngobrol. Yuda ada izin nggak Lan sama lo?"
Lando menggeleng. Dia masih ingat betul bagaimana Yuda tiba-tiba saja datang pada satu per satu anggota Primrose, membagikan selembaran berisi jadwal kegiatan latihan super padat dan kebanyakan bentrok dengan jadwal kuliah. Akibatnya banyak dari mereka yang protes pada Lando juga Yuda, tentunya yang saat itu sudah menjabat menjadi wakil ketua.
Lando pun tidak bisa asal menyalahkan Yuda. Berkat perjalanannya ke Kalimantan berkedok penelitian itu semua menjadi kacau. Tentu, Lando mengambil sebagian tanggung jawab dengan meminta maaf dan memperbaiki jadwal yang seharusnya tidak ada itu. Resiko lain yang harus di tanggung Lando adalah Primrose hampir kehilangan seluruh anggota tetapnya. Kini hanya tersisa Lando, Yudis, dan Tio sebagai senior mereka.
"Jadi gimana?" Lando menyalakan korek api, menyulut rokok yang terselip di antara jari telunjuk dan tengah. "Lo mau gue bikinin jadwal latihan?"
"Ya... kayak biasanya aja lah Lan. Kita kan selalu sempetin sabtu atau minggu buat olahraga bareng. Terus kalau udah deket hari H kita tambah intensitasnya?" Yudis menyandarkan badan ke sofa. "Bukannya lebih enak gitu?"
"Harusnya, tapi gimana. Semua juga bakal gak mau—"
"Lagian lo kenapa pakai acara bilang lo yang nyuruh sih ke anak-anak?" sela Yudis kemudian berdecak keras. "Lo liat sekarang."
Tio menganggukan kepalanya. "Anak-anak jadi kurang respect sama lo, Bang."
Lando tersenyum tipis. Dia juga tidak pernah mengira hanya karena permasalahan jadwal latihan bisa menimbulkan kekacauan sebesar ini.
"Yuda perlu dikasih pel—"
Tok... Tok... Tok...
"Ck! Siape lagi pakai sok segala ngetuk," oceh Yudis tapi tetap saja laki-laki keturunan Cina itu beranjak untuk membukakan pintu. Detik kemudian seluruh amarah laki-laki itu tiba-tiba saja menguap berganti dengan suara hangat menyapa. "Hai."
Lando dan Tio segera tahu bahwa yang berada di depan Basecamp mereka adalah perempuan. Tapi tampaknya kesenangan Yudis hanya berlangsung sesaat karena detik berikutnya nada bicara laki-laki itu kembali ketus. "Yudanya gak ada. Lo pikir ini rumahnya apa?!"