08 - Juan

1064 Words
"Mikir apa sih aku, ini!" gumam Aleena sambil memukul pelan kepalanya sendiri. Ia menggelengkan kepalanya sesekali sambil menarik napas pelan, mencoba untuk menormalkan detak jantungnya sendiri yang mendadak berdegub dengan cepat. "Fokus, Aleena. Itu cuma kecelakaan. Lagipula Aksa nggak bakalan inget kok," ujarnya pada dirinya sendiri. Saat gadis itu akan berbalik, ia seketika memekik saat seorang lelaki sudah berdiri di belakangnya dengan dua tangan yang terlipat di depan d**a. "Juan! Ngagetin, tahu!" seru Aleena marah. Sedangkan lelaki dengan hoodie berwarna abu-abu itu hanya terkekeh. Ia melongok ke arah wastafel di mana ada mangkok juga gelas bekas Aksa beberapa saat yang lalu. "Dia masih di sini?" pria itu bertanya. Aleena mengangguk sekenanya, ia kemudian berjalan ke arah meja makan dan duduk sambil memangku dagu. Juan mengikuti, ia duduk tepat di sebelah sang kawan. "Iya, malah lagi sakit sekarang," jawab Aleena lirih. Omong-omong, Juan adalah tetangga sekaligus teman Aleena sedari kecil. Keduanya tumbuh bersama sejak masih bersekolah di Sekolah Dasar. Juan juga tahu soal Aksa. Aleena memberitahu pria itu soal Aksa beberapa hari yang lalu, tepatnya setelah gadis itu baru saja dilamar. "Sakit? Terus loe sekarang jadi perawatnya, gitu?" Pertanyaan Juan membuat Aleena menoleh dengan sewot, gadis itu melotot ke arah Juan yang justru hanya memberikan sebuah senyuman lebar. "Sembarangan!" Keduanya terkekeh. Aleena sebenarnya ingin mengatakan sesuatu pada Juan, ia ingin bercerita soal apa yang terjadi antara dirinya dan Aksa beberapa saat lalu. "Oh, iya. Gue pengen cerita deh," Juan berkata dengan wajah berbinar. "Apaan? Awas aja kalo sampe cerita soal anime lagi, bosen gue dengerinnya," tanggap Aleena kesal. Juan tertawa, pria itu mendekatkan tubuhnya ke arah Aleena yang spontan mundur. Pipinya tiba-tiba saja terasa panas juga memerah. Mengambil langkah antisipasi. Aleena mendorong dahi Juan perlahan, membuat pria itu mundur ke belakang. "Jangan deket-deket, bau bawang," katanya. Juan mencibir, namun beberapa detik kemudian pria itu kembali menunjukkan wajah antusiasnya. "Loe tahu, nggak. Akhirnya temen loe ini nggak jomblo, lagi!!" pekik Juan dengan wajah sumringah. Aruna tertegun, ia tidak menyangka akan dipeluk oleh Juan seperti sekarang. Namun, hal yang dikatakan pria itu beberapa saat lalu justru lebih mengejutkan dirinya. Juan, temannya itu susah tidak jomblo lagi. Itu berarti ia telah memiliki pasangan, bukan? Entah kenapa Aleena tidak suka mendengarnya, ia juga merasakan sesuatu yang aneh di dalam hatinya. Sesuatu yang terasa begitu sesak, namun entah apa penyebabnya. "Kok muka loe kayak nggak seneng gitu, sih?" Perkataan Juan membuat Aleena tersadar dari lamunan. Ia menggeleng dan dengan segera memasang senyum yang sebenarnya ia paksakan. "Selamat. Siapa cewek nggak beruntung yang bisa jadi pacar, loe? Dina?" Juan terdiam, pria itu melihat ke arah Aleena dengan lekat dan mengambil tangan gadis itu dengan erat. "Kok loe tahu, loe cenayang?" tanya nya. Aleena tidak menyangka jika nama yang baru saja diucapkannya adalah benar. Sebenarnya ia sudah tahu rumor yang menyebar di sekitaran mereka, lebih tepatnya di grup reuni sekolah. Bahwa Juan tengah dekat dengan Dina, tapi ia masih belum percaya sampai hari ini. "Menurut, loe. Gimana kalo gue nikah sama Dina?" Dan sekali lagi, nyeri itu terasa kian jelas. Aleena tidak menjawab apapun, ia termenung beberapa saat dengan pemikiran soal hatinya sendiri yang terasa kian sesak bukan main. "Me,-" "Sayang." Perkataan Aleena tertahan. Atensi Juan dan Aleena pun teralihkan pada Aksa yang berjalan pelan ke arah mereka. Wajah pria itu sedikit terlihat lebih baik dari sebelumnya, ia juga sudah mengganti pakaiannya yang mana Aleena asumsikan pria itu sudah selesai mandi. Aksa berada di tengah-tengah antara Juan dan Aleena. Lewat sorot mata, pria itu bertanya dengan sesekali melirik ke arah Juan. "Ini Juan, temen aku," jelas Aleena seolah paham apa maksud Aksa. Dua pria itu saling menjabat tangan dan berkenalan. Tapi entah mengapa Aleena merasakan sesuatu yang berbeda. Suhu antara keduanya seakan saling bertolak, seperti dua kutub yang saling berlawanan. "Eum, gue balik duluan, ya," ucap Juan tiba-tiba. "Loh?" Belum sempat Aleena menyelesaikan kalimatnya, sang kawan lebih dulu beranjak pergi. Membuat gadis itu hanya terdiam dengan wajah kebingungan. *** "Kamu suka sama, Juan?" Pertanyaan Aksa membuat Aleena menoleh dengan ekspresi melotot. Gadis itu masih saja memperhatikan Aksa hingga membuat pria itu cukup salah tingkah. "Muka kamu keliatan murung pas dia bilang udah jadian sama perempuan lain," ujar Aksa kemudian. Aleena tidak menjawab, gadis itu hanya diam dengan satu tangannya menyangga kepala. Mereka saat ini sedang ada di ruang tengah. Duduk di satu sofa panjang dengan posisi sama-sama duduk di paling ujung. Sudah hampir lima menit lamanya Aleena diam, gadis itu terlalu nyaman untuk melihat bayangan dirinya pada sebuah televisi besar yang menampakkan layar hitam. "Jadi bener kamu suka sama Juan?" tanya Aksa sekali lagi. Malas menanggapi, Aleena hanya melirik sekilas ke arah pria itu dan kembali membuang muka. Entah kenapa ia merasa nyeri dalam dadanya saat ini. Memang benar apa yang dikatakan Aksa soal ia yang menyukai Juan. Aleena memang telah menyukai pria itu bahkan saat keduanya sama-sama duduk di bangku sekolah. Namun dirinya terlalu malu, untuk mengatakannya. Bahkan Aleena juga sempat berucap dalam hatinya jika ia ingin menikah dengan Juan nantinya. Alasan mengapa Juan, sebenarnya cukup sederhana. Aleena merasa jika mereka sudah saling mengenal satu sama lain. Lagipula perlakuan Juan selama ini padanya begitu baik, Aleena merasa jika ia tidak bisa dekat dengan orang lain selain Juan. Namun hari ini, presepsi soal pria itu berubah. Ia kembali patah hati dengan pemikirannya sendiri. "Lebih baik kamu move on. Atau kalo mau ngambil langkah ekstrem ya kamu nyatain perasaan kamu ke dia." Lagi-lagi Aleena melotot, ia tidak paham dengan pria di sampingnya ini. Apa maksud perkataanya? Apa dia mencoba untuk memberi saran? "Kamu ngomong apa? Kamu nggak denger tadi dia bilang udah punya pacar? Bahkan Juan sampe kepikiran mau menikahi dia. Nggak usah pura-pura nggak denger, aku tahu kamu denger semuanya 'kan," sentak Aleena merasa kesal. Aksa hanya diam, pria itu menghela napas dan membenarkan posisi duduknya. Menyandar pada badan sofa dan menengadah kan kepala, menatap langit-langit lantai dua. "Ya, saya denger semuanya. Dan saya juga cuma ngasih saran. Seenggaknya dengan kamu ngungkapin perasaan kamu ke Juan, itu bisa bikin perasaan kamu sendiri lega. Dengan begitu kamu bisa cepet move on ke saya," sahutnya. Gila! Batin Aleena. "Pede banget! Emang siapa yang mau move on ke kamu? Lagian kamu juga nggak suka perempuan, 'kan. Jangan ngarep, deh!" Setelah mengatakan itu Aleena beranjak. Aksa ini tidak membantu sama sekali. Malah membuat moodnya semakin memburuk saja. Sementara itu, Aksa hanya bisa melihat punggung Aleena yang semakin menjauh. "Kamu beneran anggap saya Gay, ya?" gumamnya pelan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD