AIR MATA SAHDA SEASON 2 - Chapter 3

1709 Words
“Sahda,” Panggil Citra, ia terlihat berjalan menghampiri Sahda sembari menggendong anak bayi nya. Citra tersenyum dan Sahda membalas senyuman yang di berikan oleh Citra, Citra pun memberikan salam serta memeluk dan mencium pipi kiri dan kanan Sahda. Persahabatan mereka sangatlah erat, Citra selalu saja mengunjungi Sahda setiap ia memiliki waktu senggang. “Mas Andi kemana? Kok sepagi ini sih?” tanya Sahda, “Kamu nginep di rumah Umi Una ya?” tanya Sahda kembali sembari berjalan bersama kedalam rumah. Citra tersenyum, “Iya aku nginep, Mas Andi di pesantren.” jawab Citra. “Ya Rabbi kenapa gak bilang sih semalem, tau gitu aku ajak Mas Dendi kesana.” ucap Sahda. “Udah deh, harusnya ya kamu tuh sama Dendi pergi berdua kemana gitu. Kalian kan belum sempat berbulan madu,” saran Citra itu di sambut baik oleh Sahda, Sahda pun tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. “Tapi aku gak tega ninggalin Umma sendiri sama Azkia yang masih sangat kecil,” Sahda pun mempersilahkan Citra untuk duduk, Risna datang dan menyambut baik Citra. Risna juga meminta Citra untuk memberikan anaknya pada dirinya, lalu mengajak anak dari Citra itu untuk melihat bayi mungil bernama Azkia. “Sama Amah Risna dulu ya sayang,” ucap Citra kepada bayi laki-laki tersebut. Citra melihat keadaan Risna yang sudah terlihat membawa anaknya ke atas lantai dua kamar Sahda, Citra kembali menilik dan memastikan bahwa Risna sudah benar-benar membawa anaknya ke dalam kamar Sahda. “Kenapa sih Cit?” tanya Sahda yang terlihat aneh saat melihat tingkah dari sahabatnya itu. “Mengenai tadi bulan madu antara kamu dan Mas Dendi,” ucap Citra. “Terus emang kenapa sama Umma?” tanya Sahda yang terlihat kebingungan. “Kamu kan tadi bilang gak tega ninggalin Umma sama Azkia disini,” ucap Citra, Sahda menganggukkan kepalanya. “Iya, terus kenapa?” tanya Sahda kembali. “Sumpah aku gak bisa bohong sama kamu Sahda,” rengek Citra kembali. “Dih aneh kenapa sih?” tanya nya kembali. “Gini Sahda, Umma malah yang menyuruh ku meminta mu dan Dendi menjadwalkan bulan madu kalian.” Terang Citra, “Jadi kamu tidak usah khawatir meninggalkan Umma dan Azkia disini, aku janji aku akan menemani mereka disini.” tambah Citra kembali. “Ya Rabbi aku kira apa, Citra, Citra. Tau gak kamu udah membuat jantung aku gak karuan,” sahut Sahda sembari mengusap pelan d**a miliknya. Citra tersenyum lebar sembari menunjukkan gigi putihnya, “Mau ya? Ajak coba Mas Dendi nya, aku yakin Mas Dendi senang di ajak sama kamu.” ucap Citra. “Lagian gak apa-apa kok istri yang ajak, aku dulu gitu sama Mas Andi.” seru Citra kembali. Sahda menatap nya sembari membalas senyuman Citra, apa yang di katakan Citra ada benar nya bagi Sahda. Sahda pun menganggukkan kepalanya, “Nanti aku bicarakan sama Mas Dendi ya,” ucap Sahda menjawab, Citra pun beranjak dan beralih memeluk Sahda. Citra sungguh merasa bahagia karena melihat sahabatnya yang terlihat sangat bahagia itu, Citra pun merasa senang karena telah berhasil membujuk Sahda. Setelah berbincang lama, Risna menghampiri mereka sembari menggendong bayi Azkia dan Siti menggendong Rafa anak dari Citra dan Andi. Risna memberikan Azkia kedalam pelukan Sahda, Citra pun melihat Sahda seakan ibu sungguhan dari Azkia, Sahda yang terlihat tak melepaskan pandangan nya itu pun membuat hati Citra merasa terharu. Dalam hati Citra pun bergumam, “Kau memang wanita calon penghuni surgawi Sahda, jelas sekali ibu nya menghancurkan dirimu dan Fathur. Tapi kau tetap mencintai anak itu, kau mengurus nya dengan baik dan memberikan kasih sayang yang berlimpah. Pantas saja aku diam-diam menganggumi kepribadian mu sahabatku,” Air matanya menetes, ia takut jika Sahda menyadari hal itu. Makadari itu Citra segera menghapus air mata nya, Citra tersenyum dan meminta Sahda untuk memberikan Azkia kepadanya. “Azkia sama Umi Citra dulu ya,” ucap Sahda, Citra pun menggendong Azkia dan menatap wajah Azkia. Sekilas wajah Azkia terlihat mirip dengan Sahda, namun lebih mirip dengan ibunya Almarhumah Sahra. Dulu semasa hidup Sahra, Citra sangat membenci dirinya. Citra pun pernah mengumpat kepadanya, namun saat ini kalimat umpatan itu hanyalah penyesalan semata, ia meminta maaf sembari menatap wajah mungil anak dari Sahra itu. Suara ponsel pun berdering dengan sangat kencang, Sahda segera mengambil ponsel miliknya yang tersimpan di atas meja itu. Nama “Suamiku sayang” memanggil dan Sahda segera menerima panggilan tersebut. “Halo, Assalamualaikum Mas.” sapa Sahda pada suaminya. “Waalaikum salam bidadari Surga Mas Dendi,” jawab Dendi, Sahda tersenyum saat mendengar sebuah panggilan sayang dari suaminya. “Lagi apa sayang?” tanya Dendi kembali. “Lagi ngobrol sama Citra, Mas sendiri lagi apa?” tanya Sahda. “Baru selesai Meeting, ini mau masuk jam kantor.” jawab Dendi, “baik-baik ya di rumah nya sayang,” susul Dendi kembali. “Mmm, Iya Mas, baru juga sejam berpisah udah telpon. Kenapa sih selalu buat Sahda merasa spesial begini?” tanya Sahda dengan nada yang sangat manja. Dendi pun tersenyum kecil, tawa kecil nya terdengar di telinga Sahda. Dendi pun menjawab pertanyaan Sahda, “Karena kamu spesial buat aku, bahkan sangat spesial.” serunya. Setelah mendengar pujian Dendi kembali, wajah Sahda berubah bak buah tomat. Sahda menundukkan kepalanya, “Udah Mas Sahda malu Tuh,” Goda Citra seraya berteriak kecil. “Kamu kok malu-malu sih, emang kamu spesial sayang.” ujar Dendi kembali. “Makasih Mas, ya udah Mas juga hati-hati di kantor ya.” seru Sahda kembali. “Iya sayang, oh iya nanti mas Telpon lagi kalau mas gak sibuk.” ucap Dendi. “Ya Mas, Sahda tunggu ya. Oh iya, jangan kebanyakan minum kopi. Kalau mau air putih yang di banyakin,” ucap Sahda, Dendi menganggukkan kepalanya dan menjawab, “Iya sayang nya Mas,” Sahda tersenyum dan merasa sangat bahagia saat berbincang bersama Dendi. Dendi pun berpamitan untuk menutup panggilan pada ponselnya sejenak, “Sudah dulu ya, Assalamualaikum sayang.” ucap Dendi. “Waalaikum salam Mas,” balas Sahda kembali. “Ciyee,” Goda Citra kembali. “Apa sih Cit jangan bikin aku grogi dong,” Keluh Sahda. “Gak apa-apa dong, itu kan suami mu jadi kenapa mesti malu sih.” Seru Citra, “Eh iya Sahda, hari ini Umi sama Abi mau ke Rutan.” ucap Citra. “Syukurlah, Mas Fathur pasti merindukan keduanya.” ujar Sahda, “Aku hanya berharap yang terbaik saja,” Ujar Sahda kembali. “Tapi Fathur sangat pantas mendekam di penjara,” celetuk Citra kembali. “Sssssh, Jangan begitu ah.” “Kamu ini gimana sih Sahda, dia udah bunuh Sahra loh.” keluh Citra, “Ya walaupun aku juga sempat membenci Sahra,” tutur Citra kembali. “Tapi setiap orang juga berhak untuk di maafkan Citra, kita gak boleh sampai terus menerus mengingat kesalahan nya. Allah swt aja maha pemaaf, masa kita hanya umat nya tidak mampu memaafkan.” terang Sahda. “Iya, Iya Bu Ustad. Hehe.” Citra memeluk Sahda dan mengecup pipi sahabatnya itu, tak ada alasan untuk membenci Sahda, Sahda sangat lah baik. Dia selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk orang-orang di sekitarnya, Citra selalu merasa bahagiaa saat berada di dekat Sahda yang sudah ia anggap selama 15 tahun sebagai sahabatnya sendiri. * Di tempat lain, Una dan Daud sedang menuju ke tempat dimana Fathur di tahan. Daud terlihat membawa semua keperluan Fathur, walaupun hatinya masih sangat kesal terhadap anak angkatnya itu, namun kalimat yang di ucapkan Sahda membuat kedua hatinya luluh. “Abi,” panggil Una. “Ya Umi, kenapa?” tanya Daud, Daud melihat wajah Una yang terlihat sendu. Daud mengerti perasaan yang sedang di rasakan oleh Una, sedikitnya Una masih merasa kesal terhadap Anak angkatnya itu. Daud menarik tangan kanan Una, lalu menggenggam nya dan menatap wajah Una. “Apa yang pernah di katakan Sahda ada benarnya Umi,” ucap Daud, “Fathur memang bersalah, tapi kita harus kembali membimbingnya dan berusaha kembali membuat Fathur menjadi lebih baik.” terang Daud kembali, Una mengerti apa yang dimaksud oleh Daud, Una pun mengangguk dengan pelan dan mencoba menguatkan diri. Selain menguatkan dirinya, Una mencoba memaafkan apapun yang menjadi kesalahan sang anak yang sangat ia sayangi itu. Sesampainya di dalam Rutan, Daud segera menghampiri petugas rutan. Ia meminta ijin untuk bertemu dengan anaknya itu dan petugas mengijinkan Daud juga Una untuk menemui Fathur di sana, mereka menunggu Fathur di dalam ruang tunggu tempatnya anggota keluarga dan seorang tahanan bertemu. Beberapa menit kemudian... “Umi,Abi.” panggil Fathur, ia berlari dan memeluk keduanya. Lalu Fathur meminta maaf dan bersimpuh di kaki keduanya, Una tak kuasa menahan tangisnya, ia tersedu-sedu saat melihat sikap yang di tunjukkan oleh anaknya itu. “Maafkan Fathur Umi, Abi. Maafkan Fathur,” ucap Fathur berulang, “Ampuni segala kesalahan Fathur, ampuni Fathur Umi.” ucap Fathur kembali. “Fathur bersalah, Fathur memang sangat bersalah Umi.” ucap Fathur kembali. Daud menarik tubuh anaknya itu, lalu memeluk nya dengan pelukan yang sangat erat. Semua sudah membaik, hukum pun sudah berjalan. Fathur pun sempat menolak saat Daud dan Dendi akan mencabut laporan atas dirinya, Fathur memang ingin menembus semua kesalahan nya di sini dan berharap Sahda memiliki kebahagiaan yang utuh bersama Dendi. Setelah Fathur memeluk Abi nya, kini giliran Fathur memeluk Una. Una pun membalas pelukan anaknya dengan pelukan yang sangat erat, “Maafkan Fathur Umi, maafkan Fathur.” ucap nya kembali. “Umi sudah memaafkan Fathur, Abi pun sudah memaafkan Fathur.” jawab Una. “Terimakasih Abi, Umi. Doakan Fathur selalu ya, doakan Fathur agar selalu berada di jalan Allah,” ucap Fathur. Daud mengangguk begitupun dengan Una, “Fathur harus ingat, tidak semua orang bisa kamu miliki. Hanya Allah yang kamu miliki seutuhnya, mintalah pada Allah agar ia memberikan hati yang lapang, karena sejatinya Beliau lah tempat kita meminta.” jelas Daud, nasihat yang selalu ia berikan pada Fathur itu selalu terngiang jelas saat ini. Walaupun dulu sempat ia lupakan, namun saat ini ia selalu mendengar kalimat itu. “Fathur akan selalu mengingat itu Umi, Abi.” ucapnya. “Ayo duduk, kita cuma punya waktu dua puluh menit.” seru Daud. “Baik Abi, Umi.” ucapnya kembali, mereka pun duduk dan saling berhadapan. Fathur memang terlihat kurus, matanya juga terlihat sembab. Setiap malam Fathur selalu meminta ampun sembari menangis kepada Tuhan, bahkan Fathur selalu meminta Tuhan agar memberikan mimpi bersama Sahra, agar dirinya dapat meminta maaf secara langsung. “Kapan kamu sidang nak?” tanya Daud. “Belum tahu Abi, nanti petugas juga memberitahu Abi.” jawab Fathur. “Abi sudah meminta pengacara kita untuk urus semua,” Seru Daud. “Terimakasih Abi, terimakasih sudah mau memberikan Fathur pertolongan.” “Sudah seharusnya Nak,” Jawab Daud. “Anak Sahra gimana kabarnya Abi?” tanya Fathur kembali. “Baik, Alhamdulilah ia sehat. Apalagi Sahda merawatnya dengan baik,” jawab Daud kembali. “Sahda dan Adi juga kedua pasangan nya saling bergotong royong,” seru Una menimpali kalimatnya, “Mereka saling membantu satu sama lain,” Tambah Una kembali. “Fathur boleh minta tolong lagi Umi?” tanya Fathur. “Boleh, apa sayang?” tanya Una. “Anggap dia sebagai cucu Umi ya, sayangi anak itu dengan baik. Berilah kasih sayang seperti Umi memberikan kasih sayang apfa Fathur,” pinta nya. “Pasti, Umi akan menyayangi Azkia seperti apa yang selalu Umi kasih sama kamu.” “Namanya Azkia Umi?” “Iya,” Belum lama mereka berbincang, seorang petuga sudah meminta Fathur untuk kembali kedalam tahanan. Fathur pun memeluk Una dan Daud, ia berjalan pelan dan saat ia masuk kedalam lorong menuju tahanan, ia kembali menoleh dan mengatakan. “Fathur sayang Umi sama Abi, sampaikan permintaan maaf Fathur kepada Umma ya, maafin semua kesalahan Fathur.” ucapnya dengan nada yang sangat lirih. Una dan Daud pun mengangguk, air matanya menetes kembali. Apalagi melihat sosok anaknya yang terlhat sangat sendu, Una pun memeluk suaminya dan menangis di dalam dekapan suaminya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD