bc

RANTAU

book_age18+
639
FOLLOW
4.1K
READ
student
male lead
realistic earth
slice of life
like
intro-logo
Blurb

Innovel Writting Contest - The Next BIG Name

***

Mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi yang ada di Jakarta tentunya adalah prestasi yang patut dibanggakan oleh Damar Hadi Pratama. Dari Garut dia merantau ke Jakarta untuk mengenyam pendidikan dan berharap bisa menaikkan derajat keluarganya. Bahkan sang ayah sampai rela menjual sebagian sawahnya untuk uang saku Damar selama di Jakarta.

Namun, hidup tidaklah semulus apa yang kita bayangkan. Uang saku semakin menipis. Damar membutuhkan pekerjaan sampingan untuk bisa menghidupi dirinya sendiri. Terjebak menjadi kurir yang mengantarkan narkoba, menjadi office boy, hingga dia juga didepak dari kantor hanya karena difitnah oleh rekan-rekannya yang merasa iri. Sedikit pun Damar tidak pernah menceritakan kesulitannya di Jakarta pada keluarganya di kampung.

Derajat keluarganya tetap harus diangkat. Damar pun tidak menyerah begitu saja. Meski harus menjadi pengangguran selama hampir enam bulan dan mengandalkan uang pinjaman dari teman-temannya untuk membayar kos, Damar tetap terus berusaha mencari pekerjaan lainnya.

Akankah nantinya Damar berhasil mengangkat derajat kehidupan keluarganya?

chap-preview
Free preview
RANTAU 1 - Beasiswa Prestasi
Hiruk pikuk suasana di dalam Sekolah Menengah Atas yang terletak di Desa Sukamukti, Kecamatan Sukawening, karena selembar kertas yang ditempelkan di majalah dinding, atau yang biasa disingkat menjadi mading, membuat segelintir siswa berkerumun untuk membaca pengumuman yang tertulis di dalam selembar kertas tersebut. Damar yang melihat kerumunan siswa dari ambang pintu kelasnya merasa penasaran dan tergerak untuk mendekat ke sana. “Ada apa di sana?” tanya Damar pada salah seorang teman yang juga melangkahkan kakinya mendekat ke kerumunan. Temannya menjawab, “Tidak tahu, coba kamu lihat sendiri.” Berdampingan dengan temannya itu Damar menerobos kerumunan siswa untuk bisa melihat pengumuman yang ditempel di mading. Ternyata itu adalah pengumuman tentang para siswa yang berhasil mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi besar di Jakarta. Tidak banyak siswa yang berhasil mendapatkan kesempatan tersebut. Hanya ada tiga orang siswa yang berhasil mendapatkan beasiswa ke Jakarta, dan nama Damar menjadi salah satunya. “Lihat! Lihat! Nama aku ada di sana. Hey, cepat coba lihat itu!” Damar tampak antusias menunjuk namanya yang tertulis di lembar pengumuman. “Mana, Mar? Tidak ada nama kamu ah,” celetuk seorang siswa yang berdiri di belakang Damar. “Lihat baik-baik yang nomor tiga. Itu teh nama aku ditulis di nomor tiga!” seru Damar memberitahu teman-temannya. “Wahh … hebat kamu. Mar. Selamat ya, Mar. Doakan saya juga bisa nyusul ke Jakarta.” Damar mendapat ucapan selamat dari temannya. Semua siswa yang masih berkerumun di sana juga ikut memberikan ucapan selamat atas keberhasilan Damar meraih beasiswa tersebut. Bukanlah hal yang mudah untuk bisa mendapatkan beasiswa prestasi seperti yang Damar raih. Selain nilai rapor yang harus di atas standar, juga test yang dijalani oleh peserta waktu itu sangatlah sulit. Dari sekita lima puluh siswa yang mendaftar dari sekolah tersebut, hanya ada tiga orang siswa yang berhasil. Kemudian Damar berlari meninggalkan kerumunan menuju ke ruang guru untuk menemui guru yang membantu mengurusi beasiswa tersebut. Saat matanya melihat pria mengenakan setelan seragam berwarna cokelat muda sedang duduk di salah satu kursi yang ada di ruang guru, Damar langsung menghampirinya dan mengamit tangannya. “Terima kasih ya, Pak. Terima kasih sudah bantu saya dapat beasiswa,” ucap Damar seraya mencium punggung tangan sang guru. “Selamat ya, Damar. Itu berkat usaha kamu sendiri. Saya hanya bantu menempelkan pengumuman di mading saja,” balas guru tersebut seraya memberi selamat pada Damar. Sang guru kemudian memberikan selembar kertas pengumuman pada Damar beserta form yang harus diisi dan ditandatangani oleh Damar beserta orang tuanya, juga persyaratan yang harus dilengkapi. Nantinya semua itu akan dijadikan satu berkas dan dibawa oleh Damar ke Jakarta untuk mendaftarkan ulang dirinya di perguruan tinggi yang menerimanya. Tak lama kemudian bel pelajaran selanjutnya berbunyi. Damar membawa berkas yang harus dia lengkapi itu bersamanya kembali ke kelas. Dirinya sudah sangat tidak sabar untuk segera pulang ke rumah dan memberitahukan kepada kedua orang tuanya tentang beasiswa yang ia dapatkan. Pikirannya pun menjadi tidak fokus. Sesekali Damar melemparkan pandangannya ke atas papan tulis, melihat waktu di jam dinding yang digantung di atas papan tulis. Sebenarnya sudah tidak ada lagi pelajaran yang harus mereka pelajari karena mereka semua sudah menempuh Ujian Nasional dan hanya tinggal menunggu hasil Ujian Nasional mereka. Saat ini mereka masih berada di sekolah hanya untuk melakukan remedial bagi siswa yang merasa wajib melakukannya. Bagi yang tidak, mereka hanya akan menghabiskan waktu saja di sekolah bersenda gurau dengan teman-teman lainnya. Jam pelajaran yang harus diikuti oleh Damar beserta semua siswa lainnya memakan waktu sekitar satu setengah jam. Setelah itu bel pulang pun berbunyi. Damar langsung menyambar tas ranselnya lalu berlari secepat kilat keluar dari kelas. Diterobosnya para siswa yang menghalangi jalur di depannya. Bahkan Damar terus berlari sampai dia keluar dari gerbang sekolah. Langkah kakinya tidak melambat saat dia melintasi jalan setapak yang hanya cukup untuk jalur satu mobil hingga menemukan jalan besar di ujung jalan setapak tersebut. Damar kemudian menghentikan sebuah angkot berwarna putih-merah yang akan mengantarkannya ke Desa Cihuni. Biasanya Damar akan melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki dari Desa Cihuni ke rumahnya yang berada di Desa Cimaragas melewati pinggir sawah sambil menikmati keindahan Kabupaten Garut. Akan tetapi untuk kali ini Damar memilih untuk menaiki angkot lainnya yang berwarna hijau-kuning yang akan mengantarnya lebih cepat di depan jalan masuk desanya. Angkot di kabupaten Garut selalu melaju dengan kecepatan yang tinggi, mengingat jalan raya di sana juga masih belum ramai. Oleh karena itu tidak memakan waktu lama Damar akhirnya sampai di depan jalan masuk desanya. Dari depan jalan tersebut Damar kembali berlari menuju ke rumahnya. Baru beberapa meter ia melangkah, tiba-tiba ia berhenti untuk mengambil berkas yang akan dia tunjukkan pada kedua orang tuanya. Setelah itu dia lanjut berlari sambil berteriak memanggil kedua orang tuanya. “Ambu … Bapak … Damar dapat beasiswa …!” Ibunya yang dia panggil dengan sebutan ambu langsung terperanjat mendengar teriakan Damar. Kayu bakar yang sedang digenggamnya langsung dilempar ke lantai, lalu ia berlari menuju ke pintu masuk. “Damar! Ada apa teriak-teriak begitu?” tanya sang ambu pada Damar yang raut wajahnya tampak sangat bahagia. “Ambu, Bapak di mana?” Damar mencari keberadaan bapaknya yang belum terlihat menghampirinya. Ibunya menjawab, “Bapak masih di jalan bawa sukun ke sini. Ada apa, Ujang?" Ujang adalah panggilan untuk laki-laki yang belum menikah dalam bahasa Sunda. Damar langsung menunjukkan berkas yang ia bawa dari sekolah ke depan wajah sang ibu. Raut wajah sang ibu mendadak bingung melihat berkas yang diberikan oleh Damar. Diambilnya berkas tersebut lalu dibacanya perlahan halaman pertama dari berkas tersebut. Sang ibu bisa melihat dengan jelas nama putra sulungnya tertulis di sana sebagai salah satu dari tiga orang siswa di sekolahnya yang menerima beasiswa ke Jakarta. “Damar, i-ini benar nama kamu? Bukan teman kamu? Guru kamu tidak salah tulis kan, Damar?” Sang ibu tampak tidak percaya jika nama putranya tertulis di sana. “Ini teh benar nama Damar, Ambu. Nama aku!” Damar mletakkan tangannya dengan bersemangat di dadanya. Menunjukkan jika benarlah dia Damar yang dimaksud. “Coba lihat baik-baik namanya Damar Hadi Pratama, ya Damar namaku, Ambu!” seru Damar meyakinkan sang ibu. “Benar ini? Damar yang ini? Alhamdulillah, Jang. Kamu diterima di Jakara? Alhamdulillah ya Allah.” Sang ibu mengucapkan rasa syukur sambil menengadahkan kedua tangannya. Dia sangat bangga dengan putra sulungnya tersebut. Bahkan air mata bahagia luruh membasahi wajahnya. Tak lama kemudian sang bapak tiba di rumah. Menanyakan apa yang sudah terjadi sampai istrinya menangis. Dijelaskannya oleh Damar jika sang ibu menangis karena bahagia dengan pencapaian Damar. Sang bapak ikut mengucapkan syukur pada Yang Maha Kuasa sambil bersujud di lantai. Betapa kedua orang tua Damar sangat bangga terhadap putranya itu. Sang ibu kemudian memanggil kedua adik-adik Damar yang berada di dalam kamar untuk memberitahukan kebahagiaan tersebut. Adik perempuan dan juga laki-laki Damar langsung melompat memeluk Damar sambil memberikan ucapan selamat. Bahkan adik perempuannya yang saat ini duduk di kursi Sekolah Menengah Pertama, tahun terakhirnya, langsung menargetkan dirinya agar bisa mengikuti pencapaian sang kakak. Namun, Damar masih harus menunggu hasil Ujian Nasionalnya sebagai salah satu kelengkapan yang akan ia lampirkan dalam berkas yang akan diberikan ke perguruan tinggi nanti. Damar juga masih harus menunggu upacara kelulusan yang akan diadakan setelah hasil Ujian Nasional keluar.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

DENTA

read
17.1K
bc

Head Over Heels

read
15.9K
bc

Marriage Aggreement

read
81.2K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.8K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

Menantu Dewa Naga

read
177.3K
bc

Scandal Para Ipar

read
694.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook