02 - Orang Asing dan Lamaran

1186 Words
Pukul sembilan lima belas saat Aleena tiba di satu cafe yang menjadi tempat janji temunya dengan Syifa. Gadis itu duduk diam di pojok ruangan dengan ponsel yang ada dalam genggamannya. Ia masih saja berfokus pada benda pipih tersebut sampai-sampai tidak sadar jika sudah ada orang lain yang duduk di hadapannya. Aleena baru menyadari hal itu saat ia merasakan seseorang tengah memperhatikannya dengan lekat. "Lama amat, s," perkataan Aleena terhenti saat ia menyadari jika orang yang duduk di hadapannya ini bukanlah Syifa. Melainkan seorang lelaki dengan postur tubuh tegap, dan juga rambut hitam mengkilat yang ia buat ke samping kanan. Pria itu tersenyum cerah dan mengulurkan tangannya, mengajak Aruna untuk berjabat tangan. "Nama saya Aksa, apa benar kamu yang bernama Aleena?" tanya nya. Bahkan suaranya yang sedikit berat serasa menyempurnakan penampilannya kini. Menurut Aleena, pria di hadapannya ini mirip dengan Aktor Korea yang dramanya belum lama ia tonton. Dengan ragu Aleena menjabat tangan si lelaki, ia menyebutkan namanya dengan suara lirih. "Aleena." Lelaki bernama Aksa ini tersenyum tipis, ia menoleh ke sekitar sebelum mendekatkan wajahnya ke arah Aleena yang secara otomatis memundurkan tubuhnya. Hampir saja dirinya memberikan pukulan keras pada pria di hadapannya ini. "Besok, temui saya di sini pukul sepuluh pagi. Ada hal yang ingin saya sampaikan," ucapnya tanpa aba-aba. Ia kemudian berdiri dan beranjak, meninggalkan Aleena yang masih terdiam kebingungan di tempatnya. Tidak lama setelah kepergian Aksa, Syifa datang dengan tergopoh. Wanita dengan celana jeans juga baju lengan panjang itu segera menggantikan Aksa duduk di depan Aleena. "Gimana? Cakep, 'kan?" tanyanya tiba-tiba. Aleena yang masih shock dengan kehadiran Aksa kini dibuat mengernyit oleh pertanyaan Syifa. Apa kehadiran Aksa ada hubungannya dengan Syifa? "Apaan?" "Cowok tadi, cakep, 'kan? Tajir juga loh dia. Kalo kamu mau nikah sama dia, auto terjamin hidupmu. Tinggal ongkang-ongkang kaki bisa beli apa aja yang dimau," ujar Syifa dengan mata berbinar. Benar dugaannya. Kehadiran Aksa memang ada sangkut pautnya dengan Syifa. Apa wanita ini coba untuk menjodohkannya lagi? "Sil, please, lah. Aku masih bisa cari suami sendiri, nggak usah kamu jodoh-jodohin sama orang asing. Apalagi sampe kamu kayak begini, kamu tahu, aku justru ngerasa kalo saat ini kamu lagi ngerendahin aku," jawab Aleena dengan tegas. Ia memang tipe orang yang tidak suka basa-basi. Ia akan mengatakan apa yang memang ingin ia katakan. "Iya, aku tahu. Tapi niatku cuma biar kamu cepet nyusul aku, aku udah pengen liat Rendy punya temen main," ucap Syifa. Aleena hanya bisa menghela napas. Sebenarnya ini bukan yang pertama kali bagi Syifa untuk menjodohkannya dengan beberapa lelaki yang ia kenal. Jika dihitung ini adalah kali ke empat dalam sebulan Syifa menjodohkannya. Meski pada akhirnya semuanya gagal karena penolakan Aleena. "Aku paham niat kamu baik, paham banget malah. Tapi aku harap kamu juga ngerti gimana posisiku sekarang, udah cukup aku dapet tekanan dari keluarga dan orang tua aku soal pernikahan. Ketemu sama kamu pada awalnya aku pikir bisa buat aku sharing soal keluh kesah aku akan hal ini, tapi ternyata pemikiran ku kurang tepat," Aleena mendorong kursi yang di dudukinya. Gadis itu berdiri dan tersenyum tipis ke arah sang kawan sebelum melangkah pergi. Namun baru beberapa langkah ia berbalik dan berkata. "Mungkin apa yang kamu lakuin emang bertujuan baik, tapi nggak semua orang bisa membedakan itu sebagai kebaikan atau justru penghinaan." *** Sekali lagi hari berlalu dengan membosankan. Hari ini pun, Aleena baru menyelesaikan tugasnya pada pukul tujuh malam. Ia sudah duduk di depan laptop miliknya selama lima jam non-stop, dan saat ini ia ingin merebahkan dirinya di atas ranjang barang sebentar. Baru saja Aleena hendak memejamkan mata, suara ketukan pintu membuatnya kembali terbangun. "Masuk aja, nggak dikunci," katanya. Pintu terbuka, sang Ibu masuk ke dalam kamar Aleena dengan senyum mengembang lebar juga wajah yang terlihat cerah bukan main. Wanita itu kini duduk di ambang ranjang, menarik tangan Aleena yang saat itu masih berbaring di atas ranjang dengan wajah terheran. "Kenapa sih, Mah?" tanya Aleena dengan satu alis terangkat, merasa heran. Sang Ibu hanya tersenyum tipis, wanita itu kemudian meminta agar Aleena cepat-cepat berganti pakaian dan bersiap-siap. "Udah, kamu nggak usah pura-pura nggak tahu. Kamu ini pake ngasih kejutan segala, sekarang mendingan kamu mandi terus dandan yang cantik. Tapi jangan lama-lama, Mama tunggu di bawah, ya," ujar sang Ibu masih dengan senyum cerah nya. Aleena yang masih saja merasa heran, juga kebingungan. Memilih untuk menuruti perkataan sang Ibu. Ia berganti pakaian dengan sebuah dress biru laut selutut juga memberi riasan sedikit pada wajahnya. Ia juga sengaja menggerai rambutnya karena lebih simpel dan cepat. Belum sempat Aleena membuka pintu, pintu tersebut lebih dulu dibuka oleh seseorang. Kali ini bukan sang Ibu, melainkan Syifa. Wanita dengan anak kecil laki-laki yang ia tuntun itu tersenyum simpul ke arah Aleena. Sebelum membiarkan Aleena bertanya atau mengatakan sesuatu, Syifa lebih dulu menggandeng lengan sang kawan dan membawanya ke lantai satu. Langkah keduanya pelan, sampai tidak lama kemudian dua wanita itu sampai di ruang tamu. Tempat di mana sudah ada empat orang yang sedang menunggu mereka. "Dia," batin Aleena saat matanya tanpa sengaja melihat atensi pria yang terasa tidak asing. Gadis itu diarahkan untuk duduk di antara sang Ibu dan Syifa. Sementara matanya sendiri masih berfokus pada pria yang tengah tersenyum simpul di hadapannya. Pria dengan setelan jas rapi juga rambut yang nampak serupa itu masih belum mengalihkan pandangannya dari Aleena, sampai kemudian sebuah suara menginterupsi nya. "Jadi, tujuan kedatangan kami ke mari adalah untuk melamar Nak, Aleena. Kami ingin meminang Nak, Aleena untuk anak kami, Aksa," ucap seorang pria baya dengan pakaian batiknya. Aleena menoleh cepat, matanya melotot dengan alis terangkat ke atas. Apa katanya? Ia tidak salah dengar 'kan? "Maaf? Apa maksudnya dengan melamar?" Aleena bertanya dengan suara lirih. Berusaha untuk terlihat se normal mungkin. "Iya, saya ingin kamu jadi istri saya." Aksa, pria di hadapan Aleena menginterupsi dengan cepat. Aleena menatap pria itu dengan ekspresi beragam. Mulai dari aneh, heran, kebingungan juga amarah. Tapi seolah kebal, Aksa sama sekali tidak merasa terganggu dengan tatapan mata Aleena yang terlihat begitu mengesalkan. "Tapi kita berdua tidak saling mengenal, jadi mustahil untuk,-" lagi-lagi perkataan Aleena disela. "Itu bukanlah masalah, cinta dan pengenalan bisa dilakukan setelah kalian bertunangan," kali ini bukan Aksa yang menjawab, melainkan sang Ibu. "Kalian bisa pacaran setelah menikah, pacaran halal," imbuhnya. Aleena menghela napas kasar. Ia sempat memberikan Syifa tatapan tajam karena ia yakin wanita itu memiliki andil dengan apa yang terjadi sekarang. "Permisi. Apa boleh saya berbicara dengan Aksa secara empat mata?" Aleena bertanya. Setelah mendapat anggukan, gadis itu menarik dengan paksa tangan Aksa ke arah dapur. "Apa maksud kamu?" tanya Aleena to the point. "Apa yang mana?" Aksa justru bertanya balik, membuat Aleena mengerang frustasi. "Apa maksud kamu tiba-tiba ngelamar aku? Kita nggak saling kenal! Bahkan kita cuma ketemu satu kali dan itupun tanpa sengaja. Lalu, kamu ngelamar aku dan minta aku buat jadi istri kamu? Apa kamu nggak waras?" semprot Aleena dengan wajah kesal. Berbeda dengan Aleena, reaksi yang diberikan Aksa hanya sebuah senyum tipis. Pria itu tampak santai dengan ocehan gadis di hadapannya itu. "Apa kamu ingat saat saya memintamu datang ke Bear Cafe kemarin? Sebenarnya ada sesuatu yang ingin saya katakan soal apa yang terjadi hari ini, tapi kamu nggak dateng. Jadi saya melakukan ini dengan terpaksa."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD